Opini Pos Kupang
Labuan Bajo: Tuan Rumah KTT!
Salah satunya adalah pemberitaan Labuan Bajo menjadi tuan rumah KTT ASEAN dan KTT G-20
Oleh: Dr. Jonas KGD Gobang & Enyyo Noang, M.Si, Pusat Studi ASEAN Universitas Nusa Nipa
POS-KUPANG.COM - Masifnya berita tentang Covid-19 secara langsung maupun tidak langsung menutup isu-isu lain yang tidak kalah penting. Salah satunya adalah pemberitaan Labuan Bajo menjadi tuan rumah KTT ASEAN dan KTT G-20.
Artikel penunjukan Labuan Bajo sebagai tuan rumah dua pagelaran tingkat tinggi tersebut, dapat dilacak sejak Januari 2020. Dalam sebuah pernyataan, Presiden Jokowi mengatakan Labuan Bajo dipersiapkan menjadi tuan rumah KTT ASEAN dan KTT G-20.
Baca juga: 463 Mahasiswa Politani Negeri Kupang Diwisuda Menggunakan Protokol Kesehatan Covid-19
Rencananya, dua agenda akbar tersebut akan digelar pada 2023. Lokasi dan proyek pembangunan infrastruktur mulai dilaksanakan oleh Kementerian PUPR di wilayah Tana Naga Mori. Lalu, seberapa signifikan penunjukan tersebut bagi masyarakat NTT, secara khusus Labuan Bajo?
Keseimbangan?
Suatu pagi dalam sebuah seminar di kota kembang, Bandung. Masih terekam jelas kala itu, April 2016. Kegiatan bertempat di salah satu universitas swasta. Tema diskusi tentang diplomasi Indonesia, bertajuk Diplomasi Poros Maritim Indonesia.
Pemaparan para narasumber begitu ciamik. Mereka dengan semangat mempromosikan program pemerintah di bidang maritim. Membicarakan Indonesia sebagai negara maritim. Membicarakan tol laut. Membicarakan dinamika di sebuah perairan yang kelak bernama Natuna Utara. Beberapa saat kemudian, sesi diskusi pun dimulai.
Baca juga: Warning Bagi Pejabat yang Sedang Berkuasa
Dengan pemikiran polos saya lantas bertanya. Kenapa Utara (Laut Natuna Utara) yang selalu menjadi fokus pemerintah dalam diplomasi maritim? Padahal wilayah Selatan juga signifikan. Secara khusus, NTT”. Narasumber pun memberi jawaban. Saat ini kita fokus ke Utara dulu. Sifatnya lebih urgent. Melibatkan negara-negara besar.
Banyak kepentingan di sana. Saya pun tersadar. Wilayah itu memang rawan konflik. Apalagi, melibatkan beberapa negara anggota ASEAN, China dan Amerika Serikat”. Dalam benak, seketika saya termenung. Kita berbicara soal diplomasi poros maritim. Tetapi fokus pembicaraan selalu pada aspek keamanan. Memang, itu mutlak. Tetapi ada hal yang tidak kalah penting.
Di sana ada sumber daya maritim. Ada pula budaya maritim. Hal-hal itu juga sifatnya urgent, apalagi menyangkut kebutuhan ekonomi. Secara geografis, posisi NTT tidak kalah strategis. Berbatasan dengan dua negara. Wilayah darat dengan Timor Leste. Wilayah laut dengan Australia. Potensi yang menjanjikan adalah pariwisata darat dan wisata bahari. Kualitas sumber daya kelautan pun menjanjikan. Berdaya saing dengan kualitas ekspor.
Faktor keamanan itu penting. Sama pentingnya dengan perekonomian. Dalam pertemuan awal, kelas ekonomi politik internasional, dosen menjebak’ kami sekelas dengan pertanyaan: Hal mana yang didahulukan, ekonomi atau politik?” Menurut saya, keduanya harus berjalan beriringan, karena logika butuh logistik atau yin dan yang. Jadi, perlu ada keseimbangan dalam mengatur kedua bidang karena bernilai sangat signifikan bagi suatu negara.
The Summits
Beberapa waktu lalu, ketika sedang mencari berita di linimasa, saya menemukan artikel menarik. Ditayangkan pada portal Sekretariat Nasional ASEAN tertanggal 20 Juli 2020. Labuan Bajo Bersiap jadi Tuan Rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 dan KTT ASEAN 2023”. Menteri PPN/Bappenas, Suharso Monoarfa memberi keterangan. Beliau mengatakan bahwa Labuan Bajo tengah bersiap. Untuk menjadi tuan rumah KTT G-20 dan KTT ASEAN 2023.
Pemerintah menetapkan Tana Naga Mori sebagai lokasi pelaksanaan. Sebuah langkah penting dan strategis. Mengingat Indonesia akan menjadi Ketua G-20 dan Ketua ASEAN. Sehabis membaca, saya terdiam sejenak. Apakah ini jawaban atas keresahan’ waktu itu?
KTT G-20 dan KTT ASEAN bukanlah gelaran main-main. Acara tersebut adalah bentuk Summit Diplomacy. Dalam kajian hubungan internasional, summit merupakan level diplomasi tertinggi. Ia mempertemukan kepala negara dan kepala pemerintahan. Ia menjadi arena pembahasan isu-isu kompleks.
Dengan cakupan yang lebih luas. Dengan proses penyelesaian yang rumit. Mengutip Jan Melissen dalam tulisan berjudul Summit Diplomacy Coming of Age. Summit pertama kali diperkenalkan pada tahun 1950. Oleh Perdana Menteri Inggris, Winston Churchill. Beliau mengartikannya sebagai pertemuan para great leaders.
G-20 beranggotakan negara-negara berpengaruh di dunia. Jerman, Prancis, Amerika Serikat, Uni Eropa, Rusia, Inggris, dan masih banyak lagi. KTT G-20, tahun 2020, digelar di Riyadh, ibukota Saudi Arabia. Tahun 2019 lalu, di Osaka, Jepang. Tahun 2021, nanti, di Roma, Italia.
Begitu juga dengan gelaran KTT ASEAN 2023. Para tamu yang akan datang adalah tetangga kita di kawasan Asia Tenggara. Bicara ASEAN, Indonesia adalah pemain penting. Merupakan founding fathers bersama Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina.
Sebagai organisasi regional, ASEAN kerap disebut bakal mengikuti jejak Uni Eropa. Meskipun, masih jauh panggang dari api. Namun, hal tersebut bukan suatu kemustahilan. ASEAN dengan motto One Vision, One Identity, One Community. Sejak tahun 31 Desember 2015, telah menjalankan ASEAN Community.
Dengan tiga pilar utama. Politik dan keamanan, ekonomi, dan sosial budaya. KTT ASEAN di Labuan Bajo akan menjadi tonggak penentu arah kebijakan ASEAN pasca implementasi ASEAN Community 2015, dan menuju Visi ASEAN 2025, Labuan Bajo
Labuan Bajo.
Kata kunci bagi orang yang belum familiar dengan NTT. Mengapa demikian? Karena masih timbul tanggapan keliru dari orang awam tersebut. NTT masih diidentifikasi sebagai Papua atau Ambon. Sebagai orang NTT, jawaban tersebut sungguh menggemaskan.
Terkadang, kita harus memberikan petunjuk, biasanya kita menyebut Pulau Komodo atau Labuan Bajo. Kota kecil di ujung barat Flores ini sudah sangat familiar di telinga publik nasional maupun internasional. Walau masih tergolong ibukota kabupaten muda, kota ini terus berbenah. Melejit dengan pesona pariwisata. Kini gemerlap oleh resort kelas dunia. Pemerintah juga telah menetapkan statusnya sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional.
Indonesia telah beberapa kali menjadi tuan rumah KTT ASEAN. Ada dua daerah yang selalu menjadi pilihan yaitu DKI Jakarta atau Bali. Terpilihnya Labuan Bajo adalah bentuk penyegaran. Hal tersebut juga merupakan pencapaian internasional kita sebagai orang NTT.
Kita patut berbangga. Labuan Bajo secara khusus perlahan menghapus stigma Jakartasentris. Kota kecil ini siap menjadi alternatif. Begitupun dengan NTT. Secara langsung atau tidak langsung, akan menghapus stigma negatif. Yang juga sayangnya dibentuk oleh kita sendiri. Negeri Tanda Tanya. Nanti Tuhan Tolong. Nusa Terus Tertinggal. Wajah suram itu sebentar lagi berubah. Menjadi Nusa Tidak Takut. Tidak takut memperbaiki diri. Tidak takut bersaing. Tidak takut menghadapi perubahan dunia.
Keresahan saat seminar tadi akhirnya terjawab. Profil NTT adalah negara kepulauan. Sangat pantas menjadi pos strategis Indonesia dalam bidang tertentu. Idelanya, setiap provinsi perbatasan harus diberdayakan, sesuai potensi masing-masing. Karena wilayah tersebutlah pintu masuk Indonesia yang sebenarnya.
Berdayakan ekonomi dan keamanan di perbatasan. NTT, sebagai pintu masuk selatan butuh itu. Perlahan itu sudah terjawab. Semoga membuka mata dunia. Bahwa Indonesia tidak hanya Jakarta, tetapi juga NTT dan Labuan Bajo.
Menjawab pertanyaan signifikansi pada awal opini di atas, saya terlebih dahulu memulai dengan kalimat ini. Memilih suatu kota menjadi tuan rumah sebuah acara, adalah perkara gampang-gampang susah. Saya lalu berpikir. Kebijakan pemerintah saat ini tengah gencar mendorong investasi.
Pemerintah juga gemar membangun infrastruktur. Saya berpendapat bahwa memilih Labuan Bajo sebagai tuan rumah adalah bentuk promosi. Dengan kata lain, menjadikan pariwisata sebagai bentuk diplomasi.
Ada satu jenis diplomasi yang disebut sebagai public diplomacy. Artinya, diplomasi tersebut melibatkan semua pihak. Baik aktor negara maupun non negara, diplomat atau non diplomat. Adapula peran organisasi lokal dan internasional, jaringan media dan individu masyarakat. Aktifitas diplomasi tidak melulu terjadi di dalam ruang pertemuan atau ruang sidang. Bentuk kegiatan tersebut antara lain promosi pariwisata dan pertunjukan budaya.
Ada idiom mengatakan diplomasi tidak terjadi di dalam ruang pertemuan, tetapi di meja makan. Artinya ini adalah peluang besar, bahwa fokusnya juga bukan lagi pertunjukan keindahan alam. Harus juga didukung dengan atraksi seni dan budaya setempat.
Saatnya memperkenalkan nilai-nilai dan kearifan lokal NTT kepada dunia. Ajaklah Donald Trump menari caci. Vladimir Putin menari hegong. Angela Merkel bernyanyi Bengu Rele Kaju. Sederhana, tetapi itulah yang perlu disiapkan.
Kelak memberi kesan manis. Labuan Bajo, disiapkan menjadi wisata kelas super premium. Harapannya, dapat menarik mata dunia dengan nuansa lokal yang tetap terjaga. Karena itu, perlu merangkul masyarakat lokal untuk berpartisipasi dan merasakan dampak positif kegiatan tersebut. Tidak ketinggalan, mengajak para tokoh adat dan organisasi setempat.
Jadi, pengejawantahan semboyan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat’ betul-betul dilaksanakan secara total. Bagi kita yang lain harap bersiap, gempuran wisatawan tiba sebentar lagi. Mari berbenah!(*)