Omnibus Law
Apa Itu Omnibus Law Cipta Kerja yang Jadi Kontroversi hingga Buruh Menolak Mati-matian?
Sebelumnya saat rapat kerja Badan Legislasi DPR dengan pemerintah, sebanyak tujuh fraksi telah menyetujui, sedangkan dua partai menolak.
Selain dianggap banyak memuat pasal kontroversial, RUU Cipta Kerja dinilai serikat buruh hanya mementingkan kepentingan investor.
Secara substansi, RUU Cipta Kerja adalah paket Omnibus Law yang dampaknya paling berpengaruh pada masyarakat luas, terutama jutaan pekerja di Indonesia.
Hal ini yang membuat banyak serikat buruh mati-matian menolak RUU Cipta Kerja. Sejumlah serikat buruh bahkan akan menggelar aksi mogok kerja nasional pada 6 - 8 Oktober 2020 mendatang.

Proses Cepat 'Kejar Tayang'
Pemerintah dan DPR juga dianggap kejar tayang menyelesaikan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
RUU ini digadang-gadang dapat menarik minat investor asing menanamkan modal di Tanah Air sehingga bisa mengatrol pertumbuhan ekonomi di masa pandemi Covid-19.
Dalam prosesnya, tak ada perbedaan dengan proses pembuatan UU pada umumnya sebagaimana yang dibahas di DPR. Namun, isinya tegas mencabut atau mengubah beberapa UU yang terkait.
Sektor ketenagakerjaan menjadi salah satu yang diselesaikan melalui omnibus law.
Di sektor ketenagakerjaan, pemerintah berencana menghapuskan, mengubah, dan menambahkan pasal terkait dengan UU Ketenagakerjaan.
Selain itu, pemerintah merencanakan penghapusan skema pemutusan hubungan kerja (PHK), di mana terdapat penghapusan mengenai hak pekerja mengajukan gugatan ke lembaga perselisihan hubungan industrial.
Fakta Omnibus Law
Berikut fakta-fakta omnibus law sebagaimana dikutip dari Kompas.com:
1. Jam lembur buruh lebih lama
Terdapat pengubahan beberapa ketentuan mengenai ketenagakerjaan untuk meningkatkan investasi dalam negeri, salah satunya jam lembur yang jauh lebih lama.
Pernyataan ini tertuang dalam omnibus law Bab IV soal Ketenagakerjaan pasal 78.