Mengenang Kunjungan Lima Hari di NTT: Makan Are Gau Bersama Jakob Oetama

Dion, tugasmu menulis kunjungan Pak Jakob Oetama ke Flores. Kau harus sudah berada di Maumere paling lambat sehari sebelum kedatangan beliau

Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/DION DB PUTRA
SARAPAN-Jakob Oetama bersama Damyan Godho dan saya saat sarapan pagi di Sao Wisata Resort Waiara, Jumat 28 Oktober 2005. 

Benarlah apa yang mereka katakan bahwa perjalanan bersama selama lima hari ke NTT merupakan ziarah pribadi. Ziarah yang diwarnai kisah ringan tapi bernilai tentang kepribadian, pengalaman, tentang perjuangan hidup dan persahabatan.

Saat makan siang di Waiara saya lihat betapa dekat hubungan Frans Seda dan Jakob Oetama. Selaku tuan rumah, Frans Seda riang bercerita kepada sahabatnya. Frans Seda antara lain berkisah tentang ulat bulu.

"Ulat bulu itu makanan kesukaan saya sejak kecil. Rasanya enak sekali, Jakob," katanya. Ulat bulu. Nama yang agak asing bagi Jakob Oetama. Tapi belum sempat beliau bertanya, Frans Seda segera menjelaskan tentang si ulat.

"Ulat ini hidup dalam bambu," jelas mantan Menteri Perkebunan, Menteri Keuangan dan Menteri Perhubungan RI tersebut.

Ulat bulu adalah makanan tradisional bagi sebagian masyarakat Ende-Lio, Sikka dan daerah lain di Flores. "Tapi entahlah, apakah anak-anak sekarang masih suka makan atau tidak. Saya tidak tahu," lanjut Frans Seda.

Ulat bulu hidup dalam bambu, umumnya jenis bambu aur. Dalam satu rumpun bambu, lazimnya ada batang muda yang kurang subur. Buku-bukunya rapat. Ruasnya bengkok. Di situlah hidup ulat (kepompong) warna putih sebesar jari kelingking anak-anak, panjang 3-5 cm.

"Apa sih khasiatnya Pak Frans?" tanya Wakil Pemimpin Umum Kompas, St Sularto saat itu. "Oh...khasiatnya luar biasa. Makanan bergizi tinggi. Makanya saya sehat dan kuat sampai sekarang," kata Frans Seda yang saat itu berusia 79 tahun.

Semasa hidup, Frans Seda memang cinta mati makanan tradisional dari kampung halamannya Flores. Kecintaan Frans Seda terlihat jelas saat makan siang di Waiara maupun dalam acara syukuran ulang tahunnya ke-79 di rumahnya di Maumere pada Kamis (27/10/2005) malam.

Di meja makan tersaji are gau (ketupat), are merah (nasi dari beras merah), koro/horo ipu dan mbarase (sambal dengan bahan utama ikan kecil) yang mudah diperoleh di perairan Paga-Maulo'o, singkong rebus, ae mage (kuah asam-ikan) serta kura mbo (udang dan ikan dari sungai/kali).

Frans Seda selalu meminta Jakob Oetama mencicipi makanan khas Flores. "Pak Jakob, cobalah ini. Namanya are gau. Rasanya lain, tidak sama dengan ketupat di Jawa," kata Frans Seda menunjuk are gau saat makan siang di Waiara.

Tokoh kelahiran Borobudur, Jawa Tengah, 27 September 1931 pun enggan menolak. "Memang enak ya.." kata Jakob perlahan. Kami yang lain juga tak ketinggalan makan are gau bersama beliau siang itu. (dion db putra)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved