Opini Pos Kupang
Kemerdekaan Membawa Tanggung Jawab
Kemerdekaan Republik Indonesia yang telah diraih dengan pengorbanan nyawa dan harta benda bukanlah tujuan, tetapi merupakan jembatan
Oleh : Frans X. Skera, LSM Bhakti Flobamora Kupang
POS-KUPANG.COM - Kemerdekaan Republik Indonesia yang telah diraih dengan pengorbanan nyawa dan harta benda bukanlah tujuan, tetapi merupakan jembatan yang kokoh menuju cita-cita terwujudnya masyarakat adil makmur merata. Ini adalah satu tujuan mulia yang harus terus diperjuangkan (a never ending goal).
Kemerdekaan merupakan tekad bersama, yang harus terus diisi dengan membangun di segala bidang.
Dengan demikian kemerdekaan bukan saja hak, melainkan juga kewajiban setiap anak bangsa untuk melakukan hal-hal benar demi kebaikan bersama. Dalam pengertian ini, kemerdekaan membawa tanggung jawab besar dan mulia.
Di hari ulang tahun kemerdekaan, wajar kalau rakyat ingin mengetahui wujud tanggung jawab pemimpinnya dalam mengelola pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik. Secara khusus dalam tulisan ini akan dipertanyakan tentang janji dan tekad gubernur untuk mengentaskan kemiskinan dan membangun pertanian yang selama ini direncanakan.
Di hadapan Sidang Paripurna Istimewa DPRD NTT yang dihadiri Menteri Dalam Negeri, Senin 10 September 2018, Gubernur mengatakan bahwa kehadirannya dan Wakil Gubernur, adalah untuk mengentaskan kemiskinan.
Pernyataan Gubernur dihadapan para wakil rakyat adalah janji dan tekad untuk mengerahkan segala kemampuan dan sumberdaya yang tersedia untuk membebaskan rakyat dari kemiskinan yang selama ini diderita.
• Tiga Pelintas Batas Ilegal Diamankan Saat Masuk ke Indonesia
Melihat realitas rakyat NTT yang sebahagiaan besar petani yang menggantungkan hidupnya dari usaha pertanian, maka cukup beralasan kalau dikatakan bahwa untuk saat ini, cara yang paling ampuh dan tepat untuk mengentaskan kemiskinan adalah dengan menggenjot pertanian dalam arti luas (tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kelautan dan perikanan serta kehutanan).
Gubernur NTT pun tahu dan sadar akan hal ini. Karena itu, walaupun program prioritasnya adalah pengembangan pariwisata, namun sejak awal berkuasa, dia sudah menekankan betapa pentingnya membangun pertanian.
Dengan penuh keyakinan gubernur berkata bahwa dia akan mengoptimalkan pertanian dan peternakan, sebab dua sektor ini merupakan keunggulan komoditas NTT. Apalagi ada sekitar 1 juta hektar lahan kering yang bisa diolah menjadi lahan usaha tani (ref. Pos Kupang, 6-9-2018). Demikian juga Gubernur bertekad untuk berkontribusi mengurangi impor garam nasional.
Pernyataan-pernyataan Gubernur itu, membuktikan bahwa dia sungguh yakin hanya dengan membangun pertanian secara terencana dan berkelanjutan, NTT bisa bebas dari kemelut kemiskinan. Sebenarnya ini adalah satu policy/kebijakan tepat yang harus segera dijabarkan oleh
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait dalam bentuk kegiatan dan proyek. Kemudian setelah dikordinasikan dengan para Bupati, diluncurkanlah satu gerakan terorganisir untuk melaksanakan kebijakan tersebut.
Namun sejak Oktober 2018 hingga awal 2020, tidak terlihat atau terbaca kegiatan-kegiatan pertanian di lapangan.
Baru pada bulan Pebruari 2020 terbaca ada program Gema Agung (Gerakan Masyarakat Agribisnis Jagung) yang dicanangkan PemProv NTT dan penanaman Jagung Bibit Unggul Nasa 29 di Oeteta, Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang dengan prediksi produksi per hektar 13 ton.
Kemudian di Maret 2020 ada rencana untuk melakukan Gerakan menanam Kelor dilahan 1.000 hektar yang akan melibatkan 5.000 orang. Rumah pengeringan dan mesin akan disiapkan menjadi pusat industri Kelor. Dimana akan dilaksanakan dan siapa saja yang terlibat tidak dijelaskan.
Kegiatan sporadis nyata di lapangan baru terbaca di Kabupaten TTS seluas 1.000 hektar dan Belu seluas 220 hektar dengan Program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS), pada akhir Juli 2020 (ref. Pos Kupang, 27 dan 29 Juli 2020).
Begitu pula ada berita baik dari sektor kelautan dan perikanan yang menyalurkan bantuan peralatan budidaya rumput laut kepada 4.050 orang di 5 kabupaten (Alor, Sabu Raijua, Sikka, Lembata, Flores Timur).
Dari sektor Perkebunan masih ada di Kabupaten Sikka yang memiliki luas lahan Jambu Mete, 21.304 hektar dengan produksi pertahun rata-rata 9.295 ton, Coklat, 22.234 hektar dengan produksi pertahun 8.084 ton pertahun, dan kelapa 19.125 hektar dengan produksi 9.955 ton pertahun (ref. Pos Kupang 29-7-2020).
Membaca data dan kenyataan di atas, beberapa hal penting patut dikemukakan untuk mendorong agar pembangunan pertanian semakin digiatkan.
Pertama, gubernur disarankan agar segera menentukan pilihan program prioritas pada pembangunan pertanian dalam arti luas, kalau ingin periode pertama pemerintahannya meninggalkan hasil bermakna. Ini pesan Nigel Lawson: "memerintah adalah memilih, kalau tidak mampu memilih berarti tidak mampu memerintah (to govern is to choose, to appear to be unable to choose is to appear to be unable to govern)".
Kedua, kerahkan seluruh sumberdaya untuk membuat program, kegiatan dan proyek di sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan kelautan. Siapkan dukungan dana dan sumber daya manusia (baca : penyuluh pertanian lapangan) dan kordinasikan dengan bupati agar pelaksanaan dan pengawasannya bisa berjalan.
Ketiga, khusus untuk sektor tanaman pangan, setuju dengan pendapat Gubernur bahwa mekanisasi/bantuan peralatan mendesak, karena terbatasnya kapasitas tenaga kerja. Begitu juga bantuan benih, pupuk, pestisida dan tenaga penyuluh seperti yang terjadi sekarang di TTS dan Belu. Beralasan untuk diberikan kepada kabupaten-kabupaten lain, supaya terwujud prinsip "justice for all", adil untuk semua.
Keempat, data perkebunan (tanaman perdagangan) dari Kabupaten Sikka menunjukkan potensi peningkatan pendapatan petani dari sektor ini cukup besar dan menjanjikan.
Kabupaten lainnya di Pulau Flores juga memiliki potensi yang sama, maka yang dibutuhkan sekarang adalah peremajaan dan perluasan pengembangan tanaman perdagangan, pendampingan oleh PPL serta berbagai kiat inovatif seperti perlombaan, magang dan peninjauan ke daerah-daerah yang lebih maju.
Mutu hasil tanaman perkebunan, berikut produk olahannya tidak diragukan lagi karena sudah menjadi andalan petani untuk berbagai kebutuhan keluarga dan pasar lokal. Namun jika ditinjau dari segi kebutuhan pasar regional maupun global masih jauh dari apa yang diharapkan, walaupun senyatanya potensi pengembangan masih terbuka luas.
Sinyalemen kami, paling tidak sekitar 25 tahun terakhir ini pengembangan komoditas perkebunan sepertinya terhenti, termasuk upaya peremajaan tanaman.
Dengan demikian dibutuhkan kebijakan cerdas untuk mengatasinya, yaitu menghadirkan kembali DINAS PERKEBUNAN di tingkat Provinsi dan Kabupaten se-NTT, sehingga geliat pengembangan dan inovasi bisa tumbuh dan berkembang pesat,dan pada akhirnya peningkatan pendapatan masyarakat pedesaan untuk kesejahteraan segera terwujud.
Kelima. NTT dimasa lalu bisa mengekspor sapi hingga ke Hongkong dan Singapura. Kini untuk mensuplai pulau Jawa saja sudah kepayahan, dan yang dikirim pun beratnya paling tinggi 300 kg, sehingga sering mendapat julukkan "kambing atau rusa besar dari Timor". Perlu diambil tindakan-tindakan cerdas untuk mengembalikan NTT menjadi gudang ternak.
Keenam, saat bincang-bincang dengan Gubernur dalam satu kesempatan kedukaan, dia dengan bangga dan bersemangat bicara tentang kekayaan ikan dan udang di NTT. Malah dari sumber lain diketahui bahwa sudah ada budidaya ikan kerapu di salah satu kabupaten.
Masyarakat pasti sangat mendukung upaya konkrit gubernur untuk mendapatkan nilai tambah dari sektor perikanan dan kelautan. Namun para nelayan perlu diberdayakan dan pendapatannyapun diperhatikan karena bukan cerita baru kalau para pedagang ikan lebih makmur dari nelayan. Sebagaimana pedagang beras lebih makmur daripada petani.
Ketujuh, apa yang diwacanakan gubernur selama ini tentang pertanian, benar dan beralasan. Namun kata orang bijak : tindakan bersuara lebih nyaring dari pada kata-kata (action speaks louder than words).
Harapan rakyat/petani di waktu mendatang mereka sudah bisa melihat dan tentunya merasakan hasil dari pelaksanaan kebijakan gubernur di bidang pertanian. Kita selalu bisa belajar dari pengalaman dimasa lampau.
Suksesnya mantan Gubernur Ben Mboi almarhum dengan Operasi Nusa Makmur (ONM) yang bisa membuat NTT surplus produksi jagung pada tahun 1982, karena ada gerakan serentak di seluruh kabupaten, pelibatan semua pihak terkait dalam satu organisasi yang rapi dibawah komando gubernur, dan hampir setiap saat ONM terus didengungkan.
Kini dengan sumber daya dana yang lebih besar dan SDM yang lebih terdidik, dengan dukungan teknologi yang lebih maju, program Gema Agung atau TJPS mestinya lebih berhasil dari segi kualitas dan kuantitas.
Kedelapan, di sektor kehutanan, Cendana pernah membuat NTT jaya. Kini keunggulan NTT hampir punah. Program Cendana Keluarga perlu terus dikembangkan di lingkungan kantor dan gereja sehingga bisa membuat wangi cendana harum lagi.
Jika program, kegiatan dan proyek pertanian dilaksanakan secara terencana, terorganisir dan terawasi dengan baik, yakin akan ada perubahan dan pertumbuhan yang berarti, dan dampaknya terhadap pengurangan kemiskinan akan cukup terasa.
Dengan demikian di HUT Kemerdekaan tahun 2020 ini, rakyat tidak akan mempertanyakan tanggung jawab gubernur dalam upaya mengurangi kemiskinan, karena mereka sudah merasakan dan menikmati hasil pembangunan pertanian, dan Gubernur bisa dengan tersenyum mengakhiri periode pertama pemerintahannya. (*)