Membaca Nasionalisme Anak Muda Lembata Dari Film Tana Tawa Ekan Gere dan Jiwa Merdeka

Puluhan anak muda berjejer di halaman sebuah rumah tepat di pinggir lorong, Desa Laranwutun, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata

Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/Ricko Wawo
Puluhan anak muda berjejer di halaman sebuah rumah tepat di pinggir lorong, Desa Laranwutun, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata, Kamis (20/8/2020). Dalam remang-remang cahaya lampu, mereka terlihat serius menatap ke layar proyektor yang memutar tiga seri film teater yaitu, Tana Tawa Ekan Gere dan Jiwa Merdeka Part 1 dan 2. 

POS-KUPANG.COM | LEWOLEBA - Puluhan anak muda berjejer di halaman sebuah rumah tepat di pinggir lorong, Desa Laranwutun, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata, Kamis (20/8/2020).

Dalam remang-remang cahaya lampu, mereka terlihat serius menatap ke layar proyektor yang memutar tiga seri film teater yaitu, Tana Tawa Ekan Gere dan Jiwa Merdeka Part 1 dan 2.

Tidak hanya mengenalkan film teater, Screening Film bertajuk 13 Frame Presents hasil kolaborasi Komunitas Teater Suara dan videografer Elmundo Alessio ini bertujuan membangkitkan semangat anak muda di Kabupaten Lembata untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Preservasi Jalan Waingapu-Melolo Telan Dana Rp 4,9 Miliar

Tana Tawa Ekan Gere menjadi film pertama yang diputar. Dari tiga film ini nasionalisme anak muda Lembata seolah semakin berpijar.

Instrumen musik lokal berpadu dengan aksi teatrikal anak-anak Komunitas Teater Suara dalam film ini, berhasil membuat sebagian komentator dalam film ini menangkap sepenuhnya makna dibalik cerita asal muasal pendudukan tanah di wilayah Ile Ape.

Yang menarik dalam kegiatan ini adalah penonton disajikan dua elemen penting dalam cerita tiga film ini yakni aksi teatrikal dan alur cerita film itu sendiri.

Kenang Jasa Pahlawan, Aston Kupang Kunjungi Taman Makam Pahlawan Dharma Loka

Penonton dibuat semakin larut dalam suasana malam itu saat pemutaran film kedua dan ketiga bertajuk perjuangan mempertahankan kemerdekaan, Jiwa Merdeka.

Aksi teatrikal Yopi dan kawan-kawan yang tergabung dalam Komunitas Teater Suara begitu total saat menggambarkan bagaimana aktivis seperti Munir dan Marsinah yang dibungkam pada masanya.

Moderator Teater Suara, Haris Dores, mengatakan, penonton dapat menerjemahkan pesan dari film teater melalui gerakan-gerakan dan alur dalam cerita tiga film ini.

Dibalik semua ini, Haris mengungkapkan, anak-anak Komunitas Teater Suara telah berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan yang terbaik dalam proses pembuatan film.

“Mereka bekerja secara tim, mereka cukup berupaya dan berusaha untuk semaksimal mungkin,” kata Haris.

Angel Wullo, salah satu penonton dari Lewoleba, mengaku bangga dengan karya teater film yang dihasilkan para anak muda asli Lembata itu. Angel pun baru pertama kali menyaksikan genre film teater semacam itu dan bagi dia hal tersebut merupakan sebuah langkah maju dalam dunia kreativitas anak muda Lembata.

"Kalau nonton teater sudah biasa. Kalau nonton film juga sudah biasa. Kalau ini luar biasa, kita disuguhkan film teater dan sensasinya sungguh berbeda," ungkap mahasiswi Sistem Informasi Universitas Atma Jaya ini.

Angel sangat berharap kreativitas anak muda terus ditingkatkan dalam ruang-ruang kesenian seperti itu.
"Ruang untuk seni itu kita sendiri yang ciptakan. Kalau kita harap dari pihak lain maka susah, tidak akan ada," pesannya.

Film-film ini tidak luput dari kritik yang datang dari penonton. Jack Balimula, satu di antara sekian banyak penonton yang hadir pada malam itu turut memberikan kritik terhadap beberapa adegan teater yang disajikan anak-anak Komunitas Teater Suara.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved