Inilah Sosok Djoko Tjandra dan Profil Usahanya, Hingga Apa Kata Setya Novanto, Mantan Ketua DPR RI

Setelah menjadi buronan selama 11 tahun lamanya, terpidana korupsi pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali, Djoko Tjandra pun berhasil ditangkap.

Editor: Frans Krowin
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra tiba di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Kamis (30/7/2020) malam. Bareskrim Polri berhasil menangkap Djoko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Dekade 1990-an, Grup Mulia makin berkembang pesat saat dipegang olehnya yang mengkomandani kepemilikan properti perkantoran seperti Five Pillars Office Park, Lippo Life Building, Kuningan Tower, BRI II, dan Mulia Center.

Grup Mulia menaungi 41 anak perusahaan di dalam dan luar negeri.

Selain properti, grup yang pada 1998 memiliki aset Rp 11,5 triliun itu merambah sektor keramik, metal, dan gelas.

Tak terpengaruh dengan nama baik yang ditorehkan Djoko tersebut, bisnis Grup Mulia masih tetap bersinar.

Dilihat di laman resmi Mulia Group, kelompok bisnis properti ini juga membangun beberapa proyek besar di jantung Kota Jakarta antara lain Wisma Mulia, Mal Taman Anggrek, dan Wisma GKBI.

Ahok Laporkan Fans Veronika Tan ke Polda Metro Jaya, Kasus Pencemaran Nama Baik Di Media Sosial

Artis Dewi Persik Bicara Malam Pertama, Maia Estianty Puji Kehebatan Pria Timur Tengah, Irwan Mussry

Pasca Penangkapan Buronan Djoko Tjandra, Kurnia Ramadhana Sebut: Tugas Polisi Belumlah Selesai

Buronan kelas kakap, Djoko Tjandra dalam kasus bank bali
Buronan kelas kakap, Djoko Tjandra dalam kasus bank bali (kompas.com)

Kasus Djoko Tjandra Dilansir dari pemberitaan Harian Kompas, 13 Juli 2020, kasus Djoko Tjandra bermula sekitar Agustus 1998, pemilik PT Era Giat Prima dan Bank Bali mengadakan kontak bisnis.

PT Era Giat Prima dimiliki Joko S Tjandra (Tjan Kok Hui) selaku direktur dengan Setya Novanto sebagai direktur utamanya yang juga Wakil Bendahara DPP Partai Golkar.

Sementara Bank Bali dimiliki keluarga Ramli. Mereka bernegosiasi soal pengalihan tagihan Bank Bali terhadap Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).

Rupanya BDNI tak mampu memenuhi kewajibannya ke Bank Bali. Malah BDNI kemudian ikut dilikuidasi.

Pada Januari 1998, pemerintah menyatakan, dana nasabah dan pinjaman antarbank masuk dalam skema penjaminan pemerintah.

Hal itu berarti Bank Bali tidak perlu khawatir piutangnya di BDNI lenyap karena berada dalam perjaminan pemerintah.

Namun, rupanya Bank Indonesia (BI) tidak segera membayarkan piutang Bank Bali tersebut.

Sebab, berdasarkan hasil verifikasi BI, tak ada satu pun dari 10 transaksi antara Bank Bali dan BDNI yang memenuhi syarat untuk dibayar.

Alasannya, transaksi antara BDNI dan Bank Bali terlambat didaftarkan serta terlambat diajukan.

Piutang Bank Bali awalnya adalah transaksi forward yang tidak termasuk jenis kewajiban yang dijamin. Namun, entah apa yang terjadi kemudian, transaksi itu berubah statusnya menjadi pinjaman antarbank.

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved