Pemkab Mabar akan Surati Pemprov untuk Fasilitasi Pemerikasaan Sampel Daging Babi

(Pemkab) Manggarai Barat (Mabar), akan menyurati Pemprov NTT agar mengfasilitasi pemerikasaan sampel daging babi dan olahannya.

Penulis: Gecio Viana | Editor: Rosalina Woso
zoom-inlihat foto Pemkab Mabar akan Surati Pemprov untuk Fasilitasi Pemerikasaan Sampel Daging Babi
POS-KUPANG.COM/Gecio Viana
Kadis Peternakan dan Kesehatan Kabupaten Mabar, drh Theresia Primadona Asmon saat ditemui di Kantor Bupati, Sabtu (28/3/2020)

Dalam instruksi yang dikeluarkan 14 Juli 2020 tersebut, pada poin ketiga memberikan ijin terhadap pengeluaran produk babi (segar dan olahan) maupun hasil ikutan lainnya antar wilayah kabupaten/kota se-NTT ataupun ke luar wilayah Provinsi NTT dengan berat lebih dari 5 kg yang berasal dari unit usaha yang memiliki Surat Keterangan Kesehatan (SKKH), Sertifikat Nomor Kontrol Veteriner, Surat Hasil Pengujian Laboratorium Bebas Penyakit African SwineFever (ASF) paling lama 3 bulan terakhir dan rekomendasi Penerimaan dari daerah tujuan.

"Kalau persyaratan lainnya kami bisa penuhi, tapi yang sulit adalah pengujian bebas ASF, karena pemeriksaan lab untuk ASF kami tidak punya, kecuali Pemerintah Provinsi NTT fasilitasi," ungkapnya saat ditemui di ruang kerjanya.

Menurut drh Theresia, pemeriksaan tersebut seperti pemeriksaan di Laboratorium Polymerase Chain Reaction (PCR), namun berbeda karena laboratorium PCR, lanjut dia, dikhususkan untuk pemeriksaan sampel swab.

"Memang sama alatnya, tapi ini untuk pemeriksaan terhadap sampel swab dari manusia. Kalau pemerintah fasilitasi berarti para pengusaha bersedia, tapi kami tidak mempunyai laboratorium untuk pemeriksaan ASF," katanya.

"Kami senang ada pembukaan akses terbatas dengan persyaratan, tapi kami kendalanya saat ini kami tidak memiliki laboratorium. Ini yang memberangkatkan," jelasnya.

Dikatakannya, hingga saat ini produk babi dari Kabupaten Mabar belum dijual atau dikirim ke luar daerah, padahal jumlah ternak babi di daerah itu lebih dari 250 ribu ekor.

"Karena kabupaten penerima akan berpegang pada instruksi gubernur NTT ini, sedangkan kami tidak bisa karena tidak memiliki laboratorium, mereka akan menuntut dan kami tidak bisa penuhi itu," ujarnya.

Saat ini, ternak babi yang ada dijual dengan sistem tradisional 'Julu' oleh para peternak, pesta sekolah dan kepentingan adat. Hal ini dirasakan sedikit membantu.

Namun, para pengusaha ternak babi skala besar yang menjual ternak babi hingga ke kabupaten lain yang saat ini mengalami kesulitan.

"Harapan kami agar difasilitasi, pengusaha pasti bersedia bekerja sama, cuman kami tidak punya fasilitas laboratorium dan peralatan tidak ada, itu kan PCR, kalau provinsi mengfasilitasi kami siap, intinya babi dari kami siap," jelasnya.

Para pengusaha babi saat ini memilih alternatif menjual bibit babi kepada masyarakat, walaupun harganya lebih murah sebesar Rp 800 ribu hingga Rp 900 ribu, dari yang sebelumnya lebih dari Rp 1 juta.

"Untungnya minat masyarakat untuk ternak babi tinggi, hanya untuk babi pedaging yang sulit karena harus dijual, kasihan karena tidak terjual," katanya.

Sebelumnya, dijelaskan drh Theresia, kabupaten Mabar hingga saat ini bebas African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika.

"Kami menjaga menjaga lalu lintas ternak (babi), kalau dilihat dari populasi ternak saat ini tinggi, dan cenderung ternak bani dari Kabupaten Mabar yang dikirim atau dijual ke luar kabupaten seperti di Bajawa, Aimere dan ke pulau Sumba, jarang dari mereka ke kami," ungkapnya.

Untuk mengawasi lalu lintas ternak, pihaknya pun berkoordinasi dengan pemerintah kecamatan agar menjaga wilayahnya bebas dari ternak babi maupun daging olahan dari daerah yang telah terpapar ASF.

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved