Tokoh Adat Loura Sumba Barat Daya, Dari Sudut Tradisi Budaya, Kawin Tangkap Boleh Terjadi
Tradisi kawin tangkap itu berlangsung sejak nenek moyang Sumba berdiam di bumi Marapu Sumba. Memang di zaman modern seperti sekarang
Penulis: Petrus Piter | Editor: Rosalina Woso
Tokoh Adat Loura Sumba Barat Daya, Dari Sudut Tradisi Budaya, Kawin Tangkap Boleh Terjadi
POS-KUPANG.COM|TAMBOLAKA--Dua tokoh adat Loura yakni Yohanes Bili Daingo alias ama Vebi dari Kampung Bondo Rongo, Desa Weepangali, Kecamatan Kota Tambolaka dan Kornelis Bobo Malo alias ama Ansi dari Kampung Keruni, Desa Keruni, Kecamatan Loura, Kabupaten Sumba Barat Daya ditemui POS-KUPANG.COM di Keruni, Jumat (17/7/2020) siang, mengatakan dari sisi tradisi budaya Sumba, tradisi kawin tangkap boleh terjadi.
Tradisi kawin tangkap itu berlangsung sejak nenek moyang Sumba berdiam di bumi Marapu Sumba. Memang di zaman modern seperti sekarang, hal itu jarang terjadi. Kalaupun terjadi hanya satu dua orang saja dan berlangsung dalam selang waktu yang cukup lama pula.
Menurut keduanya, kawin tangkap terjadi, pertama karena kedua orang tua baik orang tua laki-laki maupun orang tua perempuan telah berunding dan sudah setuju menjodohkan keduanya tetapi anak perempuan yang menjadi incaran laki-laki itu tidak mengetahui rencana pihak laki-laki akan menangkapnya.
Kedua kawin tangkap terjadi dimana kedua orang tua sudah setuju tetapi anak perempuan tidak mau alias tidak mencintai laki-laki itu maka orang tua perempuan setuju pihak laki-laki mengatur stategi menangkap gadis incarannya.
Ketiga kawin tangkap terjadi dimana anak laki-laki dan anak perempuan saling mencintai tetapi orang tua perempuan tidak setuju maka keduanya mengatur jalan pintas, meminta keluarga laki-,laki menangkap perempuan agar proses perkawinan cepat terjadi.
Dan keempat, tradisi kawin tangkap terjadi karena gadis yang menjadi incaran laki-laki menolak cintanya ditambah orang tua perempuan juga tidak menyetujuinya maka pihak laki-laki nekad menangkapnya.
Meski demikian, keduanya mengaku hal itu tidak mudah terlaksana karena pihak-laki harus mampu menyiapkan belis (mas kawin) berupa kuda dan kerbau yang banyak.
Sebab setelah orang tua perempuan mengetahui anaknya telah ditangkap maka orang tua perempuan akan mendatangi orang tua laki-laki untuk menanyakan anak perempuannya.
Pihak laki-laki menjawab anaknya ada dengan menyerahkan satu ekor kuda dan satu buah parang khas Sumba. Dan bila tidak terima serta terus menanyakan anak perempuannya maka pihak laki-laki tetap menjawab ada dengan menyerahkan lagi satu ekor kerbau serta satu buah parang lagi dan seterusnya sampai pihak perempuan menerimanya.
Karena itu tradisi kawin tangkap tidak mudah dilaksanakan karena pihak laki-laki harus benar-benar mampu menyiapkan belisnya. Bahkan terkadang nyaris terjadi perang bila pihak perempuan nekat mengambil kembali anak perempuannya dan pihak laki-laki mati-matian mempertahankanya.
Pada titik ini, biasanya ada juru runding yang adalah tokoh adat panutan masyarakat yang memfasilitasi penyelesaiannya.
• Terima Kasih Warga dan Lurah untuk Pemerintah Kota
• Panwas di Malaka Siap Kawal Pelaksanaan Coklit
Namun demikian, keduanya mengaku pada zaman modern seperti sekarang jarang terjadi kawin tangkap karena akan berurusan dengan hukum positip.(Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Petrus Piter)