Ketua IPI DPD NTT Tolak Sistem Booking Online Masuk TNK
Pulau Komodo 200 orang dalam sistem mereka. Sementara kami sedang mencari banyak tamu untuk meningkatkan perekonomian lokal
Penulis: Gecio Viana | Editor: Rosalina Woso
Ketua IPI DPD NTT Tolak Sistem Booking Online Masuk TNK
POS-KUPANG.COM | LABUAN BAJO -- Ketua Insan Pariwisata Indonesia (IPI) DPD NTT, Rafael Todobela, menolak sistem booking online yang diterapkan Balai Taman Nasional Komodo (BTNK).
Menurutnya, hal tersebut sangat merugikan para pelaku pariwisata karena ada penerapan kuota dan carryng capasity (daya dukung/jumlah maksimum) untuk masuk ke situs wisata di TNK.
"Sistem ini merugikan kami, seperti yang dijelaskan teman-teman pelaku pariwisata, karena mereka memasang kuota, dalam 1 hari sekian wisatawan dan kapal yang masuk TNK," katanya usai diskusi bertajuk "Pelaku Pariwisata Berbicara", yang digelar di Hotel Flamingo Avia Bajo, Kamis (9/7/2020).
"Misalnya untuk tahap new normal, untuk side pulau Rinca hanya memberlakukan 150 orang, kemudian di Padar 60 orang dan di Loh Liang atau Pulau Komodo 200 orang dalam sistem mereka. Sementara kami sedang mencari banyak tamu untuk meningkatkan perekonomian lokal, tapi di sisi pemberlakuan booking online membatasi tamu," jelasnya.
Diakuinya, para pelaku pariwisata yang susah payah mencari tamu, harus rela tidak mendapatkan kesempatan bagi tamunya untuk berwisata ke beberapa situs wisata daratan dan situs wisata perairan.
"Contoh saya ada tamu 50 orang, datang ke sini untuk 3 hari, begitu pemberlakuan booking online, sudah full book karena ada orang terdahulu sudah sudah booking, sedangkan tamu hanya mau ke Pulau Komodo. Lalu pertanyaannya mau di kemanakan tamu-tamu ini. lalu ada yang iseng untuk kerjain, di mana hanya mendaftar tapi tidak ada tamu," paparnya.
Hingga saat ini, lanjut Rafael, sistem booking online yang dihasilkan berdasarkan kerja kolaborasi BTNK, BOPLBF dan pemerintah daerah tidak menerapkan mekanisme dan format yang jelas dan terkesan mengalami kebingungan di lapangan.
"dan mereka mengalami kebingungan di lapangan. Oleh karena itu kami menolak, karena secara detail penerapan dapat merugikan pelaku pariwisata di antaranya travel agent, usaha kapal wisata, perhotelan dan pemandu wisata serta tourist information," ungkapnya.
Menurutnya, para pelaku pariwisata di Kabupaten Manggarai Barat saat ini berjumlah lebih dari 8 ribu orang, sehingga penerapan booking online ini pun akan melahirkan pengangguran yang tinggi.
"Modal seperti ini bukan untuk meningkatkan aktivitas pariwisata, tapi justru menurun karena membatasi. Lalu siapa atau yang mendaftar tadi yang menjadi prioritas, bisa terjadi diskriminasi. Karena kapal-kapal tertentu saja yang jalan," ujarnya.
Selain itu, Rafael Todobela berpendapat, carryng capasity yang diterapkan dinilai tidak memiliki kajian yang komprehensif dan mendalam dari berbagai aspek, sehingga sangat merugikan para pelaku pariwisata.
"Carring capasity harus memiliki kajian yang mendalam, karena jumlah kapal saat ini hingga 400, sedangkan dalam 1 situs wisata hanya diperbolehkan bagi 5 kapal. Sekarang kalau hanya 5 kapal ini yang selalu jalan, dan yang lain tidak beroperasi, bukannya ini terjadi diskriminasi bagi usaha-usaha lain," jelasnya.
Menurutnya, carryng capasity harus memiliki kajian dan riset multidisiplin yakni dari aspek ekonomi, sosiologi, ketenagakerjaan dan keadilan.
"Tapi BTNK tidak memberikan itu. Konfirmasi mereka (BTNK), mereka akan kaji kembali lagi, tidak boleh langsung jadi program ini, karena bisa saja titipan dari orang dan tidakak ada kajian yang komprehensif baik dari aspek sosiologis, ekologis, bisnis, keuangan dan ketenagakerjaan serta lainnya, tetapi ini top down," jelasnya.