Warga Dusun Lamanunang Lembata Seumur Hidup Tak Nikmati Listrik dan Air Bersih
Dusun Lamanunang masuk dalam wilayah Desa Dulir, Kecamatan Atadei. Letaknya yang berada di pelosok selatan Kabupaten Lembata
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM | LEWOLEBA - Dusun Lamanunang masuk dalam wilayah Desa Dulir, Kecamatan Atadei. Letaknya yang berada di pelosok selatan Kabupaten Lembata membuat Dusun Lamanunang nyaris tak tersentuh pembangunan pemerintah. Salah satu dusun terpencil di Lembata itu bisa dijangkau dengan menempuh perjalanan sekitar tiga jam dari Kota Lewoleba.
Kondisi jalan yang berlubang dan berbatu-batu memaksa pengendara harus ekstra hati-hati. Jalan dusun dari dari Kampung Watuwawer menuju Lamanunang sangat ekstrim; berkelok-kelok menyusuri punggung bukit dengan kontur jalan berpasir dan berbatu kerikil.
• Ahok Ucapkan Selamat Hut Jakarta,Unggah Foto Jembatan Simpang Susun Semanggi,Natizen:Mantan Terindah
Ada 44 kepala keluarga yang menetap di Dusun Lamanunang. Mayoritas warga di sana berprofesi sebagai petani kebun dengan hasil panen musiman.
Selain masalah insfrastruktur jalan yang menyulitkan warga menjual komoditi pertanian di pasar terdekat, warga Dusun Lamanunang juga tidak pernah menikmati air bersih dan listrik dari negara.
• Raffi Ahmad Dikabarkan Berciuman dengan Janda Muda di Luar Negeri, Padahal Sudah Beristri Nagita
Kepala Dusun Lamanunang, Aloysius Laga Tukan (58), mengaku kalau warga setempat sudah lama berharap pemerintah bisa mewujudkan keinginan mereka untuk menikmati listrik dan air bersih.
Di sepanjang usia hidup mereka hingga sekarang, listrik dan air bersih jadi hal yang sangat dirindukan.
Untuk penerangan malam selama ini, lanjut Aloysius, Warga Dusun Lamanunang hanya memanfaatkan solar cell yang mengandalkan cahaya matahari.
"Belum pernah ada jaringan listrik PLN (Perusahaan Listrik Negara) di sini," ujar Aloysius di sela-sela aksi Relawan Taman Daun menyalurkan bantuan sembako Covid-19 bagi Warga Dusun Lamanunang, Sabtu (20/6/2020).
Masalah lainnya sebagaimana disebutkan Aloysius adalah air bersih. Dari dulu warga sudah terbiasa menampung air hujan untuk kebutuhan apa saja di kampung.
Oleh karena itu, Pemerintah Desa Dulir pun mendirikan Bak Penampung Air Hujan (PAH) di setiap rumah. Sayangnya, curah hujan yang tak menentu juga tidak bisa mencukupi kebutuhan warga air selama setahun.
Jika air hujan berkurang, tandas Aloysius, warga terpaksa harus berjalan kaki menyusuri hutan dan punggung bukit menuju mata air yang jaraknya hampir dua kilometer dari pemukiman.
Pemerintah desa masih harus membuat instalasi pipa dari mata air sampai ke pemukiman warga.
"Kalau hujan kurang, air di bak juga kurang. Semua kebutuhan di sini pake air hujan," tandas Aloysius.
Selain air dan listrik, warga juga kesulitan menjual hasil komoditi pertanian mereka karena infrastruktur jalan yang sangat memprihatinkan. Hasil komoditi pertanian seperti kelapa, jambu mente, kemiri dan kacang tanah bisa dijual di Pasar Lerek atau Watuwawer.
Namun, hasil penjualan itu harus dibagi dengan ongkos transportasi yang lumayan mahal.
"Ojek satu kali jalan ke Lerek itu Rp 50 ribu. Kalau tidak ya kadang harus jalan kaki ke Lerek, bisa dua jam ke sana. Jadi hasil penjualan dibagi dengan ojek," ucapnya menerangkan.
"Kami harapkan perhatian dari pemerintah. Selama ini kami pakai dana desa untuk jalan. Pembangunan agak susah. Kalau bisa pemerintah bisa turun langsung itu bisa lihat kami di sini, lihat keadaan kami di sini," harapnya.
Di ujung wawancara, Aloysius mengakui kalau rata-rata penghasilan warga Dusun Lamanunang sebagai petani tak begitu besar.
Menurutnya, penghasilan per keluarga dari hasil tani rata-rata Rp 500 ribu per bulan. Dia sangat berharap intervensi pemerintah untuk peningkatan akses jalan, air dan listrik bisa sedikit mendongkrak perekonomian masyarakat Dusun Lamanunang.
Ditemui terpisah, Penjabat Kepala Desa Dulir, Maria MP Bungan, menjelaskan pemerintah desa terus berupaya membuat pemerataan pembangunan di Dulir dan Lamanunang.
Menurutnya, dengan anggaran dana desa yang ada, pihaknya harus cermat membagi alokasi pembangunan infrastruktur jalan, instalasi pipa dan listrik di dua wilayah tersebut.
Maria mengakui keluhan Warga Dusun Lamanunang perihal air bersih sangat beralasan karena sudah lama warga di sana hanya memanfaatkan air hujan untuk kebutuhan sehari-hari.
Kendalanya saat ini, lanjutnya, ialah bagaimana menyambung intalasi pipa dan menyalurkannya sampai ke Dusun Lamanunang yang ada di ketinggian.
Oleh karena itu, dirinya sangat berharap program Pamsimas mendatang bisa segera menuntaskan masalah air selama ini.
Maria lebih jauh mengatakan kalau masalah infrastruktur jalan dan listrik juga dialami Warga Desa Dulir. Sama seperti Warga Dusun Lamanunang, Warga Desa Dulir pun hanya memakai lampu solar cell yang hanya cukup untuk penerangan malam saja.
Sementara, akses jalan menuju ke Dulir dan Lamanunang juga sama memprihatinkan.
Bedanya, jalan ke Lamanunang berstatus jalan antar dusun. Sedangkan, jalan ke Dulir berstatus jalan kabupaten. Sebab itu, setiap tahun pemerintah desa selalu berupaya menganggarkan alokasi dana desa untuk peningkatan jalan ke Lamanunang sedikit demi sedikit.
Sedangkan, peningkatan jalan dari Lerek ke Dulir tinggal menunggu kebaikan hati Pemkab Lembata.
"Kita sementara berpikir, ikon pariwisata apa yang bisa kita jual dari Dulir sehingga pemerintah bisa perbaiki jalan ke sini," kata Maria menyungging senyum.
Menurutnya, kalau ada ikon pariwisata yang bisa 'dijual' dari Desa Dulir, maka dengan sendirinya akan ada intervensi anggaran dari Pemkab Lembata untuk peningkatan infrastruktur.
Jika tidak, maka selamanya Desa Dulir dan Dusun Lamanunang akan terus merana.
Ironis memang, tapi itulah kenyataannya. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo)