Indeks Demokrasi Indonesia Tahun 2018 Alami Penurunan Nilai.
ada klaim teman-teman mengeluh bahwa PERDA ini tidak hanya sekadar memproduk tetapi bagaimana mengimplementasi dan problem eksekutif di situ.
Jadi, kata Yohanes, yang menentukan berapa orang keterwakilan perempuan adalah kedaulatan rakyat yang memilih
" Kalau kita pemerintah, POKJA IDI berjuang, saya pikir kita melanggar aturan".
Kedua. Jelasnya, Indikator lain yang bisa diupayakan itu seperti informasi APBD.
Berkaitan dengan informasi yang bisa diupayakan seperti APBD, menurut saya itu hal yang gampang, tetapi tidak dilakukan sehingga nilai kita buruk setiap tahun.
" Hanya untuk mempublikasikan APBD saja sulit," terangnya.
Maka dari itu, kata Yohanes Tuba Helan, dibutuhkan peran OPD dan BAPEDA untuk mengkoordinasi semua OPD sehingga bisa bekerja supaya indeks nilai demokrasi bisa lebih baik.
Tak jauh berbeda dengan apa yang dikatakan Yohanes Tuba Helan. Salah satu anggota Tim Pokja, Dr. Ahmad Atang, dalam pemaparannya menjelaskan, dari tahun ke tahun ada indikator yang stagnan.
Ada pun indikator yang bersifat stagnan berkaitan dengan soal alokasi anggaran pendidikan dan kesehatan, preinisiatif, dan soal informasi APBD kepada publik
Pertama, urai Ahmad Atang, soal alokasi anggaran pendidikan dan kesehatan.
Alokasi anggaran pendidikan dan kesehatan, kata Ahmad Atang, berbicara soal demokrasi substansi. Hal itu berarti pelayan terhadap masyarakat harus terpenuhi .
" Sekarang baru agak membaik, tetapi dari dulu masih rendah terus,"katanya.
Kedua, ujarnya, soal preinisiatif.
Preinisiatif yang 5 tahun terakhir ini baru agak naik jika dibanding sebelumnya dibawah 20.
Kendati demikian, ada klaim teman-teman mengeluh bahwa PERDA ini tidak hanya sekadar memproduk tetapi bagaimana mengimplementasi dan problem eksekutif di situ.
Jadi semakin banyak kita dorong preinisiatif. Apakah semua PERDA itu bisa diimplementasikan?
Ketiga, Soal informasi APBD ke publik.