Di Belu 6.619 Ternak Babi Mati Terserang ASF
Data terkini dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Belu menunjukkan 6.619 ternak babi mati akibat terserang African Swine Fever (ASF)
Penulis: Teni Jenahas | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM| ATAMBUA - Data terkini dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Belu menunjukkan 6.619 ternak babi mati akibat terserang penyakit African Swine Fever (ASF). Total kerugian yang dialami peternak babi mencapai Rp 33 M lebih.
Hal ini dikatakan Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Belu, Nikolaus Umbu Birri kepada Pos Kupang.Com, Kamis (12/3/2020). Dikatakannya, jumlah ternak babi yang mati akibat terserang penyakit ASF sebanyak 6.619 ekor dengan jumlah pemilik ternak sebanyak 1.772 kepala keluarga. Data kematian ternak terbanyak terjadi di tiga kecamatan yakni, Atabua Barat, Tasifeto Barat, Tasifeto Timur dan Atambua Selatan. Selama dua bulan terkahir, kasus kematian ternak babi hampir tidak ada.
• Ketua DPRD Kota Kupang Yeskiel Loudoe Imbau Pemerintah Awasi Titik Keramaian
Total kerugian yang dialami peternak babi mencapai Rp 33 M lebih dengan perhitungan rata-rata, satu ekor babi dijual dengan harga Rp 5 juta.
"Data terakhir itu, total ternak babi yang mati sebanyak 6.619 ekor dari 1.772 KK pemilik ternak. Total kerugian dihitung dari harga jual babi rata-rata Rp 5 juta pr ekor, jadi kalau 6.619 ekor kali Rp 5 juta sudah Rp 33 miliar", jelas Niko Birri.
• Bupati Don Launching Kegiatan Padat Karya Dampak Covid-19
Terkait dengan hal ini, dinas sudah mendata jumlah ternak babi yang mati dan para pemilik ternak. Data tersebut sudah dikirim ke pemerintah pusat melalui Dinas Peternakan Provinsi NTT. Pemerintah Kabupaten Belu mengharapkan bantuan dari Pemerintah Pusat untuk pemulihan ekonomi bagi peternak lewat bantuan, baik dalam bentuk ternak babi maupun sisipan atau ternak jenis lainnya.
Menurut Niko Birri, di tengah pandemi Covid-19 belum bisa dilakukan pengadaan ternak apalagi pemerintah belum memastikan kondisi wilayah terutama kandang ternak yang disiapkan peternak sudah layak atau belum.
Menurut Niko Birri, sampai dengan saat ini, belum ditemukan vaksin dan obat untuk menyembuhkan penyakit ASF sehingga tidak bisa dilakukan dengan cara vaksinasi.
Satu-satunya cara yang dilakukan adalah biosecurity atau usaha untuk menjaga suatu daerah agar tidak masuk penyakit ASF dan menjaga ternak babi agar tidak tertular penyakit ASF. Virus ini menular sangat cepat, luas dan mematikan ternak babi yang sudah terjangkit.
Upaya pencegahan ASF ini membutuhkan kesadaran bersama sehingga pola Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) sangat penting. Dan pencegahan dengan pola KIE sangat efektif selama ini dalam memutus mata rantai penyebaran ASF di Kabupaten Belu. Hal ini didukung lagi dengan instruksi Bupati Belu yang melarang keluar masuk ternak babi dari dan ke Kabupaten Belu.
Niko Birri menambahkan, jika nanti pemerintah melakukan pengadaan ternak untuk pemulihan ekonomi peternak di Belu, maka dinas akan berkoordinasi dengan pemerintah pusat agar pengadaan ternak babi diambil dari daerah zona hijau seperti Flores. Pasalnya daerah Flores masih zona hijau dan dan saat ini diinformasi lagi over stok. Ketika pengadaan ternak diambil dari Flores maka anggaran tetap berputar di NTT. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Teni Jenahas)