Opini Pos Kupang tanggal 3 Juni 2020
Pancasila: Dari Ende-Nusa Bunga untuk Nusantara
Pancasila adalah ideologi negara Indonesia yang dirancang Presiden RI pertama Soekarno di sebuah taman di Ende-Flores (Nusa Bunga), NTT
Seorang Mosalaki (kepala suku atau pemimpin) harus menjamin bahwa setiap masyarakat adat harus diperlakukan secara adil.
Berdasarkan fakta-fakta adat, tidak berlebihan bahwa budaya Ende-Lio telah mengilhami Soekarno dalam merumuskan Pancasila.
Realitas ini sekaligus mementahkan tesis yang mengatakan bahwa Pancasila hanyalah obsesi Suharto sebagai produk kebijaksanaan Jawa Kuno (Prawiranegara1984,78).
Melihat sejarahnya, penulis sependapat dengan mendiang Marselinus Petu yang mengatakan bahwa
"Pancasila adalah rumah kami, tanpa Ende, Indonesia tidak mungkin mempunyai ideologi negara Pancasila."
Pancasila: Pedang Bermata Dua
Pancasila yang lahir di Nusa Bunga dan merupakan buah dari permenungan Bung Karno, kini menjadi bahan perdebatan bahkan menjadi perbantahan di antara anak bangsa.
Perdebatan tentang Pancasila masih terjadi sampai hari ini.
Sepanjang periode pasca-kolonial, pemikiran politik Indonesia telah didominasi oleh dua kelompok utama, Islamis dan yang lainnya, yang dikenal sebagai nasionalis (sekuler).
Para nasionalis percaya bahwa Pancasila adalah inklusif,
ia dapat menyediakan pijakan bersama yang digunakan untuk membangun hubungan antara berbagai kelompok dan elemen yang berbeda yang membentuk Indonesia (O'Shannassy, 2009).
Kelompok kedua adalah kelompok yang secara terbuka atau secara diam-diam ingin menggantikan Pancasila dengan ideologi yang lain seperti khilafah.
Kelompok ini melakukan propaganda dengan menuduh Pancasila sebagai produk kolonial yang harus dihabisi.
Pada titik ini, Pancasila selain hadir sebagai pemersatu bagi anak bangsa juga hadir sekaligus pemisah bagi anak bangsa.
Pancasila telah menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, ia menjadi penuntun dan inspirasi hidup bagi seluruh manusia Indonesia, tetapi juga digunakan untuk menindas anak bangsa di sisi lain.