Seniman Dadang Christianto Beri Ucapan Ulang Tahun kepada PKI, Ini Respon Fadli Zon
Dari dulu PKI anti-Pancasila dan menolak kenyataan Proklamasi 17 Agustus 1945. Proklamasi itu dianggap revolusi yg gagal. Ini monument saksi keganasan
Jadi, jelas sekali bedanya antara bangsa dan negara. Dengan demikian, negara juga perlu dibedakan dengan pemerintah.
"Kita tadi bicara siapa yang harus meminta maaf. Kalau menurut saya yang harus meminta maaf adalah negara. Pemerintah adalah perwakilan dari negara itu. Pemerintah bisa datang dan pergi; terpilih dan jatuh; negaranya tidak. Kalau pemerintah yang sekarang atau sebelumnya belum siap atau menolak meminta maaf, tidak berarti utang negara itu lunas; negara masih berutang, tinggal pemerintahnya yang belum siap," tegas Ariel.
"Saya berbicara negara secara kolektif," lanjut Ariel.
"Negara bertanggungjawab yang pertama dan utama atas kegagalan yang terjadi mengelola masyarakat di tahun 1965, baik itu presiden, parlemen, tentara, bersama-sama secara kolektif adalah negara. Saya tidak mau menujuk satu atau dua pihak," lanjut Ariel.
Menurut Ariel, dalam sejarah di Indonesia atau di banyak negara lain, kalau terjadi sebuah kekerasan massal yang meliputi wilayah yang besar dan berlangsung berbulan-bulan, biasanya negara ikut campur.
• Novena Roh Kudus ( Hari IV ) : Ecce Venit Hora : Lihat Saatnya Akan Datang
• Laka Lena Berbagi Dengan 650 KK Kurang Mampu di TTS
• 2 Bocah Ini Kaya Mendadak! Temukan Emas 1 Kg saat Lockdown Corona di Sebuah Gubuk, Harganya Miliaran
Bukan konflik antarmasyarakat.
"Dan tahun 1965 menurut saya menunjukkan itu," kata Ariel.
Apabila konflik-konflik yang terjadi di tahun 1960-an di Indonesia terjadi hanya pada level masyarakat maka yang terjadi adalah kekerasan yang bersifat sporadik, acak dan lokal. Korbannya mungkin puluhan atau ratusan.
"Saya tidak bisa membayangkan sampai ribuan. Kalau jumlahnya sampai puluhan ribu atau ratusan ribu, pasti ada bantuan negara. Dan negara tersebut bisa juga dengan bantuan negara-negara lain, bekerjasama memungkinan terjadinya kekerasan," kata Ariel.
Ariel tidak menyangkal ada konfik pada level lokal antarwarga pada 1965.
"Tetapi kalau berhenti pada level itu, anda sudah membebaskan negara dari kegagalannya dan kejahatannya ketika terlibat dalam kekerasan itu. Tetapi bila negara terlibat maka negara telah mengalihkan tanggungjawab itu kepada sesama warga yang terus menerus saling membeci dan mencurigai. Kita tidak akan pernah selesai dan akan begini terus," kata Ariel.
Sementara itu, Salim Said mengatakan bahwa mestinya kita memahami peristiwa 1965 sebagai dinamika perkembangan menjadi suatu bangsa.
Dan peristiwa itu adalah fenomena dari peradaban yang rendah yang menjadi musuh kita bersama.
"Selama bangsa ini belum bisa menerima kenyataan sejarah dan keragaman Indonesia, maka bangsa ini belum beradab. Dan kita dalam proses menjadi Indonesia yang beradab masih lama," tambahnya.
Ariel dengan tegas menyatakan berbeda pendapat dengan Salim Said soal bangsa yang beradab. Ucapan itu mengingatkannya kepada kejijikan orang-orang Eropa ketika menjajah di tanah Hindia Belanda.
"Mereka jijik melihat bangsa Indonesia: bangsa apa ini, kulitnya cokelat lagi. Ketika ada bangsa seperti Sukarno cs. yang mencoba memerdekakan diri, orang-orang asing itu kagum. Barangkali perlu dirumuskan ulang, kita yang justru kurang beradab sekarang tidak seberadab generasi tahun 1930-an itu," kata Ariel.
Prabowo Minta Sejarah Pemberontakan PKI Diajarkan Kembali
Dikutip dari Kompas.com, Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto meminta para guru rajin menceritakan sejarah pemberontakan dan kekejaman Partai Komunis Indonesia (PKI) kepada siswa-siswi di sekolah.
Hal itu disampaikan dalam acara bedah buku dan diskusi panel 'PKI Dalang dan Pelaku Kudeta G30S/1965' di Gedung Lemhanas, Jakarta, Sabtu (23/11/2019).
Prabowo berhalangan hadir dalam acara ini, tetapi teks pidatonya dibacakan oleh Rektor Unhan Letjen TNI Tri Legionosuko.
"Saya harap guru sejarah di sekolah-sekolah menyampaikan sejarah pemberontakan dan kekejaman PKI yang benar kepada para siswa-siswi," ujar Tri membaca pidato Prabowo.
Menurut Prabowo, hal ini perlu dilakukan para guru sekolah agar siswa-siswi mengerti bagaimana sepak terjang PKI dan dampak dari gerakan itu, termasuk kudeta yang dilakukan partai tersebut untuk menggulingkan era kepemimpinan Presiden Soekarno pada saat itu.
Bahkan, kehadiran PKI kala itu juga diduga bertujuan mengubah ideologi bangsa yang berpegangan pada Pancasila menjadi komunis.
"Komunisme telah mencatatkan lembaran hitam dalam perjalanan sejarah Bangsa Indonesia. Bahwa PKI selalu mencari cara dan kesempatan untuk melakukan kudeta di Indonesia," kata dia.
Prabowo turut meminta masyarakat secara umum terus waspada akan aliran komunisme yang diduga masih ada di Indonesia sampai saat ini.
Sebab, negara-negara beraliran komunis seperti China dan Kuba sejatinya masih ada sampai saat ini.
"Ideologi komunis dan gerakan komunisme di Indonesia patut diduga masih eksis. Untuk itu, kita harus selalu meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya laten komunis," ujar dia.
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Pendukung PKI Mulai Menunjukkan Diri, Fadli Zon Tunjukkan Memorabilia Kekejaman PKI, https://wartakota.tribunnews.com/2020/05/24/pendukung-pki-m ulai-menunjukkan-diri-fadli-zon-tunjukkan-memorabilia-kekeja man-pki?page=all
Editor: Dwi Rizki