Tamu Kita

Tamu Kita: Dicky Senda: Jangan Malu Pulang Kampung

Keluar dari zona nyaman sebagai seorang guru di Kota Kupang dan kembali ke kampung halaman memang bukan hal mudah.

Penulis: Apolonia M Dhiu | Editor: Apolonia Matilde
Dokumentasi pribadi
Penggagas Komunitas Lakoat.Kujawas, Dicky Senda 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Apolonia Matilde Dhiu

POS-KUPANG.COM|KUPANG - Keluar dari zona nyaman sebagai seorang guru di Kota Kupang dan kembali ke kampung halaman memang bukan hal mudah.

Tetapi, harus dilakukan. Ia harus pulang untuk memulai sesuatu yang baru.

Ia tidak ingin berjalan dengan rutinitas yang ada yang membuat dirinya tidak berkembang.

Inilah Deretan Pemain Liga Indonesia yang Pernah Bikin Sejarah di Piala Dunia, Ada Mario Kempes

Ia memilih pulang kampung dan membentuk sebuah komunitas yang diberi nama Lakoat-Kujawas.

Lakoat.Kujawas adalah sebuah komunitas kewirausahaan sosial anak muda yang bergerak di bidang seni budaya.

Komunitas kebudayaan ini memiliki coworking space, perpustakaan warga, dan ruang arsip, serta menjalankan program kerja kolaborasi dan kewirausahaan sosial dengan petani dan penenun perempuan dari Desa Mollo.

Bentuk ventura komunitas ini adalah perintisan ekowisata dan homestay yang menjual produk lokal Mollo seperti kain tenun, kopi, madu, dan sambal lu'at organik.

Nama Lakoat.Kujawas diambil dari dua nama buah: buah loquat (Eriobotryca japonica) dan buah jambu biji (kujawas).

BREAKING NEWS : Polres TTU Bekuk Spesialis Pencurian di Kota Kefamenanu

Penggagasnya adalah Dicky Senda, dengan menggerakkan warga desa Taiftob dan anak muda lainnya.

Apa saja yang dilakukan dan bagaimana Dicky menjalankan komunitas tersebut dan bermanfaat bagi masyarakat di desanya.
Ikuti wawancara Wartawati Pos Kupang, Apolonia Matilde Dhiu, dengan Dicky Senda saat menyambangi Redaksi Pos Kupang beberapa waktu lalu.

Rocky Gerung Akui Terima Surat Bareskrim Polri, Sahabat Ahmad Dhani Minta Diperiksa dengan Cara Ini

Tidak seperti anak muda lainnya yang mendapatkan pekerjaan di kota dan bekerja di kota. Tetapi Anda memilih pulang ke kampung. Apa motivasi Anda?
Memilih pulang kampung memang ada banyak faktor. Salah satunya karena sudah bosan, letih dengan pekerjaan rutinitas. Saya menjadi guru selama enam tahun saat itu, dan merasa seperti tidak berkembang. Saat bersamaan ada akitivitas komunitas waktu itu di Kupang. Saya bergabung dengan Komunitas Dusun Flobamora dan lain-lain. Dan, saya merasa lebih betumbuh dan berkembang justru di komunitas. Akhirnya memutuskan untuk keluar.
Selain itu, memang ada banyak faktor pendukung, misalnya dari keluarga sendiri, mereka lebih mendukung untuk pulang ke rumah. Karena orang tua juga sudah dimasa senja, tidak ada yang akan melanjutkan karena semua kakak keluar jauh dari rumah.
Faktor lainnya adalah banyak sekali potensi di kampung, tetapi juga diabaikan atau tidak terurus. Saya membentuk Lakoat.Kujawas. Mimpi Lakoat.Kujawas sudah bertumbuh lama, sehingga prosesnya bukan instan sejak interaksi dengan komunitas lain dan pengalaman mengikuti festival dan mengikuti residensi di luar. Saya melihat kenapa komunitas di tempat lain berkembang, dan memotivasi saya untuk semakin bekerja keras. Karena potensi di kampung begitu banyak. Saya juga bertemu beberapa anak muda yang memiliki kerinduan yang sama untuk membantuk komunitas.
Dan, saat ini Komunitas Lakoat-Kujawas masuk tahun ke-4.

Waspada! 14 Wilayah Ini Hujan Lebat Disertai Petir Besok, Selasa 31 Maret 2020, Termasuk Daerahmu?

Bagaimana dengan tanggapan masyarakat, saat Anda membentuk Komunitas Lakoat.Kujawas?
Yah, karakter kita orang Timor dan NTT pada umumnua, biasanya harus ada bukti dulu. Saya membuktikannya bahwa komunitas ini bukan ecek-ecek. Ini serius dan potensi ini bisa menguntungkan banyak hal. Memang di tahun-tahun awal, saya dan beberapa teman yang saat ini sedang study beasiswa ke Australia sebagai perintis awal. Saya juga oangnya yang suka mencoba dan tes, sehingga saya membuat gerakan dulu.
Awalnya saya membentuk kegiatan literasi bersama anak-anak. Setelah berjalan satu tahun, orang tua di kampung malah ingin bergabung. Kanapa hanya anak-anak, lalu kami yang orang tua mau buat apa. Kira-kira apa yang bisa dibuat?
Saya menantang mereka,"menurut bapa mama punya apa, ada potensi apa?" Kalau saya sudah mulai dengan membuat produk kuliner dari bahan-bahan baku lokal, seperti sambal lakuat, kopi dan sebagainya yang bahanya berasal dari kebun di sekitar rumah. Kami mencoba menjualnya melalui online menggunakan Instagram, Facebook. Di satu sisi yang saya lakukan dengan teman-teman di Lakoat adalah membangun ekositem.

Bagaimana reaksi pasar online saat itu?
Yah memang untuk pasar dan produk dan sebagainya untuk kelanjutan. Yang paling penting adalah membangun rasa percaya diri, bagaimana membangun keterlibatan warga. Karena komitmen susah -susah gampang dan membutuhkan waktu, tenaga, dan harus konsisten untuk sampai ke sana. Karena gerakan kami adalah swadaya. Kami bukan dapat hibah dana dari LSM dan sebagainya. Sementara kami memang mulai dari nol. Merintis, membangun rasa percaya diri luar biasa, dan memang menarik karena terkait identitas. Sehingga, orang tua mulai bergabung, dan saat ini ada juga anak muda yang bergabung.
Bahkan, orang-orang muda yang menurut saya juga mempunyai prespektif bagus. Kami sedang melawan bagaimana orang semua pada lari ke kota, orang di kampung tamat SD, SMP dengan skill terbatas jadi buruh di kota, jadi pembantu rumah tangga, pergi ke Malaysia dan Kalimantan. Kampung hari ini adalah kampung kosong. Padahal, menurut saya orang muda itu orang-orang yang produktif, pemikir dan harusnya energi mereka bisa dipakai membangun kampung. Tapi hari ini kampung adalah anak-anak, nenek-nenek, dan ba'i-ba'i. Sementara orang muda merantau semua.

Update Kondisi Pemain Persib Bandung Wander Luiz yang Terkonfirmasi Positif Virus Corona

Halaman
123
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    berita POPULER

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved