Breaking News

Ngeri, Begini Ciri-ciri dan Penampakan Paru-paru Terinfeksi Virus Corona, Masih Anggap Remeh?

Ngeri, Begini Ciri-ciri dan Penampakan Paru-paru Terinfeksi Virus Corona, Masih Anggap Remeh?

Editor: maria anitoda

Ngeri, Begini Ciri-ciri dan Penampakan Paru-paru Terinfeksi Virus Corona, Masih Anggap Remeh?

POS-KUPANG.COM -  Ngeri, Begini Ciri-ciri dan Penampakan Paru-paru Terinfeksi Virus Corona, Masih Anggap Remeh?

Melansir CNN Health, sebuah video resmi dirilis oleh RS Universitas George Washington, Amerika, yang tunjukkan kondisi paru-paru pasien corona.

Paru-paru tersebut milik seorang pria berumur 59 tahun yang sakit Covid-19 setelah sebelumnya tidak tunjukkan gejala apapun.

Keluarga Korban Tenggelam di Embung Malelat TTU Terima Sebagai Musibah

Pemda Ende Siapkan Rp 10 Miliar untuk Antisipasi Penanganan Corona

RSUD Kefamenanu Ditunjuk Sebagai RS Second Line Penanganan Covid-19

Kini, si pasien telah memiliki penyakit Covid-19 dan paru-parunya disebut gagal dalam bekerja secara normal.

Hal tersebut disebutkan oleh Dr. Keith Mortman, ketua tim operasi dada di RS Universitas George Washington.

Video tiga dimensi tersebut tunjukkan kerusakan akut pada paru-paru pria sehat berumur 59 tahun dengan kondisi tekanan darah yang tinggi, ujar Mortman.

Sejak menderita Covid-19, pasien tersebut memerlukan ventilator untuk membantunya bernapas.

Namun walau ventilator sudah disetel dalam kondisi paling maksimal, alat tersebut masih kurang dalam membantunya bernapas.

Ia masih memerlukan mesin lain untuk melakukan sirkulasi darah dan kirimkan oksigen ke seluruh tubuh.

Mortman menyebut, "ini bukanlah pasien lansia dengan penyakit bawaan dan sistem imun yang lemah.

"Selain tekanan darahnya yang tinggi, dia tidak memiliki rekaman medis yang lain sehingga kondisinya sesungguhnya masih prima.

"Dia adalah pria yang mengurusi urusannya sendiri dan mendapatkan penyakit ini.

"Jika kita lakukan rekaman lagi seminggu kemudian, kemungkinan besar infeksi dan proses peradangan menjadi jauh lebih parah."

Pada video tersebut tunjukkan paru-paru berwarna biru muda, dan kemudian ada beberapa area yang berwarna kuning.

Area berwarna kuning tunjukkan bagian paru-paru yang terinfeksi virus Corona dan telah terjadi peradangan.

Saat paru-paru mendapatkan infeksi virus, organ tersebut akan mengunci virus agar tidak menyebar lebih jauh.

Dari video dapat dilihat jika kerusakan tidak hanya terjadi di satu lokasi saja.

Kerusakan paru-paru akibat Covid-19 justru tutupi kedua paru-paru dalam luasan yang besar, tunjukkan betapa cepat dan agresifnya infeksi dapat terjadi.

Infeksi ini juga dapat terjadi di pasien yang berusia masih muda.

Untuk saat ini, pasien yang paru-parunya direkam tersebut masih dalam kondisi kritis di ICU.

"Untuk pasien yang rasakan kegagalan sistem pernapasan, kerusakan paru-paru ini cepat dan menyebar dengan hitungan menit hingga detik," ujar Mortman dalam emailnya.

"Sayangnya, sekali kerusakan mencapai level ini, paru-paru memerlukan waktu yang lama untuk sembuh.

"Kira-kira 2-4% pasien Covid-19 paru-parunya akan rusak permanen dan akan kalah dengan penyakit tersebut."

Dapat dikatakan, jika sampai kondisi demikian maka paru-paru akan gagal berfungsi dan pasien mengalami kematian.

Virus Corona secara umum adalah lawan dari sistem pernapasan yang ada di alam.

Ia akan masuk ke membran mukus manusia, lalu masuk ke paru-paru.

Peradangan adalah respon tubuh dalam melawan virus ini," jelas Mortman.

Usaha tubuh untuk melawan virus ini akan timbulkan proses peradangan di paru-paru, sehingga tanda kuning dalam video tersebut tunjukkan infeksi dan peradangan paru-paru.

Peradangan mencegah paru-paru mengirim darah kaya oksigen dan hilangkan karbon dioksida dari darah kotor.

Hal tersebut akan sebabkan pasien sesak napas, atau menarik napas sangat banyak untuk seimbangkan kadar oksigen dan karbon dioksida.

Video ini tunjukkan jika penggambaran gejala umum: batuk dan napas pendek, tidak benar-benar menggambarkan dampak virus terhadap tubuh.

Pada beberapa orang, kerusakan ini akan bersifat permanen, jelas Mortman.

Hasil ini membuat Amerika sangat gencarkan himbauan untuk lakukan social distancing dan isolasi diri.

Teknologi yang digunakan untuk merekam paru-paru ini adalah dengan CT Scan yang biasa digunakan untuk mendeteksi adanya sel kanker dan untuk rencanakan tindakan operasi.

Namun untuk pertama kalinya, teknologi ini digunakan untuk melawan virus Corona.

Keluarga Korban Tenggelam di Embung Malelat TTU Terima Sebagai Musibah

Pemda Ende Siapkan Rp 10 Miliar untuk Antisipasi Penanganan Corona

Cegah Virus Corona, Pemerintah Potong Biaya Perjalanan Dinas Selama Enam Bulan ke Depan

Pembelajaran Melalui Video Online

Alumni HIMAKEB Kupang Semprot Disinfektan di Gereja Paroki Sanjose Bajawa, Simak Liputannya!

Baca juga berita lainnya:

Penelitian di Inggris tunjukkan model yang terjadi jika tidak ada negara yang lakukan pengawasan terkait virus Corona.

Jika dibiarkan saja, virus ini dapat membunuh lebih banyak lagi manusia.

Jumlah umat yang masih bisa sakit pun masih bisa jauh lebih banyak lagi dari sekarang.

Hasil penelitian juga tunjukkan betapa pentingnya aksi social distancing dalam pencegahan penyakit ini.

Sampai saat ini sudah banyak negara lakukan pengawasan ketat terkait wabah Corona di negara mereka masing-masing.

Rupanya, penelitian ini menunjukkan hasil mengerikan jika tidak ada negara yang lakukan pencegahan dan menghadapi virus Corona dengan biasa-biasa saja.

Peneliti di Imperial College London membuat penemuan berdasarkan analisis yang mengestimasi skala potensial dari pandemi ini di seluruh dunia.

Dalam model tersebut, tim temukan jika Covid-19 tidak ditangani, sekitar tujuh miliar orang dapat terinfeksi.

Jumlah itu adalah sekitar 90 persen dari populasi global.

Di seluruh dunia tercatat 500 ribu masyarakat global terinfeksi dan lebih dari 23000 jiwa meninggal dunia.

Penelitian ini tidak digunakan untuk memprediksi apa yang akan terjadi.

Namun tujuan mereka adalah untuk mengilustrasikan besarnya masalah dan keuntungan aksi cepat tanggap yang bisa dilakukan.

Laporan penelitian ini merupakan hasil ke-12 dari tim tersebut sejak merebaknya virus ini di Wuhan, China, Desember 2019 silam.

"Penemuan kami temukan jika semua negara hadapi pilihan antara pencegahan cepat dan intensif serta memaksa, atau sistem kesehatan akan dengan cepat kewalahan" ujar salah satu penulis Dr Patrick Walker, anggota fakultas kesehatan di Imperial.

"Namun, hasil kami yang perlihatkan aksi kolektif dan cepat tanggap tersebut dapat selamatkan jutaan nyawa tahun berikutnya."

Pencegahan serupa dilakukan termasuk lockdown di seluruh dunia termasuk Inggris, beberapa negara bagian Amerika, India, Spanyol, Italia, Perancis dan China.

Penelitian menggaris bawahi jika kegagalan upaya mitigasi berupa gagal dalam social distancing dapat berdampak besar dalam hilangnya nyawa manusia.

Peneliti melihat sejumlah skenario, termasuk apa yang terjadi jika dunia tidak bereaksi apa-apa terhadap Covid-19.

Skenario tersebut disebut 'skenario tanpa mitigasi'.

Mereka juga masukkan dua skenario termasuk terapkan social distancing.

Hasilnya terjadi epidemi dengan puncak kecil, disebut dengan skenario mitigasi.

Masih ada beberapa skenario untuk menekan penyebaran penyakit yang dapat berdampak dalam mengurangi penyebaran penyakit dan jumlah kematian.

Menurut skenario tanpa mitigasi, jika tidak dikawal dengan baik, virus dapat menginfeksi tujuh milyar jiwa manusia dan membunuh 40 juta jiwa tahun ini.

Keluarga Korban Tenggelam di Embung Malelat TTU Terima Sebagai Musibah

Pemda Ende Siapkan Rp 10 Miliar untuk Antisipasi Penanganan Corona

RSUD Kefamenanu Ditunjuk Sebagai RS Second Line Penanganan Covid-19

Cegah Virus Corona, Pemerintah Potong Biaya Perjalanan Dinas Selama Enam Bulan ke Depan

Di Amerika, skenario dengan tanpa pengawasan dapat menyebabkan 218 kematian, dan di Inggris sendiri mencapai 490 ribu kematian.

Tim peneliti menyebut adopsi tes cepat untuk buktikan kondisi kesehatan publik, seperti tes cepat dan kasus isolasi serta social distancing dalam wilayah yang luas dapat mencegah penularan lebih lanjut lagi.

Hal-hal ini penting dalam menurunkan dampak pandemi ini.

Oleh sebab itu bagi Anda yang masih mengabaikan kebijakan social dan physical distancing, mohon untuk mulai lakukan hal ini mulai sekarang.

Mengurangi kontak sosial sebanyak 40 persen, ditambah dengan kurangi kontak sosial di penduduk lansia sebanyak 60 persen dapat mengurangi jumlah penyebaran virus Corona sampai separuhnya.

Jika semua negara terapkan strategi ini maka 95 persen kematian dapat dicegah.

95 persen kematian tersebut dapat selamatkan nyawa 38.7 juta jiwa.

Namun jika dilakukan nanti-nanti, maka tingkat kematian meningkat menjadi 1.6 kematian per 100 ribu populasi per minggu.

Hasilnya, jumlah nyawa yang bisa diselamatkan haya 30.7 juta jiwa. (*)

Sumber: Grid.ID
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved