Pakaian ABK World Dream Dibakar

Sebanyak 188 warga negara Indonesia ( WNI) yang telah dipindahkan dari kapal pesiar World Dream ke KRI Soeharso tiba di Pulau Sebaru

Editor: Kanis Jehola
POS KUPANG/SERVATINUS MAMMILIANUS
KRI dr. Soeharso 990, saat hendak sandar di Pelabuhan Labuan Bajo, Selasa (10/9/2013) pagi 

POS-KUPANG.COM | JAKARTA -Sebanyak 188 warga negara Indonesia ( WNI) yang telah dipindahkan dari kapal pesiar World Dream ke KRI Soeharso tiba di Pulau Sebaru Jumat (28/2/2020) sore.

Sterilisasi di pulau Sebaru, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta terkait virus corona akan diperhatikan khusus oleh Kementerian Kesehatan.

Salah satunya dengan memusnahkan pakaian yang melekat pada 188 Warga Negara Indonesia ( WNI) saat diobservasi di Pulau Sebaru tersebut dengan alat insinerator. Insinerator atau alat pembakaran sampah adalah teknologi pengolahan sampah yang melibatkan pembakaran sampah organik.

Jelang Pentabhisan Uskup Ruteng Mgr Siprianus Disambut secara Adat

Pantauan Tribun sebanyak dua insinerator itu dibawa dari KRI Banda Aceh menggunakan kapal ke Pulau Sebaru. Dari kapal dipindahkan oleh para anggota TNI untuk di masukkan ke dalam pulau tersebut.

Insinerator itu cukup berat. Pasalnya, sebanyak lebih dari enam anggota TNI yang mengangkatnya. Insinerator itu memiliki tinggi hampir dua meter. Berwarna biru, memiliki kotak penampung barang yang dibakar, serta cerobong asap di atasnya.

Julie Sutrisno Laiskodat Menjadi Anggota DPR RI Ini Komentar Ana Waha Kolin

Koordinator Lapangan Tim Kesehatan Kementerian Kesehatan, Gunawan Wahyu Nugroho, mengatakan bahwa nantinya pakaian 188 ABK Kapal World Dream, itu akan dimusnahkan menggunakan insinerator tersebut. "Ada dua insinerator yang kami bawa untuk di pulau ini. Nanti pakaian mereka dimasukkan ke dalam insinerator untuk dimusnahkan," kata Wahyu.

Pemusnahan itu, dengan dibakar menggunakan insinerator. Dimana mencapai temperatur 850 derajat celsius selama dua detik untuk memecah racun kimia organik. Residu atau hasil dari pembakaran di insinerator itu berupa abu dan asap yang sudah steril.

"Seluruh masker yang digunakan nantinya juga akan dimusnahkan menggunakan insinerator ini," kata Wahyu.

Gunawan Wahyu Nugroho akan berada di Pulau Sebaru selama 14 masa observasi corona bersama anak buahnya. Wahyu dan bawahannya akan kontak langsung dengan 188 Warga Negara Indonesia yang diobservasi di Pulau Sebaru. Tapi, Gunawan tidak merasa takut karena melakukan observasi standar prosedur dari World Health Organization (WHO).

"Kita prinsipnya kalau sesuai prosedur ngapain mesti takut ini tantangan. Kalau tidak ada yang mau siapa lagi? Ini kan warga kita," ujar Wahyu.

Kata dia virus corona COVID-19 tidak akan mudah meluas di iklim tropis, seperti di Indonesia. Selama dua jam di benda padat virus itu akan mati. Hal terpenting, kata dia, adalah menjaga kebugaran. Agar tidak mudah terkontamintasi oleh virus corona.

"Prinsipnya sebetulnya, intinya bugar. Bugar berarti bukan harus olahraga terus. Jangan sampai faktor kelelahan itu menurunkan faktor imunitas. Dia tetap bugar, teman-teman akan kontrol untuk menu dan lain-lain kita lihat," kata dia.

Wahyu memastikan apa yang dikerjakan oleh Tim Kesehatan akan mengacu pada standar WHO. Terutama saat menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).
"Ya kita pakai APD, karena angin kencang dan lain-lain. Kita menggunakan safety," kata dia.

Perwira Penerangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I Letkol Ampu Prionggoro memastikan persiapan untuk observasi sudah hampir rampung. "Sebagaimana disampaikan oleh Panglima TNI bahwasanya semua persiapan dalam rangka memyambut kedatangan WNI sudah siap," kata Ampu.

Ampu menjelaskan area observasi di Pulau Sebaru memang berbeda dengan di Pulau Natuna. Jika di Natuna berbentuk hanggar, sedangkan di Pulau Sebaru bangunan. KRI dr Soeharso juga tidak bersandar di daratan Pulau Sebaru.

Sebanyak 188 WNI akan dipindahkan dari KRI dr Soeharso ke kapal-kapal ukuran kecil, sehingga bisa mendarat di dermaga.

"Setelah kapal tiba dari KRI dr Soeharso, kapal besar tidak bisa bersandar mungkin akan menggunakan kapal-kapal ukuran kecil yang akan mendarat di dermaga. Sebelum masuk dicek dilihat oleh Tim Kemenkes, kemudian itu pun tidak langsung masuk melalui beberapa tahapan," ujarnya.

Sementara kegiatan sehari-hari 188 WNI hampir sama dengan observasi di Pulau Natuna. "Bangun pagi, salat subuh bagi yang muslim, kemudian dilanjutkan dengan olahraga pagi sama seperti yang lainnya yang intinya olahraga tapi tidak membuat mereka lelah, tetap fresh, mereka senang dan bahagia," ucap Ampu.

Ampu memastikan area di Pulau Sebaru akan disterilisasi dan dijaga oleh TNI dan Polri "Ini jelas ketika kita masuk ke sini (Pulau Sebaru) ring 1, ini akan dijaga unsur dari TNI, mungkin di dermaga ada dari kepolisian, TNI AL, sama-sama berjaga," ujar Ampu.

Warga Menolak

Sejumlah orang yang mengatasnamakan warga Kepulauan Seribu berunjuk rasa di depan kantor Gubernur Anies Baswedan, Balai Kota DKI, Jakarta Pusat. Maksud kedatangan mereka ialah menyuarakan permintaan kepada Presiden RI Joko Widodo dan Gubernur DKI untuk meninjau ulang pemilihan Pulau Sebaru Kecil, Kepulauan Seribu sebagai lokasi observasi 188 WNI Kapal World Dream.

"Kita hanya minta untuk meninjau ulang keputusan observasi di Pulau Sebaru. Kita minta observasi tetap dilakukan di KRI Soeharso," kata Ketua DPD II KNPI Kepulauan Seribu Lukman Hadi.

Mereka menuangkan aspirasinya pada karton ukuran 40 cm x50 cm, bertuliskan "Observasi di Atas Kapal", "Tinjau Ulang Observasi di Kepulauan Seribu", "Kami Minta Jaminan Kesehatan".

Jika pemerintah pusat tetap bergeming, Lukman mengatakan pihaknya hanya bisa menerima keputusan itu tapi dengan sejumlah catatan. Catatan itu dituangkan dalam surat terbuka yang ditujukan kepada Jokowi, Anies, Menteri PMK, hingga Menteri Kesehatan.

Pertama, warga Kepulauan Seribu meminta pemerintah pusat dan daerah memberi jaminan kesehatan semisal fasilitas posko, serta alat pendukung agar masyarakat di wilayah terdekat dapat mendeteksi virus corona (COVID-19). Lalu, meminta Kementerian Kesehatan membuka fakta dan data 188 WNI yang diobservasi.

Kemudian mereka juga meminta pemerintah pusat memberikan garansi keamanan terkait kelangsungan sektor pariwisata yang selama satu dekade menjadi sumber ekonomi masyarakat selain perikanan.

"Kita minta pemerintah menyiapkan dokter, psikiater untuk di tempatkan di pulau-pulau berpenduduk. Serta alat pendeteksi dini. Harus ada pendeteksi, kenapa? Itu sebagai upaya pencegahan akibat observasi yang ada di sana," ujarnya. (tribun network/dan/nis/wly)

Cerita Dayat, Penjaga Pulau Sebaru

Nama Pulau Sebaru Kecil, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, mendadak ramai diperbincangkan.Nama Pulau Sebaru Kecil mencuat lantaran dijadikan tempat observasi sebanyak 188 Warga Negara Indonesia (WNI) Anak Buah Kapal (ABK) dari Kapal World Dream, Hongkong. Terkait dengan dugaan virus corona.Namun, Pulau Sebaru Kecil sendiri banyak orang yang tidak mengetahui.

Berbeda dengan Dayat (52), warga Pulau Harapan, Kepulauan Seribu. Ia mengenalnya karena pernah bertugas di Pulau Sebaru Kecil pada tahun 2000-an lalu."Dulu saya pernah jadi penjaga Pulau Sebaru Kecil. Tugasnya serabutan. Ya bersih-bersih, benerin kalau ada yang rusak. Intinya jagain pulau itu," kata Dayat saat ditemuu, di Pulau Lipan, Jumat (28/2.

Dayat melanjutkan ceritanya lagi. Ia bertugas bersama empat rekannya. Sama-sama berasal dari Pulau Harapan. Setiap hari mereka dijemput oleh kapal dari Pulau Harapan menuju Pulau Sebaru Kecil."Dulu gajinya Rp 70.000 per hari. Kerja dari jam 8 pagi sampai jam 4 sore. Langsung balik lagi ke rumah," kata pria kelahiran Bangka Belitung tersebut.

Pulau itu merupakan tempat rehabilitasi narkoba. Saat itu menurut Dayat hanya ada 10 orang yang direhabilitasi. "Saya yang setiap hari bersihkan ruangan-ruangan di pulau itu. Menyapu, mengepel, rapihkan ruangan," katanya.

Menurut Dayat, pulau itu dimiliki salah satu pengusaha. Namun, pemilik itu jarang ke pulaunya tersebut."Dia juga yang punya pulau resort di Pulau Pantara Timur," jelasnya.

Dayat mengaku hanya bekerja selama satu tahun. Lantaran jaraknya yang terlalu jauh. Ia pun kini memilih bekerja kembali sebagai nelayan. "Memang dasarnya saya nelayan. Jadi sekarang balik lagi jadi nelayan. Cari ikan bareng anak saya," kata bapak empat anak ini.

Menjadi nelayan, Dayat sehari-hari mendapatkan hasil dari tangkapan ikannya kurang lebih Rp 300.000 per hari. Jumlah itu belum dipotong untuk biaya bahan bakar kapal Rp 120.000."Enaknya hidup di pulau itu guyub dengan para tetangga. Kalau lagi ada yang kesusahan pasti ada yang bantu. Beda kalau di kota, mikirnya sendiri-sendiri," katanya.

Apalagi, lanjut Dayat, untuk hidup di pulau tidak terlalu berat untuk memikirkan soal makan. Pasalnya, banyak ikan yang bisa dijadikan lauk tanpa harus membelinya."Kalau di pulau cukup punya nasi. Ikannya kita cari di laut, nggak perlu beli," katanya.

Namun, kini ia mengaku badanya tak sekuat saat muda yang tahan segala cuaca, kuat diterpa panas dan angin laut. Dayat melanjutkan ceritanya. Ia pernah mencoba peruntungan untuk bekerja sebagai penjaga kapal."Pernah setahun lalu kerja di Pantai Mutiara (Penjaringan, Jakarta Utara) jadi penjaga kapal. Tugasnya menyiapkan kapal-kapal majikan saya kalau mau dipakai. Juga merawat kapal-kapalnya," kata Dayat.

Ia mengaku digaji Rp 5 juta. Jumlah yang cukup besar bagi dirinya. Ia pulang pergi ke rumahnya seminggu sekali.Tapi kembali ia tinggalkan pekerjaan itu. Kini ia memilih kembali tinggal bersama keluarganya di pulau."Lebih baik hidup sederhana tapi masih bisa ketemu keluarga tiap hari di pulau," katanya. (tribun network/denis/m yusuf)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved