Masa Puasa Katolik Dimulai pada Rabu Abu! Mengapa Disebut Rabu Abu?
Angka “40″ selalu mempunyai makna rohani sebagai lamanya persiapan. Misalnya, Musa berpuasa 40 hari lamanya sebelum menerima Sepuluh Perintah Allah
Teringat saat pelajaran menggambar di sekolah dulu, aku bisa mendapatkan warna kelabu dengan mencampurkan warna putih dengan warna hitam.
Semakin banyak warna hitam yang aku campurkan, semakin gelap warna kelabu yang dihasilkan.
Pergulatan batin manusia juga selalu ditarik ke dua arah putih dan hitam, negatif dan positif, mudah dan sulit, sukacita dan dukacita, dingin dan ramah, optimis dan pesimis, rajin dan malas, pelit dan murah hati.
Walau tentang baik dan buruk kadang tidak selalu bisa diambil batas yang jelas. Banyak hal berada di wilayah abu-abu. Mungkin karena kita tidak pernah sepenuhnya hitam atau sepenuhnya putih tetapi selalunya komposisi dari keduanya.
Dalam masa-masa berpantang dan berpuasa ini warna abu mengingatkanku untuk mengatur keseimbangan komposisi hitam dan putih yang menjadi pilihan-pilihanku setiap hari.
Warna-warna hitam kegelisahan, iri hati, kemalasan, kesombongan, kehilangan harapan, diimbangi dengan warna-warna cerah dari kemurahan hati, belaskasihan, solidaritas, harapan, kasih pengampunan dan pengorbanan.
Pergulatanku setiap hari untuk memadukan dua warna yang berbeda ini akan menghasilkan komposisi warna yang akhirnya akan mewarnai seluruh hari-hariku dan relasiku dengan sesama dan Tuhan.
Semuanya kembali kepada diriku. Kadang memilih untuk mencampurkan lebih banyak warna putih sangat berat dan ‘makan hati’ , tetapi aku teringat kepada perumpamaan yang diberikan Yesus kepada para murid,
“Demikian pula hal Kerajaan Surga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, ia pun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu”.
Bagaimanapun beratnya, keputusanku dan kesadaranku untuk mencampurkan lebih banyak warna putih setiap hari mengantarkanku kepada harta mutiara yang terindah yang tersembunyi yang hanya bisa ditemukan dalam warna abu-abu muda yang tidak terlalu banyak warna hitamnya.
Beberapa waktu setelah hari itu, baru aku mengetahui bahwa pemberian abu di gereja Katolik di Milan ternyata dilakukan pada hari Minggu pertama masa Pra Paskah dengan cara penaburan abu di ubun-ubun kepala.
Akhirnya semua menjadi jelas bagiku setelah sahabatku, Shirley Hadisandjaja, seorang Katolik yang menikah dengan pria Italia dan bermukim di Milan, menjelaskan hal berikut ini:
Semua paroki di bawah Keuskupan Agung Milan memakai ritus Katolik Ambrosian. Keuskupan Agung Milan sering pula disebut Keuskupan Ambrosian. Keuskupan Ambrosian ini mengepalai paroki di propinsi Milano, Varese, Lecco, sebagian paroki di propinsi Como dan beberapa paroki di Bergamo dan Pavia.
Dinamakan Ambrosian karena mengambil nama dari pendiri ritus ini dan Santo Pelindungnya yaitu Santo Ambrosius, yang sangat dihormati dan dicintai dan merupakan salah satu Santo Pelindung terpenting di Negara Italia.
Ritus Ambrosian sendiri adalah ritus Liturgi dari Gereja Katolik Milanese, yang berbeda dengan ritus Gereja Katolik Roma.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/rabu-abu_20170301_122037.jpg)