Selamat Tinggal Negara Berkembang! AS Memasukkan Indonesia sebagai Negara Maju, Apa Maksudnya?
Selamat tinggal status negara berkembang. Indonesia beranjak dari status negara berkembang menjadi negara maju. Benarkah?
Langkah ini juga mencerminkan kejengahan Presiden AS Donald Trump, bahwa negara-negara ekonomi besar seperti China dan India diperbolehkan menerima preferensi khusus sebagai negara berkembang di Organisasi Perdagangan Dunia ( WTO).
Dalam kunjungannya ke Davos, Swiss pada bulan lalu, Donald Trump menyebut WTO tidak memperlakukan AS secara adil.
"China dipandang sebagai negara berkembang. India dipandang sebagai negara berkembang. Kami tidak dipandang sebagai negara berkembang. Sepanjang yang saya ketahui, kami juga negara berkembang," cetus Trump.
Adapun tujuan preferensi khusus yang diterapkan WTO terhadap negara-negara berkembang adalah untuk membantu dalam menurunkan kemiskinan, menyerap tenaga kerja, dan mengintegrasikan negara-negara ini ke dalam sistem perdagangan dunia.
* Menko Polhukam Mahfud MS ungkap 2 ancaman kedaulatan Indonesia berdasarkan analisis Prabowo Subianto
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan ( Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, ada dua ancaman kedaulatan di wilayah teritorial Indonesia.
Ini berdasarkan analisis yang disampaikan oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
"Saat ini ada dua yang menjadi ancaman teritorial Indonesia berdasarkan analisis Menhan," ujar Mahfud di Markas Bakamla, Jakarta Pusat, Jumat (21/2/2020).
Pertama, kata dia, ancaman di Laut Natuna Utara atau Laut China Selatan.
"Karena di situ ada klaim dari China yang di dalam konteks hukum internasional itu tidak ada. Itu klaim sejarah dan hak tradisional yang katanya sudah ribuan tahun lalu orang China terbiasa mencari ikan di Laut China Selatan," tutur Mahfud.
Padahal, apa yang dilakukan China itu melanggar hak berdaulat Indonesia. Mahfud juga menyebut hal tersebut ancaman terhadap teritori Indonesia.
Dia pun mengingatkan ancaman China tidak bisa dihadapi dengan adu kekuatan.
Secara hitungan matematis, jika perang fisik dengan China terjadi, dipastikan Indonesia akan kalah.
"Penduduk China 1,3 miliar, pasti lebih besar kekuatannya dari Indonesia sehingga kalau kita hadapi secara fisik hitungan matematis ya kita bisa kalah, tetapi kita punya hukum internasional, konstitusi," ucap Mahfud.
Oleh karena itu, Mahfud menegaskan, Indonesia akan tetap mempertahankan wilayah perairan Natuna Utara itu sebagaimana amanat konstitusi.