Berita Populer

BERITA POPULER: Alasan 17 Mahasiswa Timor Leste Tak Jadi Dikarantina & Ayah Tiri Gauli Anak Tiri

BERITA POPULER: Alasan 17 Mahasiswa Timor Leste Tak Jadi Dikarantina & Ayah Tiri Gauli Anak Tiri

Editor: maria anitoda
Getty via tatoli.tl
BERITA POPULER: Alasan 17 Mahasiswa Timor Leste Tak Jadi Dikarantina & Ayah Tiri Gauli Anak Tiri 

Menurut Wahid, biaya penginapan ditanggung IOM. "Kami hanya menunggu saja. IOM sangat membantu, baik penginapan dan makan minum. Kalau mereka (IOM) tidak ada, mungkin kami susah," ujarnya.

Wahid memilih ke Indonesia agar mendapatkan negara ketiga. Di negara asalnya sudah puluhan tahun bergejolak. Pada tahun 2013 lalu, Wahib kabur dari negara asalnya ke New Delhi, India menggunakan dokumen yang lengkap. Selanjutnya, menunju ke Kuala Lumpur, Malaysia.

Kemudian Wahid melakukan perjalanan ke Jakarta dibantu oleh rekannya agar berproses untuk mendapatkan negara ketiga. "Lalu saya ke UNHCR di situ (Jakarta) untuk melapor," katanya.

Selama di Kota Kupang, Wahid mengaku, nyaman karena diterima dengan baik oleh warga sekitar. "Di Kupang kami nyaman, mereka (warga lokal) sangat baik. Terima kasih," ucapnya.

Seorang pengungsi asal Afganistan lainnya, juga berharap segera mendapatkan negara ketiga. Sama seperti rekannya, ia juga telah menunggu selama 5 tahun.
Nasib berbeda dialami Amir Ahmad (33). Setelah 5 tahun menunggu, ia bisa mendapatkan negara ketiga. Amir beserta istri dan dua anaknya mendapatkan negara ketiga, yakni Amerika Serikat.

Walaupun telah mendapatkan negara ketiga pada tahun 2019, lanjut Amir, pihaknya masih menunggu proses selanjutnya dari UNHCR untuk menuju Amerika Serikat.
"Sudah dapat negara ketiga, tapi masih ada proses lagi. Selama ini hanya menunggu," katanya saat ditemui di Hotel Kupang Inn, Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang, Senin (3/2/2020).

Amir tiba di Indonesia tahun 2014. Dia membawa keluarganya dari Afganistan. Selama di Kota Kupang, Amir menghabiskan waktu bersama kedua buah hatinya yang berumur 4 tahun dan 2 tahun. "Saya hanya main sama anak. Saya bantu awasi anak," ujarnya melalui seorang penerjemah.

Meskipun merasa jenuh karena aktivitas tersebut dilakukan selama beberapa tahun terakhir, hal tersebut dilakukan karena sebagai pengungsi, lanjut Amir, tidak banyak hal yang dapat dilakukan.

Ia mengaku setiap bulan mencukupi kebutuhan hidup dengan uang yang diberikan IOM sebesar Rp 3,5 juta. Setiap orang dewasa diberikan Rp 1.250.000 dan jika memiliki anak akan diberikan Rp 500 ribu untuk 1 anak. Salah satu anaknya mendapatkan kesempatan belajar di PAUD.

Tertib dan Sopan

Petugas keamanan Hotel Kupang Inn, Abi Hutri Tefa (27) mengatakan, para pengungsi yang menetap di hotel sangat tertib dan sopan. "Mereka aman-aman saja, interaksi dengan kami juga baik dan sopan," katanya, Selasa (4/2/2020).

Menurutnya, aktivitas para pengungsi sehari-hari lebih banyak dihabiskan di area penginapan. Untuk pengungsi yang telah berkeluarga, kata Abi, lebih banyak melakukan aktivitas rumah tangga, berbelanja di pasar tradisional dan menjaga anaknya.

Sedangkan untuk pengungsi yang masih bujang, tidak hanya ke pasar tradisional, mereka juga sering melakukan aktivitas dengan jalan-jalan, bermain futsal di sarana olahraga dan mengikuti gim. "Karena mereka masak sendiri makanya paling seringnya ke pasar," ujarnya.

Abi mengatakan, para pengungsi diberikan kebebasan hingga pukul 21.00 Wita. "Kami ada 4 orang yang bekerja secara shift. Kalau mereka keluar pun meminta izin dan saat kembali pun memberitahu kami," jelasnya.

Mengenai komunikasi, Abi mengaku, para pengungsi telah beberapa tahun tinggal di Kota Kupang sehingga bisa sedikit berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia.
"Mereka mengerti bahasa Indonesia sedikit-sedikit. Soal izin keluar mereka mengerti," katanya.

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved