Opini Pos Kupang

Infrastruktur dan Otonomi Fiskal

Mari membaca dan simak isi Opini Pos Kupang berjudul infrastruktur dan otonomi fiskal

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto Infrastruktur dan Otonomi Fiskal
Dok
Logo Pos Kupang

Tidak ada hal yang instan dalam membangun infrastruktur. Gagasan pinjaman daerah, menunjukkan komitmen dan konsistensi pemerintah dalam penyediaan infrastruktur. Meskipun begitu, apabila dicermati upaya yang telah dilakukan pemerintah lebih menekankan pada perhitungan kebutuhan dana yang diperkirakan dapat dimobilisasi untuk pembangunan infrastruktur. Upaya ini, memang diperlukan, tetapi belum cukup kuat untuk merealisasikan agenda tersebut.

Mengingat, pinjamanan dana infrastruktur merupakan proyek jangka panjang, (Artinyanya kredit jangka pendek untuk membiayai proyek jangka panjang) dan sangat terpengaruh oleh fluktuasi tingkat bunga, inflasi, risiko kredit, dan risiko pasar.

Selain itu, Bank NTT harus fokus pada kualitas kredit (menjaga NPL) dan kualitas kesehatan permodalan (menjaga CAR), agar terghindar dari risiko reputasi.
Pinjaman tersebut tentu telah melalui kajian yang mendalam termasuk asumsi-asumsinya. Meski begitu, menurut penulis secara prinsip bangunan asumsi dapat dilengkapi dengan : Pertama, "ekspektasi arus kas", meliputi pendapatan maupun belanja.

Ekspektasi arus kas mengandung pengertian arus kas yang sudah memperhitungkan skenario kondisi ekonomi, mulai dari yang terburuk, moderat, dan terbaik. Kedua, penerbitan obligasi daerah, merupakan surat utang yang diterbitkan pemerintah daerah yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal. Tentu, pemerintah daerah harus memiliki kapasitas fiskal yang memadai dan berlanjut. Pada titik ini, dibutuhkan kemampuan proyeksi penerimaan daerah untuk beberapa tahun ke depan dan tata kelola keuangan yang baik.

Dalam konteks kebijakan publik, kita selalu dihadapkan pada pilihan sulit-antara kepentingan rakyat dan kepentingan pemerintah atau antara kepentingan jangka pendek dan kepentingan jangka panjang. Disinilah, perlunya pemerintah memeriksa secara detail keseluruhan rantai kebijakan, karena dalam setiap keputusan selalu ada loser dan gainer.

Karena, jantung pengatur ekonomi terkait kebijakan fiskal seharusnya fokus pada dua hal. Pertama, meningkatkan belanja modal untuk memperbaiki sistem logistik dalam rangka meningkatkan produktivitas dan produksi sektor ekonomi. Kedua, membangun sektor unggulan penghasil barang (tradable).

Menghadapi realitas ini, sudah saatnya pemerintah provinsi NTT, meningkatkan kuantitas dan kualitas pertumbuhan pendapatan dengan melakukan upaya mitigasi terutama, memperbaiki kualitas belanja, mengerem tren penurunan defisit fiskal, revaluasi aset dan mereformasi sumber-sumber penerimaan.

Terkait dengan itu, yang tak kalah penting penataan ulang format desentralisasi (kewenangan) dan fiskal (termasuk pengukuran outcome belanja APBD yang lebih solid), agar menghindari arsitektur fiskal yang tumpang tindih sehingga fiskal lebih kompatibel dengan kebutuhan corak struktur yang lebih ramping dan gesit. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved