Berita Cerpen
Cerpen Stefan Bandar: Lilin Natal Untuk Mama
Cerpen Stefan Bandar: Lilin Natal Untuk Mama.Angin berhembus kencang mematahkan beberapa pohon kayu yang belum terlalu tua.
POS-KUPANG.COM|KUPANG - Hujan turun dengan derasnya. Angin berhembus kencang mematahkan beberapa pohon kayu yang belum terlalu tua.
Kilat menyambar-nyambar dengan ganas seakan mencari mangsanya. Suasana langit yang senja tadi masih benderang kini menjadi gelap.
Gelap bukan hanya karena mentari yang telah kembali pada peraduannya tetapi karena awan hitam yang beserakkan di langit hingga menghantarkan gelap lebih awal dari pada tibanya malam.
Di atas tempat tidur, wanita itu berbaring lemah. Tak ada kata yang diucapkannya selain desahan nafas panjang yang kadang-kadang keluar dari mulutnya. Ia terdiam mendengar rintikan hujan yang makin lebat bersama suara petir yang menyambar-nyambar. Matanya mulai berkaca dan sesaat kemudian air mata itu perlahan jatuh membasahi pipinya.
• Anting Tenun Karya Ensikei Semakin Diminati, Cocok Untuk Remaja Maupun Ibu Muda
Sesekali air mata itu menyentuh bibirnya. Sungguh, rasanya asin. Ia ingin memungut rintik-rintik hujan di luar sana untuk menyeka hatinya yang luka, siapa tahu dengan itu hatinya menjadi suka.
Di sudut sana, seorang gadis kecil berdiri kaku. Ia tak bicara atau bernyanyi seperti halnya yang biasa dilakukannya senja-senja kemarin. Ia terdiam. Sesekali ia duduk tetapi kemudian ia berdiri lagi. Pandangannya tertuju pada wanita tua yang berbaring di depannya. Tubuhnya kurus berbalutkan sebuah gaun merah yang dibelinya beberapa tahun lalu.
Tapi hingga kini, gaun itu tetap digunakannya meskipun ukurannya tidak seimbang lagi dengan ukuran tubuhnya.
• Angin Kencang di Ngada Tiang Listrik Tumbang, Jaringan Listrik PLN Terputus
"Mama...," panggilnya lirih. Air matanya mulai berjatuhan menatap tubuh yang berbaring lemah di depannya, berselimutkan kain yang dipinjam dari tetangganya. Kain itu tidak terlalu besar dan tidak terlalu tebal untuk menyelimuti tubuh itu yang kian rapuh diserang penyakit.
Kain itu juga tidak terlalu tebal untuk menahan setiap hembusan angin yang begitu kencang. Tubuh itu, ia membutuhkan kehangatan agar dapat menghilangkan sedikit rasa dingin yang menyerang tubuhnya.
"Eloisa, pergilah ke gereja, nak. Mama akan baik-baik saja di sini. Jangan pikirkan tentang mama. Kamu harus mengikuti perayaan malam Natal di gereja bersama teman-temanmu."
Wanita tua itu kini berbicara namun dengan kata-kata yang terpatah-patah.
"Aku mau di sini saja, Ma. Aku ingin temani mama," gadis kecil itu rupanya tidak ingin pergi dari sisi ibunya. Ia tahu betul bahwa ibunya sedang sakit dan butuh seseorang untuk menemaninya.
"Mama tidak apa-apa. Mama bisa sendiri di sini. Mama berdoa di sini saja," kata perempuan itu lagi. Gadis kecil itu terdiam beberapa saat sebelum ia memilih untuk pergi.
• Baru Terungkap Alasan Ahmad Dhani Pilih Mulan Jameela & Ceraikan Maia Estianty, Anang& Ashanty Kaget
"Eloisa, sebelum kamu pergi, tolong ambilkan dua batang lilin yang mama simpan di dalam lemari dekat pakianmu. Satunya kamu bawakan untuk menerangi langkah kamu di jalan nanti dan satunya kamu berikan untuk mama," katanya dengan nada yang tersendat, gemetar pada bibirnya yang legam.
Ia mengucapkan kata-katanya itu dari balik selimut yang membungkus tubuhnya.
Dengan langkah yang sedikit tergesa, gadis itu beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju lemari yang berada di samping tempat pembaringan ibunya.
Ia membuka lemari kayu itu yang sudah lapuk dimakan usia. Sesaat kemudian ia kembali dengan dua batang lilin di tangannya. Setelah diberikan kepada ibunya, ia membalikkan badannya dan kembali berjalan menuju cermin kaca yang tergantung pada regel rumahnya.
Ia merias dirinya dengan secantik mungkin dengan pakian seadanya dan dengan beberapa botol bedak yang dibelikan ibunya beberapa saat yang lalu. Ibunya sadar bahwa gadis kecilnya bukan lagi anak-anak yang hanya bisa tampil seadanya saja, tetapi gadis kecilnya sudah tumbuh dan kini memasukki usia remaja. Sebagaimana gadis yang lainnya, ia harus berdandan dan memiliki itu semuanya.
Setelah merias dirinya, ia kembali kepada ibunya. Kini, diantara cahaya lilin yang masih samar ia dapat melihat senyuman ibunya yang merekah pada bibirnya. Senyuman yang begitu indah di antara luka yang meski ditanggungnya dan gadis kecil itu begitu menyadari hal itu.
• Tamu Kita: Drs. Tagela Ibisola Pengayom Masyarakat Sumba Tengah
"Selamat hari Natal, mama," katanya sambil merangkul ibunya. Perempuan itu membiarkan dirinya terlelap dalam pelukkan putrinya sebelum putrinya itu pergi menyambut Kristus yang lahir.
Sepeninggalan anak semata wayangnya itu, dalam temaram cahaya lilin yang kian suram, wanita itu berlutut sembari melantunkan segala moganya. Air matanya berjatuhan membasahi lantai rumahnya. Ia menangis sejadi-jadinya, entah karena sakit yang dideritanya atau karena masa lalu yang begitu suram, hanya dia sendiri saja yang tahu.
Sesekali ia menyanyikan lagu Natal, lagu yang masih diingatnya secara jelas ketika hari Natal tiba.
Sesaat kemudian ia melangkah menuju lemari tempat ia menyimpan segala barang berharga. Bukan barang apa-apa, hanya beberapa helai pakaian dari putri kecilnya dan pakaianya sendiri.
Ia menggantikan pakainnya yang sudah lusuh beraromakan keringat dengan pakaian yang biasa digunakannya setiap hari minggu saat pergi ke gereja. Ia mendandan dirinya dengan serapi mungkin. Di depan cermin, ia sedikit meliuk-liuk tubuhnya untuk menatap kembali tubuhnya itu setelah dandan.
Ia tidak peduli lagi dengan dingin yang menyergap tubuhnya. Satu-satunya hal yang diinginkannya sekarang adalah berdoa di depan lilin kecil itu sebelum lilin itu mencair.
• VIDEO: Sesudah Diterjang Gelombang Pasang. Pantai Warna Oesapa Kini Bertaburan Sampah. Ini Videonya
Di depan lilin itu, ia menyilangkan kakinya. Ia mengatupkan kedua tangannya dan berdoa memanjatkan segala peluh yang mengumpat di dalam hatinya. Sesaat kemudia ia bertelut sembari melantunkan segala moganya khususnya untuk anak semata wayangnya, harta yang paling berharga untuknya.
Air matanya kembali berjatuhan sebanyak doa dan moga yang dilantunkannya dalam telutnya. Setelah semuanya dilantunkannya di depan lilin itu, ia menunduk.
Malam kian larut, hujan yang sedari tadi belum juga berhenti. Kilat masih menyambar-nyambar seakan menjadi obor yang menerangi bumi yang dikuasai gelapnya malam. Angin yang bertiup kencang masih saja berusaha mematahkan dahan-dahan pohon yang berserakkan tumbuh di atas bumi. Beberapa cabang pohon berhasil dipatahkan dan bahkan juga angin yang berhembus dengan kencang itu berhasil membuat beberapa cabang pohoh berjatuhan.
Eloisa kini telah mengikuti perayaan Natal bersama dengan umat yang lainnya. Entah mengapa pikirannya tidak tenang semenjak ia mengikuti perayaan misa tadi. Pikirannya merambat kepada ibunya yang masih berbaring lemah. Ia ingin pulang tetapi hujan yang turun dengan deras seakan melarangnya untuk kembali dengan segera kepada ibunya.
• Ramalan Zodiak Besok Selasa 14 Januari 2020, Sagitarius Jatuh Cinta, Cancer Berhati-hati, Zodiakmu?
Ia berdiri kaku di depan gereja tua itu. Ia tidak menghiraukan orang yang berlalu lalang di depannya. Canda dan tawa dari teman-temannya tidak di dengarnya. Pikirannya terus merambat pada ibunya yang masih berbaring di sana. Ia menggenggam erat plastik hitam pada tangannya. Kini ia bergumul dengan pertanyaan, apakah ia harus menerobos rintikkan hujan dan berlari sekuat mungkin menuju rumahnya dan kembali duduk di sampan ibunya atau menanti hentinya hujan?
Setelah termenung beberapa saat, ia melangkahkan kakinya dan berlari dengan cepat menuju rumahnya. Pakaiannya basah terkena hujan. Ia berlari sembari memegang erat plastik hitam di tangannya. Isi plastik itu sungguh berharga baginya sebagai pemberian yang bisa diberikannya untuk ibunya.
Tepatnya, itu adalah kado Natal untuk ibunya. Ia ingin melihat ibunya menerima dan tersenyum melihat kado yang diberikannya.
Ia membukakan pintu dengan perlahan. Ia mengambil sebatang lilin besar dari plastik jinjingannya yang diberikan pastor Mikael setelah perayaan misa tadi. Ia menyalakan lilinnya dan perlahan masuk ke kamar tempat ibunya berisitrahat. Ia ingin memberikan kadonya itu kepada ibunya. Ia menatap ibunya yang duduk termenung sembari bersujud di depan sebatang lilin yang kini tinggal sedikit. Sebentar lagi lilin itu akan mencair.
• Tak Temukan Uang Sebagai Bukti Taruhan, Polres TTU Pulangkan 9 Terduga Penjudi
"Mama, bangun. Saya bawakan sebatang lilin untukmu. Selamat Natal, mama," kata Eloisa sembari berlangkah pelan menuju tubuh ibunya yang kini telah kaku.
Air matanya tiba-tiba menetes seakan tahu apa yang terjadi dengan ibunya yang kini telah pergi untuk selamanya. "Selamat jalan mama, semoga mama bahagia di sana," kata Eloisa sembari meletakkan lilin di hadapan ibunya sebelum ia menangis dengan sangat.
(Stefan Bandar, mahasiswa Semester V STFK Ledalero. tinggal di Biara Rogasionis, Ribang).