Berita Tamu Kita
Tamu Kita: Abraham Paul Liyanto: Bangun Pendidikan dan Kesehatan di NTT
Abraham Paul Liyanto berkiprah menjadi senator asal Provinsi NTT di DPD RI. Dia komit membangun pendidikan dan kesehatan.
Penulis: Apolonia M Dhiu | Editor: Apolonia Matilde
Mengapa Anda fokus membuat Undang-Undang. Apa dampaknya bagi NTT?
Saat itu NTT dihebohkan dengan bocornya kilang minyak Montara di Laut Timor dan isu Celah Timor (Timor Gap). Saat itu, saya ikut mencari data melalui Pak Ferdy Tanone. Saya ketemu Menteri Luar Negeri. Bahkan, saya sampai di Darwin, ikut dengan ketua DPD RI ketemu dengan Perdana Menteri Australia John Howard. Kedua, kasus nelayan Rote yang dituduh ilegal oleh Australia yang menyelundup dari Rote dan ditangkap. Kebetulan saya di Komisi II DPD, saya menjadi ketua tim pokja. Saya saat itu dapat informasi dari mantan Menteri Kelautan, Sarwono Kusumaatmadja, dan juga tahun 2004-2009 adalah anggota DPD. Dia minta saya untuk menggantikan dia memimpin tim untuk membahas RUU Kelautan dan RUU itu selesai tahun 2014 dan menjadi satu-satunya RUU yang adalah inisiatif DPD. Itulah makanya Ibu Susi bisa bakat-bakar kapal, tembak-tembak kapal karena regulasinya kita siapkan. Karena ini menyangkut hukum internasional. Saat itu wilayah tata ruang saja belum ada peta tetapi UU Kelautan sudah ada. Saya lakukan itu karena tahu persis NTT luas lautnya saja 200.000 m/persegi dan daratannya kecil.
• Penting, 6 Makanan Sehari-hari Ini Buruk Bagi Kesehatan, Yuk Ganti dengan Makanan Alternatif Berikut
Bagaimana dengan Anggaran untuk NTT. Sejauh mana peran Anda di DPD?
Saya mencoba mengusulkan anggaran tetapi DPD memiliki kewenangan terbatas. Saya melihat ini menjadi alasan kita tetap tertinggal dan miskin. Alokasi dana kita terlalu kecil. Saya bandingkan dengan provinsi lain seperti Jawa Timur. Luas wilayah sama tapi dapat alokasi berbeda. Jawa Timur bisa dapat Rp 100 trilyun sedangkan kita hanya Rp 16 triliun.
Saya pelajari bahwa cara membagi dana itu hanya dua. Berdasarkan luas wilayah dan jumlah penduduk. Provinsi Jatim 39 juta penduduk, kita hanya 4 juta. Bahkan tahun 2016, Jatim dapat alokasi 160-an trilyn. Ini tidak adil.
Saya melihat bahwa kalau tetap pakai indikator luas wilayah dan jumlah penduduk pasti tidak akan bisa. Secara politik kita hanya punya 16 anggota DPR/DPD sedang Jawa Timur punya 82 orang.
Periode kedua, saya pindah komisi, dari komisi II/ekonomi ke komisi III/pendidikan dan tenaga kerja. Saya melihat dari segi pengawasan kita loss control. Universitas dan sekolah jarak jauh juga dosen terbang bermasalah. Yang seharusnya mengajar 1 bulan, mereka hanya lakukan 1 minggu dan langsung pulang. Ini terjadi karena tidak ada pengawasan.
Sementara untuk perguruan tinggi, pengawasnya ada di Bali. Kopertisnya ada di sana. Dari situlah saya coba berjuang dan protes kepada menteri dan Menteri bilang ya silahkan saja bikin Kopertis di NTT. Saya pulang dan cek data jumlah PT di dinas. Ternya ada 70-an perguruan tinggi di NTT. Di Bali ada 60-an PT dan ada kopertis di sana. Di NTT mereka datang hanya pada saat wisuda. Kita sudah pernah urus kopertis oleh Rm. Marsel Bria, Pr, mantan ketua yayasan Yapenkar namun menyerah karena birokrasi pendidikan yang terlalu berliku.
Tahun 2016 saya ambil alih urusan. Dan, tahun 2018 SK pendirian Kopertis sudah keluar. Tapi kemarin masih masalah tanah. Mustinya sudah dilantik bulan Oktober 2019 dengan menteri yang lama tapi belum jadi karena berbagai alasan. Namun, dengan menteri yang baru walau belum bertemu langsung namun saya sudah bersurat melalui Dirjen. Sejak dilantik menteri Nadiem belum berurusan dengan surat-surat pada bulan-bulan pertama. Diharapkan tahun baru nanti Kopertis sudah bisa direalisasi karena suratnya sudah lengkap.
Kali ini saya lebih kritis melihat berbagai kebijakan dalam pendidikan.
• Medina Zein Narkoba, Postingan Terakhir Sebelum Ditahan Banjir Komentar Netizen Sindir Mental Health
Bagaimana peran Anda di periode ketiga ini?
Periode ini saya fokuskan pada masalah perbatasan, ekonomi dan dana desa. Sekali lagi saya katakan DPD beda dengan DPR. DPR saat turun, dimudahkan dengan struktur dan networking yang ada sampai di bawah seperti DPRD, fraksi, partai. Sedangkan Senator urus sendiri. Tapi saya buktikan bahwa setiap periode selalu bisa urus satu-dua hal dan berhasil. Saya sendiri bisa membuktikan kalau 10 tahun lalu saya urus TKI/TKW maka sekarang saya sudah urus pendidikan.
Ini yang membuat saya yakin bahwa 10 tahun mendatang NTT bisa berubah dalam banyak hal terutama di era digital, di era milenial seperti sekarang ini. Yang harus kita lakukan adalah perubahan -discruption. (*)
• Bobotoh Ramai di Dunia Maya Gara-gara Pemain yang Dirumorkan Gabung Persib Malah ke Persija Jakarta
BIODATA :
Nama : Ir. Abraham Paul Liyanto.
TTL : Kupang, 24 Oktober 1956.
Istri : Dra. F Anastasia Wirastari.
Anak : 1. Yesenia Irene Liyanto.
2. Hansel Adrian Liyanto.
Riwayat Pendidikan:
1. SD tamat tahun 1967.
2. SMP tamat 1973.
3. SMA tamat tahun 1975.
4. Universitas Sarjana Teknik Arsitektur, Udayana-Bali.
Pengalaman kerja :
1. Anggota DPD RI tahun 2009 hingga sekarang.
2. Ketua Tim RUU Kelautan, Usul inisiatif DPD RI tahun 2011.
3. Sekertaris Kelompok DPD di MPR tahun 2012 -sekarang.
4. Ketuam Tim B Amandeman UUD 1945.
5. Ketua Tim Kerja Tenaga Kerja dan Pemberdayaan Perempuan Komite III DPD RI.
6. Anggota Pansus RUU Inisiatif Pertambangan DPD RI.
7. Ketua Yayasan Abraham Fundation dan sebagainya.
8. Ketua Umum Kadin.