Berita Tamu Kita

Tamu Kita: Abraham Paul Liyanto: Bangun Pendidikan dan Kesehatan di NTT

Abraham Paul Liyanto berkiprah menjadi senator asal Provinsi NTT di DPD RI. Dia komit membangun pendidikan dan kesehatan.

Penulis: Apolonia M Dhiu | Editor: Apolonia Matilde
Dokumentasi keluarga
Ir. Abraham Paul Liyanto membangun pendidikan dan kesehatan 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Apolonia Matilde Dhiu

POS-KUPANG.COM|KUPANG - Tiga periode sudah atau 15 tahun Ir. Abraham Paul Liyanto berkiprah di senayan menjadi senator asal Provinsi NTT dari jalur Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Republik Indonesia.

Dia komit membangun pendidikan dan kesehatan di NTT.

Tentu, banyak yang bertanya apa saja yang dikerjakan oleh para sentor di senayan untuk membangun NTT. Memang kerja DPD tidak sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang memiliki struktur dan networking yang jelas dari pusat sampai ke daerah.

Fadli Zon, Neno Warisman, Babe Haikal, Lieus Sungkaresma Doakan Ahmad Dhani Suami Mulan Jameela

Karena, senator bekerja sendiri membangun NTT. Bukan untuk membela diri tetapi itulah kerja DPD, apalagi dengan kewenangan yang sangat terbatas.

Namun, tidak menyurutkan niat Abraham Paul Liyanto untuk mewujudkan cita-cita membangun masyarakat NTT. Apa saja yang sudah dilakukan dan apa saja pandangan dan pikiranya terkait membangun NTT.

Ikuti wawacara wartawati Pos Kupang, Apolonia Matilde Dhiu dan Hermina Pello, dengan Ir. Abraham Paul Liyanto di Universitas Citra Bangsa (UCB), Jumat (20/12/2019).

Deretan Artis Banyak Anak di Usia Muda, Tetap Tampil Kece, Ada Zaskia Adya Mecca & Ussy Sulistawaty

Anda sudah tiga periode menjadi senator asal NTT di DPD RI. Apa saja yang dilakukan untuk membangun NTT?

Saya bersyukur karena maju di DPD sebenarnya bukan rencana, tetapi kecelakaan kalau mau dibilang. Karena, saya hobinya adalah kerja. Saya pekerja keras dan kerja profesional. Saya menjadi konsultan hampir 25 tahun, baru beralih tiba-tiba urus TKI/TKW. Saat mengurus TKI/TKW juga karena kondisi yang menggugah saya untuk terjun ke sana. Pertama, saya berteman Menteri Fahmi Idris saat itu, dan Pak Yakob Nuwa Wea. Dan, saat kasus TKW, Nirmala Bonat, yang kisahnya sama persis seperti sejarah hidup saya.

Bisa dikisahkan?
Yah, saya berasal dari keluarga miskin, ayah saya bekerja sebagai pegawai kecil di Pelindo, dan kami sembilan bersaudara. Karena miskin, kaka saya tidak sekolah ke perguruan tinggi, tetapi mereka bekerja sebagai TKI di Australia dan membiayai saya kuliah. Dan, saat kuliah, saya pernah mengalami masa kritis dan kondisi itulah yang mengubah saya untuk menjadi pekerja keras. Kerja keras tersebut membentuk karakter saya.
Karena, kaka saya bekerja sebagai TKI di luar negeri sehingga bisa membiayai saya kuliah di Jawa. Dan, hal tersebut luar biasa pada zaman dulu. Dulu, orang tua berpikir, hasil dari pekerjaan kakak di luar negeri bukan untuk bangun rumah, tetapi membiayani kami adik-adiknya untuk kuliah.
Saya yang pertama dikuliahkan di Jogyakarta, mengambil jurusan sipil, tetapi karena mahal tidak selesai, dan direkomendasi pindah ke Bali. Saya mengambil Jurusan Arsitektur. Di Bali, saya memiliki pengalaman yang luar biasa. Jadi, ketika kakak mengirim uang lebih, saya hidup senang, tetapi hanya berlangsung tiga bulan saja. Setelah uang habis, saya susah hampir tidak bisa bayar uang kuliah, karena kaka saya marah, saya menghabiskan uang dalam waktu singkat.
Akhirnya saya tidak dikirim uang lagi. Di sinilah saya menyesal dan saya harus mencari jalan keluar untuk tetap kuliah dan membiayai hidup sehari-hari. Saat itu saya mencari kerja dan bekerja apa saja asalkan bisa mendapatkan uang unuk membiayai hidup dan kuliah.
Saya mulai belajar hidup mandiri sampai tamat dari Udayana. Untung ketika masih kuliah, karaya saya sudah dipakai untuk bangun gedung, pertokoan, bahkan dari NTB juga meminta jasa saya. Jadi dalam semester-semester terakhir sudah bekerja proyek di Bali dan NTB.
Beberapa teman dari Kupang seperti Pak Niki Uly, Pak Hary Teofilus dan lainnya tahu saya. Mereka sudah PNS, tetapi belum ada mobil, saya sudah ada mobil, bisa beli tanah, buat rumah. Padahal itu status saya masih mahasiswa. Setelah itu, saudara saya Pak Hengki Liyanto, mau membangun Apotik Kupang Farma, minta saya yang gambar dan sampai bawa tukang dari Bali.

Dikira Muat Jenazah, Mobil Ambulans Ini Ternyata Muat Pasangan Pengantin, Video Viral

Apakah Anda kemudian memilih kembali ke Kupang?
Yah, saya kembali ke Kupang, setelah dua tahun, saya diminta mengajar di Akademi Teknik Kupang (ATK) dan Unwira Kupang. Setelah itu, saya memilih menjadi konsultan. Saya mulai bertumbuh dari situ tetapi juga sudah pernah lamar juga di Bapeda Kota Kupang pada zaman Walikota Amalo, tetapi saya tidak betah. Karena, saya orang lapangan, akhirnya saya bekerja swasta dan membuka jasa konsultan.

Anda pernah mengurus TKI dan membuka LBK di Kupang. Bagaimana nasibnya sekarang?
Yah, kejadian yang menimpa TKI asal NTT di Malaysia, Nirmala Bonat, membuka pemikiran saya. Saya teringat peristiwa saya yang kuliah di Jawa dan pindah di Bali, karena kakak-kakak saya yang merantau menjadi TKI.
Dan, kisah Nirmala Bonat, sama persis dengan kisah kehidupan pribadi saya. Bagaimana kakak-kakak menjadi TKI ilegal demi membiayai kami adik-adik untuk sampai mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.

Positif Narkoba, Medina Zein Punya 300 Karyawan Bicara Motivasi dan Kesehatan Mental, Ini Quotesnya

Dari semua kisah yang Anda ceritakan ini, apa sebenarnya yang Anda ingin sampaikan ke masyarakat NTT?
Kesimpulan saya, pertama untuk bisa merubah NTT dari segi ekonomi agar masyarakat bisa hidup baik, harus membangun pendidikan terdahulu. Dengan pendidikan yang baik, otomatis sumber daya manusia (SDM) akan menjadi bagus. SDM bisa berjalan bagus juga karena masyarakatnya juga sehat.
Jadi pendidikan dan kesehatan bisa membawa masyarakat NTT menjadi lebih baik dan maju.
Makanya saya membuka lembaga pendidikan mulai dari TK hingga perguruan tinggi. Memang saya awalnya membuka sekolah kesehatan, yakni Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes).
Yah, awalnya saya mengurus Nirmala Bonat, saya membuka Balai Latihan Kerja (BLK) agar bisa mengirim TKW yang professional. Saya studi banding ke Belanda agar bisa mengirim perawat, dan akhirnya saya investasi bangun BLK.
Saya bekerja serius enam bulan sampai setahun berjalan bagus, tetapi setelah tahun kedua banyak PJTKI dari luar melihat bahwa saya satu orang daerah yang punya BLK dan mereka kehilangan pekerjaan. Mereka menyerang saya, apalagi saya ketua APJATI. Akhirnya saya berikir ulang, kalau hanya urus TKW saya kehilangan waktu. Saya kemudian membangun sekolah kesehatan, karena dari pengalaman, mengirim TKW, dari 10 orang yang dikirim tiga saja yang sehat lainnya pasti penyakit, kudis, koreng, TBC, hepatiti.
Padahal bekerja di luar negeri majikan yang disiplin. Resikonya kalau kerja paksa mati, jadi jenazah yang pulang jangan kira hanya perlakuan kasar majikan, tetapi banyak juga karena gangguan kesehatan. Saya akhirnya tutup PJTKI dan membuka Stikes. Saya mau menunjukkan, membuka PJTKI karena kemanusiaan.
Alumni Stikes saya rekrut 60 orang dilatih di BLK, tetapi karena alasan sakit dan biaya, akhirnya yang dikirim hanya empat orang. Saat ini berada di Sidney, yakni Markus Laka, Stevina, Maria Modok dan Ferdinan Adu. Dan, mereka sukses di sana dan bisa membiayai keluarga di sini dan hidup baik.

Setelah Lama Jadi Teka-teki, Vanessa Angel Akhirnya Buka-bukaan Soal Sosok dan Wajah Suami

Adakah tokoh yang Anda idolakan sehingga Anda bisa sukses seperti saat ini?
Saya belajar dari Ciputra, sehingga lembaga yang saya dirikan terkait semuanya, Citra Disain, Citra Bina Tenaga Mandiri, Citra Bangsa Mandiri, dan Citra Bangsa. Yah, kalau kita punya mimpi besar, punya cita-cita dan semangat pasti bisa jalan dengan baik.
Bagi saya untuk membangun NTT, bangun SDM dulu. Kita kaya sumber daya alam, tapi miskin SDM.
Oleh karena itu, kita omong pendidikan untuk meningkatkan SDM, tetapi juga tidak bisa omong SDM kalau kesehatan tidak bagus. Mau sukses harus bekerja keras dan terarah.
Saat reses, saya selalu menceritakan pengalaman hidup saya kepada masyarakat supaya memotivasi mereka untuk membangun diri secara baik.

Halaman
12
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    berita POPULER

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved