Aktivitas Bongkar Muat Pelabuhan Lewoleba Tidak Sesuai Undang-Undang Pelayaran
Aktivitas bongkar muat Pelabuhan Lewoleba tidak sesuai Undang-Undang Pelayaran
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola
Aktivitas bongkar muat Pelabuhan Lewoleba tidak sesuai Undang-Undang Pelayaran
POS-KUPANG.COM | LEWOLEBA - Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Lewoleba, Bambang Arifin Atu tampak lesu di ruang kerjanya.
Kepada wartawan yang mendatanginya, Bambang mengaku sedang banyak pikiran akibat insiden tenggelamnya kapal angkut semen, KM Shimpo 16 pada Selasa petang kemarin.
• Bupati Don Soroti Persoalan Stunting di Nagekeo
Namun sebagai abdi negara, Bambang mengatakan dia tetap akan melakukan yang terbaik bagi masyarakat dan berkoordinasi dengan berbagai pihak supaya bangkai kapal itu bisa dievakuasi sehingga tak mengganggu aktivitas embarkasi di sana.
Menanggapi tenggelamnya kapal angkut semen tersebut, Bambang tegas mengatakan kalau aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Laut Lewoleba selama ini memang tidak sesuai dengan regulasi yang tertuang di dalam Undang-Undang Pelayaran.
• Prakirakan BMKG, Lima Lokasi Wisata Favorit di Sumba Timur Berpotensi Diguyur Hujan Lokal
Bambang pun menjelaskan regulasi yang seyogyanya harus dilakukan di pelabuhan, mulai dari kedatangan kapal sampai kembali berlayar lagi meninggalkan pelabuhan.
Sebelum kapal masuk ke pelabuhan, perusahaan pelayaran punya kewajiban untuk menyampaikan rencana kedatangan kapal ke Syahbandar.
Setelah kapal masuk perusahaan pelayaran mempunyai kewajiban mengambil surat kapalnya dan menyerahkan kepada Kantor Syahbandar.
Kalau ada kegiatan maka perusahaan bongkar muat juga menyampaikan izin kegiatan bongkar muat.
"Agen pelayaran dan perusahaan bongkar muat itu berbeda. Biasanya ada satu perusahaan yang seluruhnya lengkap di dalam seperti PT Pelni," ungkapnya, Kamis (12/12/2019).
Salah satu tugas Syahbandar adalah menunjukkan tempat di mana kapal harus bersandar atau berlabuh di pelabuhan dan memberikan izin kapal kembali berlayar.
"Setelah kapal sandar, sudah bukan wewenang daripada Syahbandar lagi, tapi ada di otoritas pelabuhan dalam hal ini Unit Penyelenggara Pelabuhan yang tugasnya adalah untuk menilai peralatannya sudah siap atau tidak bersama dengan perusahaan bongkar muat," papar Bambang.
Setelah selesai bongkar muat, perusahaan pelayaran mengajukan lagi izin untuk berlayar kembali atau keluar dari pelabuhan. Karena pelabuhan ini tidak dikelola oleh Syahbandar, maka semua pengelolaan aktivitas bongkar muat itu diberikan kepada Pemkab Lembata sebagai pengelola.
"Jadi ini sudah di luar regulasi, karena sandar juga ada di tangan pemda, kenapa demikian, karena kita mengambil satu prinsip bahwa No Pay No Service. Seluruh pendapatan dari pelabuhan ini, kecuali satu yakni buang rambu yang kami pungut, yang lain-lain itu seperti biaya labuh, biaya tambat, biaya dermaga, biaya penumpukan, terminal, pas masuk pelabuhan seluruhnya ada pada pemda," urai Bambang.
Terkait kecelakaan laut ini, kata Bambang, seharusnya ada pada Pemkab Lembata karena selama ini semua biaya operasional pelabuhan ada pada pemerintah daerah.