Renungan Kristen Protestan, 26 November 2019 : Menjaga Keseimbangan Alam Adalah Bagian Dari Iman
saat kita membeli beras beberapa kilo di pasar, jika dacing/timbangan tidak dipasang dengan baik maka konsumen akan merasa ditipu oleh penjual
Melihat kehidupan yang terjadi pada saat itu, hati Allah menjadi sedih karena dosa manusia tidak berkurang tetapi terus bertambah besar.
Manusia sebagai penguasa alam semesta ternyata melakukan kejahatan berkesinambungan, namun Allah sebagai Sang Pencipta, masih memberikan waktu pertobatan bagi manusia yaitu 120hari.
Waktu tersebut merupakan kesempatan untuk merenungi semua kesalahan dan memulai pertobatan. Tetapi dikatakan oleh firman bahwa manusia tidak menyadari hal tersebut, kejahatan semakin bertambah, kebaikan bahkan kehadiran Tuhan tidak lagi ada dalam pandangan manusia.
Gambaran tentang memuncaknya kejahatan manusia dituangkan dalam kata-kata “kejahatan manusia bertambah besar”. Tetapi kejahatan seperti apa tidak disebutkan secara rinci, kita hanya dapat mengetahuinya diawal pembacaan saja tentang perkawinan campur atau dosa secara seksual.
Oleh karena itu, dapat kita simpulkan dibagian ini bahwa dosa secara seksual merupakan salah satu dosa yang telah dilakukan oleh anak-anak Allah.
Dosa atau kejahatan yang dilakukan mencakup segala aspek kehidupan karena di ay. 6 mengatakan bahwa bukan hanya manusia, hewan dan tumbuhan-pun akan dimusnahkan oleh Allah. Tuhan menunjukan sikap penyesalan melihat perilaku manusia. Tuhan menyesal karena tujuan mulia dari penciptaan manusia ternyata sia-sia.
Tuhan kemudian berkeputusan untuk menghapuskan manusia dan segala hewan. Kata menghapuskan tidak diartikan secara positif yaitu menghapuskan dosa manusia. Tetapi kata menghapuskan ini diartikan secara negative yaitu Tuhan hendak menghapus manusia ciptaan-Nya.
Keputusan Tuhan ini seolah-olah tidak masuk akal sebab Tuhan bukan hanya ingin menghapus manusia tetapi juga menghapus segala hewan dan binatang melata dan burung-burung diudara. Dari ayat ini dapat kita artikan bahwa segala sesuatu diletakkan dibawah kaki manusia, segala mahkluk mendapatkan nilainya karena berada di bawah kuasa manusia yang diindahkan oleh Tuhan (Maz. 8:6-9).
Namun keputusan Tuhan itu kemudian sedikit berubah karena Tuhan melihat Nuh diantara yang berdosa. Nuh mendapatkan kasih karunia Tuhan. Kata kasih karunia adalah bentuk perlindungan yang tidak dapat dibalas.
Dosa manusia terjadi bukan karena bertambahnya jumlah manusia tetapi karena adanya ketidakseimbangan. Kata ketidakseimbangan menjadi penting untuk diperhatikan.
Ketidakseimbangan yang tidak normal akan mendatangkan banyak malapetaka bagi kehidupan di alam semesta ini, sebab jika ketidakseimbangan tersebut justru menekan jumlah yang kudus, maka secara otomatis, yang kudus tersebut akan ditekan bahkan melebur dengan yang tidak kudus.
Ketidakseimbangan ini bukan hanya dalam jumlah tetapi juga dalam berbagai hal seperti kepentingan. Manusia memiliki kepentingan yang tidak terbatas dan mungkin tidak bisa dibatasi sehingga kemudian segala sesuatu menjadi tidak terkontrol dengan baik.
Keinginan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih dari alam semesta kemudian mengiring manusia untuk mengeksploitasi sesame bahkan alam semesta. Mengambil kekayaan dari alam bukan hanya untuk kebutuhan tetapi karena karakusan.
Hal ini menyangkali hakekat manusia sebagai penguasa (dalam arti positif) atas semua ciptaan Tuhan. Penguasa yang bertanggungjawab kemudian tergantikan karena manusia sudah tidak lagi perduli pada batas-batas atau kehendak Allah.
Kehendak hati manusia yang ingin sama dengan Tuhan (mentalitas raksasa) membuat ia selalu berusaha menguasai tanpa batas alam semesta sehingga akirnya melanggar kehendak Allah dan terjebak dalam dosa.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/pdt-maria-monalisa-fanggidae-dethan-mth.jpg)