Di Lembata, Janda Miskin Ini Tidur di Rumah Reot Samping Kandang Ayam

Saya hanya pikir hindari ayam ini dari saya. Saya belum punya dana untuk buat kandang ayam jadi buat di dalam rumah

Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Rosalina Woso
POS KUPANG/RICARDUS WAWO
Mama Bliti saat berada di depan rumahnya di Desa Riabao, Kecamatan Nagawutung Kabupaten Lembata, Minggu (17/11/2019) 

Di Lembata,  Janda Miskin Ini Tidur di Rumah Reot Samping Kandang Ayam

POS-KUPANG.COM|LEWOLEBA--Christina Bliti Sura adalah penghuni sebuah rumah reot beratap alang-alang yang letaknya kira-kira hanya 100 meter dari bibir Pantai Loang, Desa Riangbao, Kecamatan Nagawutung, Kabupaten Lembata.

Kondisi rumah perempuan yang akrab disapa Mama Bliti ini cukup memprihatinkan. Dinding rumahnya hanya ditambal dengan bilahan-bilahan bambu dan papan kayu. Atapnya pun sudah banyak yang bolong. Rumah itu hanya beralaskan tanah.

Yang lebih memprihatinkan lagi ternyata di dalam rumahnya juga ada kandang ayam. Kandang ayam itu berada di sudut rumah, dekat dengan tempat dia meletakkan perkakas dapur dan perlengkapan makan dan minum.

Karena rumahnya itu sangat sempit, hanya berukuran 3×4, posisi ruang tidur Mama Bliti cuma berjarak tiga langkah dari kandang ayam. Ruangan ini juga hanya bersekat keneka.

Janda lima orang anak ini hanya tidur beralaskan sebuah karpet plastik dan ditutupi selembar kelambu berwarna biru; cukup untuk menghalau gigitan nyamuk pada malam hari.

Di rumah reot itu, Mama Bliti tinggal bersama anak bungsunya, Yohanes Kasi Sanoe (13) yang masih duduk di bangku kelas lima sekolah dasar. Mereka tinggal di rumah itu sejak 2015.

"Rumah saya sudah terbakar sejak enam tahun lalu. Fondasi lamanya masih ada tapi belum ada uang untuk bangun rumah lagi," kata Mama Bliti saat ditemui, Minggu (17/11/2019) petang.
Menurut perempuan 52 tahun ini kediamannya itu sebenarnya adalah pondok di kebun orangtuanya.

Mama Bliti sendiri pergi merantau ke Balikpapan, Kalimantan sejak 1987 dan baru pulang ke kampung halamannya pada tahun 2014. Di Pulau Borneo ini pula dia bertemu dengan suaminya Aprianus Jon yang meninggal dua tahun lalu. Saat dia kembali keluarga mereka mengalami musibah kebakaran rumah.

"Saya 30 tahun di Kalimantan. Lalu saya pulang dan suami saya meninggal karena sakit dan dimakamkan di Kalimantan."

"Saya itu sebenarnya baru enam tahun kembali ke sini. Orangtua sakit dan saya pulang ke sini. Saya pulang untuk rawat orangtua," lanjutnya.

Aktivitas sehari-hari Mama Bliti adalah berkebun. Beberapa komoditi seperti kelapa, mente, padi dan jagung juga ada di kebunnya. Biasanya hasil komoditi ini dia jual di BUMDes Riabao. Dari hasil jualan ini dia bisa mendapatkan Rp150-200 ribu. Itu pun tak rutin dia peroleh.

Empat orang anaknya sekarang juga berada di tanah rantau. Tiga di antaranya sudah berkeluarga dan menetap di Kalimantan. Sampai saat ini anak-anaknya juga belum bisa membantu mendirikan rumah yang layak huni bagi ibunda mereka.

"Kalau ada hujan saya menangis. Kalau panas saya agak senang. Saya mau bangun rumah tapi anak anak juga tidak bisa bantu saya bangun rumah. Jadi saya tinggal di sini dengan anak bungsu saya," ucap Mama Bliti seraya menitihkan air mata.

Kebanyakan masyarakat, kata dia, hanya merasa kasihan tetapi mereka belum banyak membantu. Namun, kadang ada juga tetangga yang membantu memberikan beras dan ikan.
Saat ini, dirinya juga sudah menerima sumbangan material dari pemerintah untuk mendirikan toilet.

"Saya hanya pikir hindari ayam ini dari saya. Saya belum punya dana untuk buat kandang ayam jadi buat di dalam rumah," ujarnya

Sumber: Pos Kupang
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved