DPRD Lembata Pertanyakan Anggaran Air ke Bukit Doa dan Wade
Saat gelar Rapat Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Lembata, beberapa anggota DPRD Lembata
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Ferry Ndoen
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, RICKO WAWO
POS-KUPANG.COM-LEWOLEBA- Saat gelar Rapat Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Lembata, beberapa anggota DPRD Lembata mempertanyakan kembali sejumlah proyek pengerjaan infrastruktur yang sudah dianggarkan untuk pengerjaan Tahun Anggaran 2020. Rapat ini dilangsungkan di Ruang Rapat Gedung DPRD Lembata, Senin (11/11/2019) malam.
Anggota Banggar, Gabriel Raring mempertanyakan substansi pengerjaan proyek air di lokasi wisata Bukit Doa dan Pantai Wade.
Menurut Politis PDIP ini, kebijakan anggaran air minum ke dua objek wisata ini sama sekali tidak menjawabi kebutuhan air minum masyarakat banyak. Pasalnya, jika air dialirkan ke sana, ada berapa banyak warga yang akan menikmati air bersih di sana, sementara di wilayah lain masyarakat justru kesulitan air. Kebijakan ini, lanjutnya, tidak menjawabi visi-misi Bupati dan Wakil Bupati Lembata terpilih yang sudah tertuang di dalam RPJMD.
• Warga Datangi BKD Ende Lihat Pengumuman CPNS
Dia mengusulkan lebih baik anggaran yang ada dimanfaatkan dulu untuk wilayah yang sangat membutuhkan akses air yang banyak. Sebab, indikator capaian keberhasilan proyek air itu ada pada seberapa banyak masyarakat menikmati air.
Gabi juga menyoroti ketimpangan nominal anggaran pembangunan jaringan perpipaan ke dua lokasi wisata itu dan ke wilayah Kecamatan Atadei.
Pembangunan jaringan perpipaan air minum ke Bukit Doa dan Bukit Cinta senilai Rp 2 miliar serta anggaran senilai 1,8 Miliar untuk air minum bersih dari mata air Pao Mori ke Wade. Sedangkan, pembangunan jaringan perpipaan air minim ke wilayah Kecamatan Atadei hanya sebesar Rp1 Miliar.
"1,8 miliar untuk Wade dan Rp 2 Miliar ke Bukit Doa untuk instalasi air. Berapa banyak orang yang akan menikmati air di sana," tanya Gabi.
Selain masalah ini, para anggota dewan juga mengkritisi rencana pembangunan jembatan titian (jeti) baru di Pantai Mutiara dan Desa Waijarang. Menurut Gabi, pembangunan jeti baru ini sama sekali tidak diperlukan mengingat kondisi saat ini banyak jeti juga yang sudah rusak dan akan ambruk jika tidak diperbaiki. Adalah lebih baik, ungkapnya, anggaran itu dimanfaatkan untuk kepentingan pemeliharaan jeti yang lama.
"Masalah jeti banyak yang sudah rusak juga. Tapi sudah mau bangun baru di tempat lain tapi ada juga jeti yang sudah rusak dan tidak dipelihara. Tidak ada upaya untuk pemeliharaan. Pendapatan untuk PAD juga ada tidak."
Anggota banggar dari Fraksi PKB, Yos Boli Muda, juga mempertanyakan tujuan pembangunan jeti dua tempat ini dan seberapa besar target PAD yang didapat dari sana.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Perhubungan (PUPRP) Kabupaten Lembata, Petrus Bote mengatakan pembangunan instalasi air ke Bukit Doa dan Wade merupakan bagian penataan infrastruktur di lokasi objek wisata dan kebutuhan masyarakat. Apalagi di lokasi Bukit Doa akan dibangun sebuah pastoran.
"Pekat jeti ada yang sudah rusak. Kita tentu saja terima masukan itu, namun kemampuan keuangan kita terbatas dan anggaran pemeliharaan belum ada saat ini, nanti di tahun 2021 akan dibuat pemeliharaan aset-aset yang ada," pungkas. Padahal menurut Florentinus Ola, sudah ada banyak jeti yang dibangun tetapi tidak dimanfaatkan dan tidak mendatangkan PAD bagi kabupaten.