Mahasiswa Kedokteran Berhasil Batalkan Perpres Jokowi Soal Dokter Spesialis Wajib Tugas di Pedalaman
Mahkamah Agung membatalkan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo.
"Ya butuh penyesuaian, tapi tidak sampai menyesal."
'Mencari formula baru'
Ketua Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian PB IDI, Pujo Hartono, menyebut wilayah Indonesia timur sangat kekurangan dokter.
Kebanyakan para dokter yang baru lulus, hanya mau ditempatkan di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan.
Pudjo mengaku tak bisa menyalahkan mereka, sebab kesenjangan di kota-kota Indonesia bagian barat dengan timur, terlampau jauh. Belum lagi pandangan beberapa dokter muda yang menilai "setiap orang bebas memilih bekerja yang nyaman".
"Apalagi pendidikan dokter spesialis itu kan mengeluarkan uang sendiri, jadi kalau ada pilihan yang lebih nyaman, pasti cari yang lebih nyaman juga," ujar Pudjo kepada BBC.
Untuk mengatasi kekurangan tenaga medis di wilayah terpencil, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS).
Tertera di situ, dokter spesialis wajib kerja satu tahun dan harus mau ditempatkan di rumah sakit daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan. Atau rumah sakit rujukan regional dan provinsi.
Ketika program WKDS diberlakukan, setidaknya ada 100-200 dokter spesialis yang disebar ke berbagai daerah yang dianggap kurang.
Sayangnya, program itu tak berumur panjang.

Pada Desember 2018, Mahkamah Agung membatalkan beleid yang memayunginya dan baru diunggah di situs pada Selasa (29/12/2019) lalu.
Dalam pertimbangannya, MA menilai peraturan itu bertentangan dengan Penghapusan Kerja Paksa sesuai Konvensi ILO. Sebab program WKDS semestinya dilaksanakan secara sukarela tanpa paksaan apalagi ancaman/sanksi.
Kata-kata 'wajib' dan 'harus mau' itulah yang digugat dan dimenangkan MA.
Imbas putusan tersebut berdampak pada makin minimnya jumlah dokter di daerah-daerah terpencil seperti Papua. Padahal Perpres itu dibuat untuk meratakan distribusi dokter di seluruh Indonesia.
Karena itulah pemerintah menerbitkan beleid baru yakni Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2019 mengenai Pendayagunaan Dokter Spesialis (PDS). Di aturan tersebut, tidak lagi ada kewajiban tapi sukarela.
Para dokter spesialis yang bersedia ditempatkan di daerah terpencil akan diberi insentif berupa gaji Rp 30 juta per bulan, rumah dinas, kendaraan operasional, dan mendapat tunjangan serta jasa medis dari rumah sakit.
"Mereka (dokter) bisa terima Rp 50 juta sampai Rp100 juta," kata Kepala Biro Hukum Kementerian Kesehatan, Sundoyo Hukor kepada BBC.
Sejak diberlakukan pada Februari 2019, setidaknya sudah ada dua angkatan yang dikirim. Tapi tiap angkatan, jumlahnya tak lebih dari 60 orang atau turun sekitar 50%.
Puluhan dokter spesialis itu nantinya akan diprioritaskan bekerja di wilayah Indonesia timur. Sebab di sana, paling banyak kekosongan tenaga medis.
Kini pemerintah bersama organisasi profesi sedang menggodok formula baru untuk mendongkrak jumlah dokter spesialis yang mau dikirim ke wilayah-wilayah perbatasan hingga terpencil.
Bentuknya, kata Sundyono, bisa berupa MoU atau perjanjian.
"Misalnya, dokter saat ambil spesialis kan melewati seleksi, pada saat seleksi dan mau melakukan studi meteka kita tawarkan, mau enggak saat lulus ditempatkan di daerah-daerah tertentu," tukasnya.
"Jadi begitu lulus bisa ditempatkan di daerah tersebut selama setahun."
Ia berharap dalam waktu dekat, MoU atau perjanjian itu bisa segera rampung.
"Saya pikir dalam waktu tidak lama. Insyallah segera keluar karena sudah mengerucut di kolegium, bagaimana formula saat seleksi pendaftaran."
Sumber: Kompas.com