News

Waspada, Dosen STFK Ledalero Maumere Temukan 20,5 Persen Pemuda NTT Terpapar Paham Radikalisme

Penelitian yang kami lakukan pada beberapa sekolah tinggi dan perguruan tinggi di NTT menemukan 20,5 persen generasi muda kita terpapar paham radikal

Penulis: Eugenius Moa | Editor: Benny Dasman
POS-KUPANG.COM/EGINIUS MO’A
Vikjen Keuskupan Maumere, Romo Telesforus Jenti, O.Carm, berbicara dalam Dialog Kerukunan Lintas Umat Beragama sedaratan Flores, Selasa (24/9/2019) di Hotel Sylvia Maumere. 

 Laporan Wartawann Pos Kupang, Com, Eugenius Moa

POS KUPANG, COM, MAUMERE - Pengajar STFK Ledalero, Maumere, Pater Dr. Hendrik Maku, SVD, memaparkan hasil mengejutkan tentang paham radikalisme dalam Dialog Kerukunan Lintas Umat Beragama sedaratan Flores di Hotel Sylvia Maumere, Selasa (24/9/2019)

"Penelitian yang kami lakukan pada beberapa sekolah tinggi dan perguruan tinggi di NTT menemukan 20,5 persen generasi muda kita terpapar paham radikal," kata Pater Hendrik.

Ia menjadi pembicara pertama dalam dialog ini, menegaskan, paham agama yang kita anut acapkali menjerumuskan orang pada fanatisme sempit atau radikalisme yang melahirkan terorisme dan lainnya.

Krisis kepercayaan terhadap media sosial (medsos) sering kali menyebarkan berita bohong (hoax). "Hemat saya, jawaban yang tepat adalah rejuvenasi agama dengan `spirit human fraternity," ujar Pater Hendrik.

Dilaog yang dipandu Asisten Pemerintah Setda NTT, Drs. Jamalludin Ahmad, MM, dihadiri para tokoh lintas agama di Flores.

Dikatakannya, fenomena dahulu dan mungkin juga masih berlaku sekarang, kita memahami agama sebagai tembok yang memisahkan satu dari yang lain. Sudah waktunya kita tidak lagi memaknai agama sebagai tembok, tetapi jembatan menuju kepada perdamaian.

Dalam konteks dan konsep rejuvenasi agama, di abad pertengahan, orang terpesona oleh kemajuan ilmu pengetahuan kemudian menTuhankan pengetahuan. Lalu agama dikemanakan?.

Pertanyaan apakah agama sudah usang? Sesungguhnya agama tidak usang. Agama-agama hanya butuh diremajakan kembali pemahamannya akan bertahan di tengah multikulturalisme.

Ia mengajak peserta dialog menyimak dokumen `human fraternity' ditandatangani Paus Fransiskus dan Ahmad Tayeb, Imam Besar Al Azhar pada tanggal 4 Januari 2019 di Abu Dabi.
Menurutnya, dokumen ini berbicara banyak tentang rejumenasi agama.

Pertama, agama adalah iman yang menuntun orang beriman untuk memadang dalam diri orang lain sebagai saudara, didukung dan dikasihi; Kedua, atas nama manusia yang tidak bersalah Allah melarang untuk membunuh. Karena siapapun yang membunuh seseorang, seakan seluruh umat manusia. Siapa yang menyelamatkan seseorang, dia menyelamatkan seluruh umat manusia.

Kemudian, Ketiga, budaya dialog merupakan jalan menuju kerjasama timbal balik untuk saling pengertian menyebarkan budaya toleransi dan hidup bersama dalam damai.

Terlibat dalam upaya menghentikan penumpahan darah dari orang yang tak bersalah serta mengakhiri peperangan dan konflik berdasarkan lingkungan hidup dan kemerosotan moral.
Tujuan terpenting agama adalah percaya kepada Allah untuk menghormatiNya dan untuk mengundang setiap orang mempercayai, alam semesta ini bergantung kepada Allah yang mengaturnya.

Ia juga mengajak semua pihak berhenti menggunakan agama untuk mengasut orang untuk kebencian, kekerasan, ektrimisme dan fanatisme buta dan untuk menahan diri menggunakan nama Allah untuk membenarkan tindakan pembunuhan, terorisme dan pemindasan.

"Allah Yang Masa Kuasa tidak perlu dibela oleh siapapun dan tidak ingin namanya digunakan untuk meneror orang lain," tegasnya.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved