Iuran BPJS Kesehatan Naik, Direktris RSUD Bajawa: Memberatkan Masyarakat
drg. Maria mengatakan apalagi bagi peserta BPJS Kesehatan yang mandiri tentu tidak mudah dan memberatkan.
Penulis: Gordi Donofan | Editor: Rosalina Woso
Iuran BPJS Kesehatan Naik, Direktris RSUD Bajawa: Memberatkan Masyarakat
POS-KUPANG.COM | BAJAWA --Pemerintah Pusat melalui Kemeterian Keuangan akan menaikan iuaran untuk semua golongan kepesertaan BPJS Kesehatan, baik peserta penerima bantuan iuran (PBI) maupun umum.
Hal tersebut dilakukan demi menutup defisit keuangan BPJS Kesehatan dan wacana kenaikan iuran BPJS Kesehatan menjadi dua kali lipat yang akan diberlakukan pemerintah pusat pada tahun ini.
Menanggapi hal itu Direktris RSUD Bajawa, drg. Maria Wea Betu, mengatakan, naiknya iuran BPJS Kesehatan tentu sangat memberatkan masyarakat.
drg. Maria mengatakan apalagi bagi peserta BPJS Kesehatan yang mandiri tentu tidak mudah dan memberatkan.
Namun, pihaknya akan menyesuaikan sistem dan mengikuti regulasi yang ditetapkan
"Cukup memberatkan masyarakat terutama yang mandiri. Kami prinsipnya menyesuaikan sistem ataupun regulasi yang ditetapkan," ungkap drg. Maria, kepada POS-KUPANG.COM, Selasa (2/9/2019).
Ia menginginkan sebaiknya dan harus ada sosialisasi berulang kepada masyarakat biar ada pemahaman bersama mengapa harus ada kenaikan uran BPJS.
Terkait evaluasi pelayanan dan kerjasama selama ini, Maria mengaku sering mendapatkan aturan dari BPJS yang memberatkan Rumah Sakit dan juga pasien.
• Kembangkan Fintech, OJK Mulai Terapkan SupTech
• BREAKING NEWS : Remaja Manggarai Timur Tewas Dimangsa Rabies
• BREAKING NEWS : Ikuti Pelantikan DPRD Baru, Jefri Un Banunaek Langsung Dibawa ke Kejati NTT
"BPJS terlalu sering memunculkan aturan yang memberatkan RS dan pasien," ujarnya.(Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Gordi Donofan)
Kemenkeu: 1 Januari 2020, Iuran BPJS Kesehatan Naik 100
Pemerintah sudah bulat menaikkan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan sebesar 100 persen untuk menutup defisit JKN.
Menurut Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, kenaikan iuran itu akan dilakukan mulai 1 Januari 2020.
Namun, ini berlaku hanya untuk kelas I dan kelas II.
"Yang kelas I kelas II mulai 1 Januari 2020 jadi Rp 160.000 dan Rp 110.000 sehingga kami bisa sosialisasi untuk masyarakat," ujarnya seusai rapat kerja dengan DPR, Jakarta, Senin (3/9/2019).
Sementara itu, kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk kelas III masih ditunda setelah Komisi IX dan XI DPR menolak usulan itu.
DPR meminta pemerintah melakukan pembersihan data sebab terjadi karut-marut data.
Selain itu kenaikan iuran BPJS Kesehatan kelas III juga dinilai akan membebani masyarakat bawah.
Meski begitu, ucapnya, keputusan kenaikan iuran BPJS Kesehatan masih haru menunggu restu presiden melalui peraturan presiden.
Tahun ini, defisit BPJS Kesehatan diproyeksikan sudah mencapai Rp 32,8 triliun.
Angka ini akan terus membengkak bila tidak ada kebijakan pembenahan salah satunya kenaikan iuran.
Menurut Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris, proyeksi defisit BPJS Kesehatan akan mencapai Rp 77,8 triliun pada 2024.
"Kalau kita tidak melakukan upaya-upaya policy mix, artinya meningkatkan iuran kemudian kaitannya dengan bauran kebijakan, akan terjadi defisit ini semakin lebar," kata dia.
Dalam rapat sebelumnya sepekan yang lalu, Sri Mulyani telah mengusulkan kenaikan iuran sebesar dua kali lipat.
Artinya, peserta JKN kelas I yang tadinya hanya membayar Rp 80.000 per bulan harus membayar sebesar Rp 160.000.
Kemudian peserta JKN kelas II membayar Rp 110.000 dari yang sebelumnya Rp 51.000.
Sementara peserta JKN mandiri kelas III yang tadinya hanya membayar iuran sebesar Rp 25.500 harus menaikkan iuran bulanan menjadi Rp 42.000 per bulan.
Iuran BPJS Kesehatan Naik, Terima Kasih Pak Jokowi...
Pemerintah memastikan kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan tetap akan dilakukan meski banyak pihak yang mengkritik.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan mulai berlaku pada 1 Januari 2020.
Kenaikan ini untuk peserta kelas I dan II atau peserta non Penerima Bantuan Iuran (PBI) pemerintah pusat dan daerah.
Berapa jumlah peserta yang terdampak?
Saat ini tercatat jumlah peserta BPJS Kesehatan sebanyak 223,3 juta jiwa, dengan 82,9 juta di antaranya merupakan peserta non PBI.
Peserta non PBI terdiri dari Peserta Penerima Upah (PPU) Pemerintah 17,5 juta jiwa, PPU Badan Usaha 34,1 juta jiwa, Perserta Bukan Penerima Upah (PBPU) 32,5 juta jiwa dan Bukan Pekerja (BP) 5,1 juta jiwa.
Peserta non PBI yang terbanyak yakni PPU Badan Usaha alias karyawan.
Saat ini iuran BPJS Kesehatan karyawan sebesar 5 persen dari gaji pokok.
Rinciannya 4 persen dibayar oleh perusahaan dan 1 persen oleh karyawan.
Berapa kenaikannya?
Namun usulan itu ditolak DPR dengan alasan masih perlunya pemerintah membebani data peserta yang carut marut.
Kenapa harus naik?
Dalam pemaparan pemerintah, iuran BPJS Kesehatan saat ini masih underpriced atau di bawah perhitungan aktuaria.
Hal ini menjadi salah satu akar masalah defisit berkepanjangan BPJS Kesehatan yang ditemukan dalam audit BPKP terhadap JKN.
Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris menyebut, bila iuran tidak di naikan, maka defisit BPJS Kesehatan akan tembus Rp 77,9 triliun pada 2024.
"Kalau kita tidak melakukan upaya-upaya policy mix artinya meningkatkan iuran kemudian kaitannya dengan bauran kebijakan maka akan terjadi defisit ini semakin lebar," ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi XI dan IX DPR, Jakarta, Senin (2/9/2019).
Ia menyebutkan potensi pembengkakan defisit BPJS Kesehatan mulai Rp 39,5 triliun pada 2020, Rp 50,1 triliun pada 2021, Rp 58,6 triliun pada 2022, Rp 67,3 triliun pada 2023 dan Rp 77,9 triliun pada 2024.
BPJS Kesehatan mengatakan, dengan perubahan iuran premi, maka maka persoalan defisit anggaran bisa diselesaikan secara terstruktur.
Legacy Kenaikan iuran BPJS Kesehatan dipastikan akan menjadi warisan periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo akan dicatat publik.
Rencana pemerintah menaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan disambut dingin DPR.
Presiden Joko Widodo diingatkan bahwa kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan menjadi warisan buruk di akhir periode pertamanya.
"Saya kira dari pembantu Presiden ini harus ada cara lain mengatasi ini ya," ujar Anggota Komisi XI DPR Didi Irawadi saat rapat kerja dengan pemerintah, Jakarta, Senin (2/9/2019).
"Jangan sampai kanaikan yang tidak populer ini dan membebani rakyat bawah. Ini akan menjadi legacy Pak Jokowi di era periode pertama," sambung dia.
Anggota Komisi XI dari Fraksi PPP Elviana juga menolak usulan kenaikan iuran BPJS Kesehatan dari pemerintah.
Ia heran mengapa pemerintah justru mengejar rakyat atas masalah defisit BPJS Kesehatan.
Rakyat kata dia sudah terbebani berbagai harga kebutuhan sehari-hari mulai dari listrik hingga BBM.
Menurut dia, pemerintah harusnya malu mengajukan skema usulan kenaikan iuran BPJS Kesehatan .
"Atas nama fraksi tolong sampaikan ke Menteri Keuangan, malu ini skemanya ibu Menteri Keuangan ini. Enak saja nulis rakyat yang dulu iuran Rp 25.000 naik Rp 42.000," kata dia.
"Mau ditombok dengan apa ya enggak mungkin Pak Jokowi enggak bisa karena hanya segitu (Rp 32,8 triliun). Untuk mindahkan ibu kota saja mampu kok, yang enggak penting-penting amat menurut saya," sambungnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Iuran BPJS Kesehatan Naik, Terima Kasih Pak Jokowi...",
Penulis : Yoga Sukmana
Editor : Erlangga Djumena
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kemenkeu: 1 Januari 2020, Iuran BPJS Kesehatan Naik 100 Persen",
Penulis : Yoga Sukmana
Editor : Erlangga Djumena