Breaking News

Renungan Harian Kristen Protestan

Renungan Kristen Rabu 28 Agustus 2019 'Apakah Masih Pantas Kita Sebut “Orang Lain” Kafir dan Najis?'

Renungan Kristen Rabu 28 Agustus 2019 'Apakah Masih Pantas Kita Sebut “Orang Lain” Kafir dan Najis?'

Editor: maria anitoda
Dok Pribadi/Mesakh A.P. Dethan
Renungan Kristen Rabu 28 Agustus 2019 'Apakah Masih Pantas Kita Sebut “Orang Lain” Kafir dan Najis?' 

Ini pemikiran yang sempit, picik dan naif. Orang yang ada bersama-sama kita setiap hari kita sebut sebagai saudara seiman, dan di luar itu adalah kafir dan najis, haram.

Kalau Tuhan itu adil dan pengasihi penyanyang apakah benar bahwa selain kita yang menganggap diri paling benar, apakah Tuhan juga menciptakan manusia kafir, najis dan haram?

Apakah dimata Tuhan ada terdapat jenis-jenis manusia, derajat-derajat manusia.  Ataukah semuanya itu hanya pemikiran kita sendiri?

Pergumulan semacam ini yang dialami Petrus ketika dia suruh bertemu dengan seorang kepala Pasukan berkebangsaan Italia sebagaimana dikisahkan dalam Kisah Para Rasul 10:1-48.  

Meskipun telah menjadi pengikut Kristus yang telah mendapatkan mandat untuk mengabarkan Injil kepada segala makhluk (Matius 28:19-20), namun Petrus belum sepenuhnya terlepas dari paradigma lama yang dimilikinya. Paham dan idiologi Yahudi masih tertanam kuat dalam dirinya.

Sebagai seorang Yahudi Rasul Petrus tentu sangat  taat dan patuh kepada aturan-aturan  yang digarisan dalam Hukum Taurat  termasuk tidak boleh makan daging binatang yang haram.

Dan seperti kebanyakan orang Yahudi ia juga yakin bahwa Israel adalah bangsa pilihan Allah, di luar Israel adalah kafir dan najis (sikap ini mendorong kepada kesombongan dan perendahan terhadap bangsa lain atau kepercayaan lain).

Sekalipun Petrus, rasul yang diberi kuasa pelayanan yang luar biasa (lihat Kisah 9:36-43), tapi ia juga manusia biasa yang mempunyai kelemahan.

Pemahamannya tentang keselamatan yang dibawa Kristus adalah hanya milik orang Yahudi saja, karena diluar itu adalah kafir.

Pemahaman inilah yang kemudian diterangi oleh Allah melalui penglihatan ketika ia hendak berdoa dan makan pada saat ia termenung, penglihatan itu berulang sampai 3 kali.

Peristiwa ini akhirnya mengubah paradigma Petrus tentang keselamatan dan mendorong dia untuk bersedia bertemu denga Kornelius, seorang kepala Pasukan di Kaisarea (Kisah 10:1-2 ““1Di Kaisarea ada seorang yang bernama Kornelius, seorang perwira pasukan yang disebut pasukan Italia.  2 Ia saleh, ia serta seisi rumahnya takut akan Allah dan ia memberi banyak sedekah kepada umat Yahudi dan senantiasa berdoa kepada Allah”.”).

Dan sikap dan paradigma ini yang membuat gereja dikemudian menjadi gereja yang terbuka kepada semua bangsa di dunia.

Apakah bangsa lain selain Yahudi adalah juga umat Allah terjawab melalui kisah 10 ini bahkan juga pada bagian-bagian lain dari seluruh kisah Para Rasul ini.

Dan ini menjadi pandangan teologis yang bersifat universal dari si penulisnya yakni  Lukas.

Menurut Udo Schnelle , (lihat Udo Schnelle, Einleitung in das Neue Testament, Vandenhoeck & Ruprecht, 5 Auflage, Göttingen, 2005, hlm. 305-322), inti pesan Kisah Rasul adalah pada Karya dan ajaran Yesus  (Kis 1:1). 

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved