Dua Akun Medsos Diburu Polisi, Diduga Sebar Provokasi ke Warga Papua
Dua akun medsos Diburu polisi, diduga sebar Provokasi ke warga Papua dan Papua Barat
Dua akun medsos Diburu polisi, diduga sebar Provokasi ke warga Papua dan Papua Barat
POS-KUPANG.COM | JAKARTA - Polri memburu dua akun di media sosial yang diduga menyebarkan provokasi sehingga memicu demonstrasi di sejumlah daerah di Papua dan Papua Barat, Senin (19/8/2019).
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo mengatakan, dua akun medsos itu terdiri dari satu akun Youtube dan satu akun Facebook.
• Pernikahan Glenn Fredly dan Mutia Ayu Digelar Tertutup, Dijaga Ketat, Tamu Naik Mobil Jemputan
"Itu lagi di-profiling. Meskipun video sudah dihapus, tapi jejak digitalnya sedang didalami Direktorat Siber," ujar Dedi saat dijumpai di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin.
Kedua akun itu berbeda nama. Disinyalir kedua akun tersebut dikuasai oleh admin yang berbeda pula.
Sejauh ini, baru dua akun tersebut yang diidentifikasi sebagai penyebar konten berisi provokasi kepada masyarakat di Papua.
• Diduga Terkait Proyek, KPK OTT Jaksa di Yogyakarta, Ini yang Dilakukan Kejaksaan Agung
Namun, Dedi enggan menjelaskan lebih lanjut perihal dua akun itu. Perkembangan berikutnya akan disampaikan selengkapnya pada momen konferensi pers.
Sebelumnya, Polri mengidentifikasi penyebab warga Papua dan Papua Barat turun ke jalan, Senin kemarin.
Mereka diyakini telah terpapar informasi keliru dari media sosial mengenai proses hukum mahasiswa asal Papua di Surabaya, Semarang dan Malang.
"Mereka boleh dikatakan, cukup terprovokasi dengan konten yang disebarkan oleh akun di medsos terkait peristiwa di Surabaya," ujar Dedi.
Konten yang dibangun di media sosial serta tersebar di antara warga Papua, lanjut Dedi, dapat membangun opini bahwa peristiwa hukum terhadap mahasiswa Papua di Pulau Jawa itu adalah bentuk diskriminasi. Bahkan, termuat praktik rasisme di dalamnya.
Padahal, Dedi memastikan bahwa penangkapan mahasiswa Papua di Surabaya itu sudah selesai secara hukum.
Awalnya, polisi memang menerima laporan soal penghinaan bendera merah putih di asrama mahasiswa Papua, Jalan Kalasan, Kota Surabaya.
Kemudian polisi memeriksa beberapa mahasiswa yang tinggal di asrama. Karena tidak menemukan unsur pidana, kepolisian pun melepaskan mereka kembali.
Proses itu merupakan proses yang wajar dalam hukum. "Peristiwa Surabaya sendiri sudah cukup kondusif serta berhasil diredam dengan baik. Tapi karena hal tersebut disebarkan oleh akun yang tidak bertanggungjawab, membakar atau mengagitasi mereka dan dianggap narasi tersebut adalah diskriminasi," ujar Dedi.
