Mitigasi Gagal Panen, Keuskupan Larantuka Buka Demplot Sorgum di Lembata
Larantuka melalui Yayasan Pembangunan Sosial Keuskupan Larantuka (Yaspensel) membangun demplot atau kebun contoh tanaman sorgum di Ibukota Kabupaten L
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Ferry Ndoen
"Jadi kami penuhi kebutuhan perut dulu baru bisa dijual," kata Kordinator Lapangan Yaspensel Larantuka, Jeri Letor kepada Pos Kupang, Kamis (15/8/2019).
Pegiat tanaman sorgum ini mengatakan dirinya bergabung dengan Yaspensel Larantuka pada tahun 2014 untuk memyikapi isu pemanasan global, kekeringan dan gagal panen yang ramai diberitakan saat itu.
"Gereja Katolik melihat perubahan iklim ini sangat berhubungan dengan petani," kata Jeri.
Ajakan untuk bergabung dengan Yaspensel milik Keuskupan Larantuka ini dinilai sebagai angin segar. Menurutnya, kampanye mitigasi gagal panen dengan menanam sorgum melalui Gereja Katolik akan lebih mudah daripada ia harus bergerak sendiri.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Yaspensel Larantuka, Romo Benyamin Daud, Pr kepada ucanews.com mengatakan, tidak hanya sebagai upaya pengurangan resiko bencana, namun gerakan ini sesungguhnya merupakan gerakan untuk mengembalikan pangan lokal.
"Yaspensel merupakan payung untuk gerakan ini di Kabupaten Flores Timur dan Lembata," kata Rm Benyamin.
"Kami sengaja membuka lahan ini di tengah kota, pinggir jalan dan di musim kemarau, supaya masyarakat Lembata tahu bahwa sorgum itu sangat adaptif dengan kekeringan dan bisa tumbuh di musim kemarau."
Romo Benyamin mengajak masyarakat Lembata khususnya kaum muda untuk memanfaatkan semua potensi yang ada di kampung, yang bisa diubah menjadi produk bernilai ekonomis, satu di antaranya adalah sorgum.
"Di kampung itu sangat banyak-banyak sekali potensi yang bisa dikembangkan, salah satunya sorgum ini."
Romo Benyamin mengatakan program Yaspensel Larantuka ini tidak hanya sekedar sebagai misi sosial Gereja Katolik.
Menurut Romo Benyamin, keberhasilan mengkampanyekan sorgum sejak di Flores Timur hingga Lembata ini merupakan jawaban Tuhan atas aksi puasa pembangunan (APP) Keuskupan Larantuka tahun 2011 tentang kedaulatan pangan.
Aksi ini akhirnya menemukan sosok Maria Loreta, pegiat sorgum asal Flores Timur. Ia dijuluki "Mama Sorgum" oleh petani di Flores Timur.
"Dari gerakan ini, munculah seorang yang sangat luar biasa, Ibu Loreta. Kami mulai jalam bersama untuk membumingkan gerakan sorgum di Flores Timur dan Lembata," pungkasnya. (*)