Gerindra Tolak Masuk dalam Pemerintahan, Takut Buat Korupsi, Di Luar Bisa Keritik
Meski demikian, elit Gerindra member sinyalemen bahwa partai yang dimpimpin Prabowo Subianto tersebut tetap berada di luar cabinet.
Bahkan, masih ada yang beranggapan kedudukan oposisi adalah pecundang pencari masalah.
"Padahal itu hal yang normal dalam demokrasi."
"Jadi seolah-olah orang takut untuk beroposisi, karena dianggap sebagai pecundang, dianggap sebagai orang kalah yang nyari gara-gara," ulasnya.
Rocky Gerung berpandangan, demokrasi tidak memerlukan persatuan.
Yang diperlukan ialah bagaimana negara bersistem demokrasi, mengolah kemampuan dari perbedaan-perbedaan tersebut.
"Saya terangkan, bahwa demokrasi itu tidak memerlukan persatuan."
"Demokrasi memerlukan kemampuan mengolah perbedaan," ucapnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah angkat bicara mengenai peta koalisi pasca-Pilpres 2019.
Menurut Fahri Hamzah, masih adanya tarik ulur partai pendukung Prabowo-Sandi masuk ke dalam pemerintahan, disebabkan tidak memiliki konsep yang jelas mengenai oposisi dan koalisi.
"Tarik ulur itu karena enggak punya konsep," kata Fahri Hamzah di Kompleks Parlemen, senayan, Jakarta, Jumat (5/7/2019).
"Jadi semuanya, bagi yang di luar maupun yang di dalam, itu enggak punya konsep tentang apa itu oposisi dan apa itu koalisi dalam sistem presidensialisme."
"Enggak ada yang ngerti tentang ini, makanya bingung," sambungnya.
Menurut Fahri Hamzah, dalam negara dengan sistem presidensial, maka otomatis parlemen merupakan oposisi.
Presiden dipilih secara langsung sebagai eksekutif yang menjalankan roda pemerintah, dan anggota DPR juga dipilih langsung sebagai legislatif yang memiliki tugas pengawasan.
"Maka di dalam presidensialisme itu tidak ada oposisi. Tetapi dalam presidensialisme itu, otomatis legislatif itu menjadi oposisi, gitu loh."