Kekurangan Air, Warga Ile Ape Beli Air Rp15 Ribu Per Drum
lima desa di Kecamatan Ile Ape selalu kesulitan air pada musim kemarau. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, mereka harus m
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Ferry Ndoen
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo
POS-KUPANG.COM-LEWOLEBA-Warga lima desa di Kecamatan Ile Ape selalu kesulitan air pada musim kemarau. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, mereka harus membeli air tangki seharga Rp15 ribu per drum. Kelima desa yang kesulitan air itu yakni
Desa Beutaran, Tagawiti, Dulitukan, Palilolon, dan Kolipadan.
Warga Desa Beutaran, Lorens Leka, menuturkan dari dulu kondisi krisis air bersih ini acapkali terjadi. Apalagi jika sudah memasuki musim kemarau.
"Dari dulu sudah begini. Musim kemarau susah. Kalau musim hujan jadi kami harus tadah air hujan," kata Lorens, Rabu (7/8/2019).
Menurut dia, warga harus membeli air dari mobil tangki yang setiap hari datang ke sana. Air ini yang mereka manfaatkan untuk kebutuhan minum dan mandi.
Di Desa Beutaran sendiri ada sebuah sumur yang biasa disebut Waitobi. Dari sumur ini, warga juga sering mengangkut air untuk kebutuhan mereka.
Lorens mengatakan pemerintah daerah sampai saat ini belum bisa berbuat banyak. Dia berharap pemerintah bisa segera mencari solusi terbaik guna membantu warga keluar dari krisis air bersih.
"Harapannya supaya pemerintah bisa bantu air leding, bupati dari dulu janji air masuk sampai hari ini belum juga," sesalnya.
Bernadus Tena, Sekretaris Desa Tagawiti, mengatakan bila ingin memesan satu tangki air untuk kebutuhan satu rumah tangga, warga harus mengeluarkan uang sebesar Rp350 ribu. Jika tidak, mereka hanya membeli air Rp15 ribu per drum dari tangki air yang setiap hari berkeliling di kampung mereka menjual air bersih.
• Kadis Pendidikan NTT Launching Website dan Gedung Multimedia SMP 5 Kota Kupang
• Investigasi Kebakaran Gedung Logistik Polda NTT, Tim Labfor Bareskrim Polri Bawa Sampel
Menurut dia, kebutuhan air dalam rumah tangga sangat tinggi. Satu drum air tentu saja tidak cukup dimanfaatkan untuk semua keperluan rumah tangga.
"Air untuk minum selalu jadi prioritas," kata Bernadus.
Ia juga prihatin karena setiap musim kemarau pengeluaran untuk membeli air sangat besar. Secara matematis, dia menghitung, seminggu dia harus mengeluarkan uang air Rp90 ribu. Dalam sebulan Rp360 ribu sudah pasti dikeluarkan dari kantong untuk kebutuhan air. Tapi ini baru jumlah minimal. Kenyataannya nominalnya bisa lebih dari Rp90 ribu. Sementara rata-rata mata pencaharian warga adalah petani ladang dan nelayan.
Pemerintah desa, lanjutnya, sudah memasukkan anggaran dari dana desa untuk membeli mobil tangki air yang akan melayani sekitar 213 KK di Desa Tagawiti.
Di Kecamatan Ile Ape, yang disebut wilayah tanjung yakni desa Tagawiti, Beutaran, Dulitukan, Palilolon, dan Kolipadan paling susah air saat musim kemarau.
Sebelum ada mobil tangki, warga desa harus menyebrang pulau memakai perahu dan mengambil air di Waiwuring, Pulau Adonara.
Bak penampungan di desanya sudah ada tapi kosong, tanpa air. Butuh 4 tangki air untuk memenuhi bak air itu. Pipa dan kran air juga sudah ada di setiap rumah tetapi belum ada air yang disalurkan.
"Paling susah air. Air minum susah. Sumur asin. Kebutuhan sekarang itu air," pungkasnya.
Jeritan yang sama juga datang dari Siti Maru, warga Tagawiti. Sama dengan Bernadus, dia mengakui kondisi kesulitan air ini sudah terjadi sejak lama saat musim kemarau. Mereka pun biasa pesan tangki air.
"Beli pake drum saja tidak bisa dapat (penuhi kebutuhan air di rumah)," ungkapnya.
Mobil tangki air harus tiap hari datang untuk memenuhi kebutuhan air warga desa. (*)