Berita Tamu Kita

Bregitha N Usfinit: Jadi Polisi Yang Humanis

Bregitha ingin membuktikan bahwa Polisi saat ini adalah Polisi yang humanis dan siap melayani dan mengayomi masyarakat.

Penulis: Apolonia M Dhiu | Editor: Apolonia Matilde
Dokumentasi keluarga
Bripka Bergitha N Usfinit bersama suami dan anak-anaknya. 

Saat penyelidikan dan penyidikan terhadap korban kekersan perempuan dan anak, bagaimana proses mediasi oleh Unit PPA. Sehingga korban merasa nyaman dan tidak trauma?
Saya dan teman-teman di Unit PPA Polres Kupang Kota dan mungkin teman-teman lain yang memang bertugas di PPA harus memiliki trik-trik khusus dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Misalnya kasus cabul yang korbanya anak. Untuk proses penyelidikan atau pengambilan keterangan pada korban, polisi harus bisa memposisikan diri sebagai teman dari anak tersebut.
Misalnya dengan pendekatan bermain, membangun komunikasi antara penyidikan dan korban, setelah korban merasa nyaman dan dekat, baru dilakukan ke tahap selanjutnya.

Ahok BTP Nikahi Puput Nastiti Devi, Beghini Nasib Staf Ahok Ima Mahdiah Sekarang

Berarti prosesnya lama juga ya penanganan sebuah kasus kekerasan?
Yah, memang kata orang pemeriksaan itu gampang. Tetapi jika korban orang dewasa memang tidak sulit. Jika korban adalah anak-anak membutuhkan kesabaran dan pendekatan humanis. Apalagi, kalau korban mengalami pelecehan seksual pasti mengalami trauma dan membutuhkan waktu lama untuk proses mengembalikan kepercayaan dirinya.
Jangankan untuk bertemu dan berkomunikasi dengan orang lain, apalagi polisi, dengan keluarganya sendiri saja takut.
Untuk KDRT, jika kondisi korban memungkinkan kami mengambil keterangan, yah kami lakukan, tetapi kalau masih dalam keadaan sakit dan terganggu kesehatanya, kami tidak langsung melakukan pemeriksaan terhadap korban.

Dari pengalaman Anda, apa saja faktor yang menyebabkan terjadinya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak?
Pertama, dari keluarga sendiri dan kondisi keluarga. Kekerasan terhadap anak biasanya berawal dari kekerasan yang dilihat anak pada orang tuanya di rumah. Mungkin saat kecil melihat ayahnya melakukan kekerasan terhadap ibunya, perlahan anak terekam di memori, dan ketika dalam pertumbuhan, anak tersebut kurang mendapat perhatian dan pendampingan dari orang tua. Otomatis, dia akan melakukan kekerasan seperti apa yang dilihatnya di rumah.
Kedua, faktor lingkungan tempat tinggal dan pergaulan. Salah satu faktor penyebab kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah penggunaan media sosial yang saat ini tiada batas. Apalagi, jika orang tua memberi kebebasan terhadap anak untuk mengakses media sosial. Karena kebebasan yang diberikan dan tidak ada batasan, saat melihat konten dan komunikasi di media sosial, akan terjerumus. Ada beberapa kasus asusila yang kami tangani yang korbannya anak bermula dari media sosial, seperti Facebook, Instagram, Twitter dan sebagainya.

Pilih NU atau Muhammadiyah? Ini Jawaban Ustadz Abdul Somad dan Ustadz Adi Hidayat

Sejauh ini bagaimana dengan sosialisasi yang dilakukan Unit PPA Polres Kupang Kota kepada masyarakat. Sehingga meminimalisir kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak?
Saya melihat banyak hal positif ketika sosialisasi yang dilakukan dengan meningkatnya kasus kekerasan perempuan dan anak sejak tahun 2017 sampai semester 1 tahun 2019. Ada peningkatan signifikan. Peningkatan tersebut terjadi karena masyarakat semakin menyadari dan memahami Undan-Undang Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak. Kalau dulu, data kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak kecil, bukan karena tidak ada, tetapi merupakan fenomena gunung es, dan masyarakat belum memahami akan fungsi dan perannya dalam meminimalisir kasus tersebut.
Unit PPA Polres Kupang Kota, berupaya menjalin kerja sama dengan LSM seperti Rumah Perempuan, P2TP2A, instansi pemerintah terkait seperti Biro Pemberdayaan Perempuan dan dan Anak. Kami melakukan sosialisasi ke sekolah dan kelurahan. Sehingga, bisa meminimalisir kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang semakin banyak.
Unit PPA menjalin mitra dengan P2TP2A, Rumah Perempuan, dan LSM lainnya, bila ada korban merasa kuatir atau takut melapor ke kantor polisi, mereka bisa melapor ke lembaga- lembaga tersebut.
Dengan sosialisasi yang dilakukan masyarakat makin menyadari untuk melaporkan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Ini menandakan masyarakat sudah mulai memahami karena ada Undang-Undang yang mengaturnya. (*)

Inilah 10 Drama Korea yang Paling Banyak Dicari di Akhir Bulan Juli, Favoritmu Nomor Berapa?

Bangga Keluarga Mendukung

KESIBUKAN di kantor karena banyak kasus kekerasan perempuan dan anak yang harus ditangani tidak membuatnya lupa akan rutinitas sebagai ibu dan istri. Dia tetap membagi waktu antara karier dan tugas sebagai ibu rumah tangga. Misalnya memasak, menyuci dan juga mengantarkan anak ke sekolah dan menjemput anak dari sekolah. Semua dilakukan dengan enjoy.
Dirinya juga mendapatkan dukungan penuh dari suaminya yang juga anggota polisi. Karena sama-sama anggota Polisi, keduanya saling memahami akan tugas-tugas di luar kantor.
"Saya bangga dengan suami dan keluarga yang sangat mendukung. Sehingga peran sebagai ibu dan mama di rumah tidak saja dilakukan oleh istri, tetapi juga suami. Sehingga, kami sama-sama saling mendukung agar tugas di kantor tidak keteteran," kata pemilih nama lengkap Bergita N Usfinit.
Istri dari Aloysius P Sanggu Doa ini, mengatakan, menjadi Polwan saat ini adalah Polwan yang humanis.
Polwan, katanya, harus dekat dengan masyarakat dan ditunjukkan mulai dari keluarga dan lingkungan. Karena keluarga dan lingkungan adalah orang terdekat yang bisa menjadikan citra polisi yang baik.
"Saya berterima kasih diberikan pendamping hidup yang anggota polisi juga. Sehingga saling memahami tugas masing- masing, dan karena sudah dikaruniai anak, lebih saling memahami. Dengan intensitas kasus KDRT yang makin banyak, bagaimana antara suami dan istri membagi peran dan memenej waktu untuk mengurus keluarga dan anak," katanya.
Ibu tiga anak ini tertarik menjadi menjadi Polwan karena melihat penampilan luar para Polwan yang luar biasa. Selain itu, polisi mengemban tugas mulia yakni melayani dan mengayomi masyarakat.
"Banyak pendapat miring dari masyarakat terhadap Polisi, bagaimana kami mengajak teman-teman agar imej terhadap polisi menjadi menyenangkan. Selama ini masyarakat melihat polisi yang dulu berbeda. Polisi zaman sekerang lebih humanis dalam pendekatan terhadap masyarakat. Perlahan-lahan, kami berupaya agar citra polisi yang selama ini dianggap sangar dan menakutkan, bisa lebih baik yakni melayani dan mengayomi," kata alumni dari Universitas PGRI NTT ini. (apolonia matilde dhiu)

Hadapi Arema FC, Persib Bandung Tanpa Pemain Pilar, Siapa Saja Mereka?

Biodata :
Nama : Bregitha N Usfinit, SH.
TTL : Kupang, 17 November 1984.
Suami : Aloysius P Sanggu Doa, SH.
Anak : 1. Valentino P Sanggu Doa.
2. Catharina C Sanggu Doa.
3. Clarisa J Sanggu Doa.
Riwayat Pendidikan :
1. SD : Inpres Nasipanaf.
2. SMP : SMP Katolik Adisucipto Penfui.
3. SMA : SMA Katolik Sin Karolus Penfui.
4. PT : Universitas PGRI Kupang.
Riwayat Pekerjaan :
-Diktukba Polri Gelombang II Tahun 2003 di Sepolwan Jakarta Selatan.
-Bintara Polresta Kupang Polda NTT Tahun 2003.
-BA Sat Reskrim Polres Kupang Kota 2004-2010.
-BA Sat Reskrim Polsek Oebobo 2010-2012.
-BA Sat Reskrim Polres Kupang Kota 2012 -2017.
-PS Kanit PPA Polres Kupang Kota 2017 sampai sekarang.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved