Kisah Peraih Nilai Tertinggi di Yogyakarta: Alexander Farrel, Auliansyah dan Virdiana Inggried
Siswa Tuna Netra Nilai 10 Matematika, Alexander Farrel Buktikan Keterbatasan Bukan Halangan untuk Berprestasi
Penulis: Agustinus Sape | Editor: Agustinus Sape
Kisah Para Peraih Nilai Tertinggi di Yogyakarta: Alexander Farrel, Auliansyah dan Virdiana Inggried Marwanti
POS-KUPANG.COM, YOGYAKARTA - "Saya ingin buktikan, keterbatasan tak menghalangi seseorang berprestasi," inilah kata-kata yang diucapkan Alexander Farrel Rasendriya untuk memotivasi perjalanan hidupnya.
Alexander Farrel Rasendriya (18) merupakan difabel tuna netra. Ia baru saja lulus dari SMA Negeri 3 Yogyakarta dengan prestasi yang cukup mentereng.
Remaja yang memiliki hobi bermain alat musik gitar ini mampu meraih nilai matematika 100 dalam ujian nasional ( UN).
"Nilai selain matematika lumayan sih, Bahasa Inggris itu 96, Sosiologi 90. Yang paling rendah itu nilai Bahasa Indonesia, 82," ujar Alexander Farrel Rasendriya saat ditemui di rumahnya Perum Cemara Hijau 2 Gayamprit, Klaten, Jawa Tengah, Rabu (15/5/2019)
Farrel mengenyam pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Putra Bangsa, Klaten, Jawa Tengah. Setelah lulus SMP, Farrel memutuskan untuk sekolah di Yogyakarta.
Remaja murah senyum ini akhirnya diterima di SMA Negeri 3 Yogyakarta. Ia mengambil jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), meski awalnya ingin mengambil jurusan Ilmu Pengatahuan Alam (IPA).

Keputusannya untuk mengambil jurusan IPS ini setelah mendengar masukan dari gurunya di SMP.
"Awalnya kepikiran IPA, terus dikasih tahu guru SMP kalau akan lebih kesulitan di IPA karena banyak eksperimen, kan susah to mas. Terus diarahkan ke IPS," ungkapnya.
Selama sekolah di SMA Negeri 3 Yogyakarta, Farrel tidak mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran. Guru maupun teman-teman sekolahnya selalu terbuka membantu dan memberikan dukungan kepadanya.
Karena itu, dirinya merasa nyaman dengan lingkungan sekolah di SMA Negeri 3 Yogyakarta. Lingkungan yang mendukung itulah, yang membuatnya semakin fokus dalam belajar.
"Kendalanya paling kalau ada pelajaran atau soal dengan bergambar, biasanya saya meminta agar dijelaskan ulang sama guru, atau saat les. Kalau dirumah ya minta dijelaskan orang tua," bebernya
Saat kelas 10, lanjutnya, setiap hari masih diantar orang tua dari Klaten, Jawa Tengah menuju SMA Negeri 3 Yogyakarta. Namun, setelah itu, Farrel kos di Sorowajan, Kota Yogyakarta.
"Saya kos karena ingin belajar mandiri," tandasnya.
Farrel mengaku tidak ada persiapan khusus untuk ujian nasional. Ia tetap belajar seperti hari-hari biasanya dan ditambah mengikuti les di luar sekolah.
Sepulang sekolah, setiap hari Farrel menyediakan waktu khusus belajar setidaknya selama dua jam. Ia akan menambah waktu belajar ketika ada beberapa bab yang belum bisa dipahaminya.
"Dengan kondisi ini, maka saya harus belajar lebih giat dari pada yang lain. Jadi kalau ada waktu luang, saya habiskan untuk belajar," urainya.
Farrel saat ini telah diterima di Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia pun tak sabar untuk bisa segera masuk kuliah di hukum.
"Cita-cita saya dari dulu memang ingin di hukum," pungkasnya.
Pernah juara OSN dan tercatat rekor MURI
Farrel menceritakan, ia kehilangan penglihatannya sejak usia 5 tahun. Ia tidak bisa melihat setelah matanya terserang kanker.
,
Awalnya kanker menyerang mata kirinya dan lambat laun merembet ke mata kanan. Sehingga, Farrel harus kehilangan kedua indera penglihatannya. Farrel kena retinoblastoma bilateral
Namun, kondisi tersebut tak membuat Farrel patah arang dan merasa berkecil hati.
"Mama selalu memberi support. Saya dari kecil sudah tabah dan menerima. Justru saya ingin buktikan, keterbatasan tak bisa menghalangi seseorang berprestasi, selama ada niat," ujarnya.
Remaja yang menyukai pelajaran matematika ini menorehkan beberapa prestasi.
Pada usia 7 tahun, Farrel mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (Muri). Ia mendapat penghargaan tuna netra termuda yang mampu mengoperasikan 14 program komputer.
Saat duduk di Sekolah Dasar (SD) Farrel meraih juara pertama Olimpiade Sains Nasional (OSN), MIPA.
Tak berhenti di situ, saat SMP Farrel kembali menorehkan prestasi mentereng. Remaja kelahiran Yogyakarta 23 Januari 2001 ini menjadi juara Olimpiade Sains Nasional (OSN) Matematika.
Anak pasangan Doni Haryono dan Emi Tri Ratnasari ini juga terus mengembangkan diri tak hanya di akademik, tetapi juga ekstrakurikuler.
Di SMA Negeri 3, Farrel ikut ekstrakurikuler orkestra. Bersama orkestra SMA Negeri 3 Yogyakarta, Farrel tampil di Balai Sarbini Jakarta.
Di acara yang digelar oleh Alumni SMA Negeri 3 ini, Farrel bersama orkestra berkolaborasi dengan Kahitna.
Farrel meyakini setiap orang mempunyai kekurangan masing-masing. Tetapi, di balik kekurangan itu, pasti punya kelebihan. Hanya, tinggal apakah orang tersebut mempunyai niat atau tidak.
"Ya dengan berprestasi, harapannya teman-teman difabel juga bisa termotivasi," katanya.
Sementara itu, salah satu guru SMA Negeri 3 Yogyakarta yang juga Wali Murid IPS 12 Padmana menyampaikan, selama di sekolah Farrel termasuk siswa yang aktif.
"Kebetulan saya mengajar sejarah dan ketika ada presentasi, Farrel sangat lancar. Tugas membuat power point dikerjakan dan bagus juga hasilnya," urainya.
Padmana melihat Farrel memang mempunyai semangat yang luar biasa untuk belajar. Di dalam kelas, Farrel cukup antusias mengikuti pelajaran.
"Dua semester kelas 12, nilai-nilainya memang bagus. Semangat belajarnya memang cukup tinggi," kata Padmana.
Kisah Auliansyah

Ramah, murah senyum, dan berjiwa sosial, inilah sosok pribadi Auliansyah Rizki Teknikade (17).
Tak hanya itu, remaja yang menempuh pendidikan di SMAN 1 Yogyakarta ini ternyata meraih prestasi yang gemilang.
Auliansyah menjadi peraih nilai terbaik Ujian Nasional Berbasis Komputer ( UNBK) SMA jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) DIY tahun 2019.
Di UNBK SMA Jurusan IPA, dari 4 mata pelajaran, Auliansyah Rizki Teknikade mendapatkan nilai 396. Mata pelajaran fisika, remaja 17 tahun ini mendapat nilai 100, mata pelajaran Matematika 100, mata pelajaran Bahasa Inggris 100, dan mata pelajaran Bahasa Indonesia 96.
Remaja kelahiran Yogyakarta, 29 Mei 2001 ini mengaku pada kelas X dan kelas XI lebih aktif berkegiatan. Selain itu, ia juga aktif di organisasi OSIS dan menjabat sebagai wakil ketua.
Saat duduk di kelas X dan kelas XI dirinya memang tidak terlalu giat belajar. Seperti layaknya pelajar pada umumnya, Auliansyah juga pernah tidur di kelas.
"Saya mempunyai komitmen, H-7 ujian baik semester atau ujian akhir fokus untuk belajar," urainya.
Setelah naik kelas XII, pria yang tinggal di Desa Nitiprayan, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul ini memutuskan untuk berhenti berkegiatan. Keputusannya ini seiring dengan habisnya masa jabatan wakil ketua OSIS.
Anak pasangan Yusnita Ritonga dan Cholis Aunurrohman ini memilih fokus belajar untuk persiapan UNBK.
Meskipun demikian, dirinya tidak memasang target khusus meraih nilai terbaik Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) SMA jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
"Jujur saya tidak target, hanya coba jalani. Bismillah saya berusaha semaksimal mungkin," tegasnya.
Tak hanya itu, Auliansyah juga tidak pernah lupa untuk berdoa. Sebab, ia yakin, untuk bisa berhasil, segala usaha harus tetap diimbangi dengan doa.
Ia juga tidak egois dalam ilmu pelajaran. Saat belajar bersama dan ada teman yang kesulitan, Auliansyah dengan suka rela memberikan bantuan.
"Sharing ilmu dengan teman-teman. Saya yakin kalau sudah berusaha harus diimbangi doa dan amal," tandasnya
Auliansyah mengaku senang karena bisa meraih nilai terbaik UNBK SMA jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) DIY tahun 2019.
Ia pun tidak berpuas diri dengan hasil saat ini, sebab perjalanannya masih panjang.
"Salah satu motivasi saya, ingin membanggakan orang tua," ungkapnya.
Saat ini remaja berusia 17 tahun ini telah diterima di Institut Teknologi Industri 10 November (ITS) Surabaya. Ia diterima di Fakultas Teknik Industri melalui jalur undangan.
Metode belajar
Prestasi yang diraih Auliansyah tidak datang begitu saja. Prestasi tersebut datang lewat perjuangan keras Siswa SMAN 1 Yogyakarta dalam belajar.
Auliansyah menjelaskan, setiap hari sepulang sekolah, dirinya refreshing baik bermain dengan teman maupun membuka media sosial. Setelah itu, selepas Maghrib dirinya mengikuti bimbingan belajar.
"Malamnya kalau masih kuat saya baca-baca lagi, sampai jam 22.00 WIB," urainya.
Saat tidak ada bimbingan, Auliansyah memilih belajar sendiri. Ia pun tidak pernah mematok durasi belajarnya. Namun, pernah Auliansyah belajar lebih dari empat jam.
Metode yang diterapkan oleh Auliansyah dalam belajar adalah mempelajari setiap mata pelajaran secara bertahap yakni per bab. Setiap bab yang dipelajari ditutup dengan menjawab latihan soal.
Setelah benar-benar menguasai, Ia lantas melanjutkan ke bab berikutnya. Auliansyah mempunyai target setiap bab selesai dalam waktu dua hari.
"Saya kuasai per bab, lalu latihan soal dari yang mudah sampai sulit. Kalau semua bab selesai saya buka latihan soal yang akumulasi semua bab," ungkapnya.
Ia pun mengaku jarang belajar dirumah. Auliansyah memilih lokasi belajar di luar rumah.
Sebab, baginya rumah menjadi tempat untuk beristirahat dan berkumpul dengan keluarga.
"Rasa malas ya ada dan sering. Biasanya kalau sudah malas atau capek, tutup buku, refreshing main sama teman, atau main HP, pokoknya sejenak tidak membahas pelajaran," urainya.
Auliansyah mengaku mempunyai mimpi membuka usaha sendiri. Profit dari usahanya ini nantinya akan digunakan untuk membantu sesama yang membutuhkan.
"Perusahaan yang tenaga kerjanya orang Indonesia dan profitnya untuk membantu sesama. Saya ingin mempelopori orang berbuat baik untuk sesama," tegasnya.
Rencananya, Auliansyah bersama teman-teman sekolah lain akan mengelar aksi membagikan nasi bungkus untuk masyarakat yang membutuhkan. Aksi ini sebagai ucapan syukur kelulusan SMA.
"Besok Sabtu Kami akan bagi-bagi nasi bungkus sebanyak 1.300 di 13 titik," pungkasnya.
Kisah Virdiana Inggried Marwanti

Rumah sederhana di Dusun Bandung, Desa Bandung, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta, beberapa hari terakhir menjadi perbincangan masyarakat karena gadis yang tinggal di rumah tersebut mampu meraih nilai tertinggi UNBK tingkat SMK se-DIY.
Dia adalah Virdiana Inggried Marwanti (18), siswi jurusan Akuntasi SMKN 1 Wonosari.
Meski belum diumumkan secara resmi, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY sudah merilis hasil UNBK tingkat SMK sederajat.
Hasil UNBK Virdiana Inggried Marwanti (18) sangat tinggi, yaitu 98 untuk Bahasa Indonesia, 96 untuk Bahasa Inggris, 97,50 untuk Matematika, dan 92,50 untuk Kompetensi Keahlian.
Dia bercerita selama menempuh ujian tidak ada persiapan khusus yang dilakukan. Bahkan, dia tidak mengikuti bimbingan belajar seperti siswa lain. Inggried hanya mengikuti pelajaran tambahan di sekolah dan belajar dari buku persiapan UN yang dibagikan oleh sekolahnya.
Saat mengikuti ujian dirinya tidak menyangka akan memperoleh nilai yang tertinggi di antara ribuan siswa SMK se-DIY.
"Pas ngerjain biasa saja. Malah enggak ada waktu ngoreksi ulang karena pas selesai waktunya sudah mepet," ujarnya.
Putri kedua pasangan Markus Sukarno dan Valentina Purwanti itu sudah diterima di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) di Jurusan Akuntansi Murni. Ia masuk di kampus tersebut melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Namun, dirinya mengaku masih mencari informasi agar bisa masuk Sekolah Tinggi Administrasi Negara (STAN).
Inggried mengakui ketertarikan di bidang akuntasi sejak dia lulus SMP 2 Playen dan diterima di SMK 1 Wonosari.
Di tahun pertama sekolah, dirinya telah menjuarai cerdas cermat akuntasi tingkat nasional dua tahun berturut-turut, yakni 2017 dan 2018. Menurutnya, saat lulus SMP tahun 2015, ia ingin melanjutkan ke SMA 1 Wonosari. Namun, karena takut nilainya tidak mencukupi, ia mendaftar di SMK 1 Wonosari.
"Saya ingin bekerja di bidang keuangan, akuntan, ataupun perpajakan," ucapnya.
Kesehariannya ia habiskan layaknya remaja pada umumnya. Namun, ia mengaku jarang keluar rumah untuk sekadar bermain. Ia lebih suka berada di rumah dan memanfaatkan waktunya untuk menambah pengalaman atau ilmu. Ia juga bercerita suka membaca serta mengikuti kegiatan keorganisasian, seperti OSIS dan organisasi gereja.
Meski orangtuanya bukan berasal dari akademisi, ia berusaha untuk mencapai prestasi. Ayah Inggried bekerja di sebuah bengkel di Bantul, sementara ibunya adalah ibu rumah tangga yang sesekali bekerja sebagai buruh tani untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga.
Valentina Purwanti, ibu dari Inggried, tidak menyangka jika putri keduanya mampu meraih prestasi tersebut. Valentina bercerita jika dia selalu memberikan motivasi kepada kedua anaknya untuk disiplin dalam belajar sejak mereka masih kecil.
"Dari kecil Inggried sudah bisa mengatur belajar," ucapnya.
Ia hanya menekankan mengenai keagamaan dan meminta anak-anaknya pasrah serta terus mengingat Tuhan.
Purwanti tak pernah menargetkan anak-anaknya untuk bekerja dalam bidang apa pun. Hanya dia berharap anaknya lebih baik dibandingkan pekerjaan orangtua saat ini.
Berkat dari Tuhan memang tengah dirasakan keluarga kecil ini. Selain Inggried yang berhasil memperoleh nilai terbaik, putri pertama pasangan suami tersebut ternyata juga baru saja lolos CPNS.
"Cita-citanya enggak muluk-muluk. Anak-anaknya bisa berhasil dalam bidang apa pun. Jangan sampai susah seperti orangtuanya," ujarnya.
"Inggried ke depan supaya jangan lupa bersyukur, dan rendah hati. Tuhan pasti akan memberikan yang terbaik," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Sekolah SMKN 1 Wonosari Susiyanti mengatakan, pihaknya sudah mendapatkan informasi dari Disdikpora DIY terkait prestasi tersebut. Untuk tingkat DIY, SMKN 1 Wonosari memiliki nilai rata-rata tertinggi, yakni 293,97.
Menurutnya, untuk para siswa yang duduk di kelas XII selama tujuh bulan mengikuti penguatan materi, dengan mengulang materi kelas sebelumnya serta mengikuti latihan ujian hingga penguatan secara mental.
"Tiga hari menjelang ujian kami melakukan fun game sehingga anak tidak tegang dalam menghadapi ujian," ucapnya.
Memang prestasi tahun ini di luar prediksi. Selain Inggried mencapai nilai tertinggi, puluhan siswa SMKN 1 Wonosari memperoleh nilai 100 untuk beberapa mata pelajaran dalam UNBK.
"Untuk Inggried, anaknya memang cerdas dan disiplin tinggi," ujarnya.
(Kompas.com)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Alexander Farrel, Siswa Penyandang Tuna Netra yang Raih Nilai UN Matematika 100 ", https://regional.kompas.com/read/2019/05/17/13120171/kisah-alexander-farrel-siswa-penyandang-tuna-netra-yang-raih-nilai-un?page=all.
Penulis : Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma
Editor : Khairina