Renungan Harian Kristen Protestan

Renungan Harian Kristen 1 April 2019 Apakah Sesama Manusia Adalah Mereka yang Sama Pilihan Politik?

Renungan Harian Kristen 1 April 2019 Apakah Sesama Manusia Adalah Mereka yang Sama Pilihan Politik?

Editor: maria anitoda
pos-kupang.com
Renungan Harian Kristen 1 April 2019 Apakah Sesama Manusia Adalah Mereka yang Sama Pilihan Politik? 

Orang ini masih malah memiliki belas kasihan.

(Kata ini yang sering digunakan untuk menggambarkan kepirhatinan Yesus terhadap orang kusta, orang sakit dan sebagainya).

Imam dalam perumpamaan tadi mengeraskan hatinya terhadap salah seorang dari bangsanya sendiri, tetapi orang Samaria itu membuka hati terhadap salah seorang dari bangsa lain. 

Belas kasihan yang ada pada diri orang Samaria ini bukanlah belas kasihan yang berpangku tangan.

Baginya, belumlah cukup untuk sekadar berkata, "Semoga cepat sembuh, semoga ada yang menolongmu" (Yak. 2:16), atau apalagi umpatan dan cacian pada korban: biar ko kau raas siapa suruh jalan sendiri atau dalam khas Bahasa Kupang, “makan ko tambah”.

Akan tetapi orang Samaria itu mau menolong karena hatinya tergerak, ia mengulurkan tangannya kepada orang malang yang miskin ini (Bandingkan Yes. 58:7,10; Ams. 31:20).

Lihatlah betapa baik hatinya orang Samaria ini.

Setelah mengisahkan perumpamaan itu Yesus bertanya kepada pakar Taurat itu: "Sekarang katakan kepada-Ku, Siapakah di antara ketiga orang ini adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu (Lukas 10:36), imam, orang Lewi, atau orang Samaria itu?

Siapakah dari antara mereka yang berlaku sebagai sesama manusia?" Ahli Taurat itu menjawab , "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya. " Maka Yesus berkata: Pergilah, dan perbuatlah demikian.

Ada beberapa hal yang dapat kita renungkan dari bacaan ini:

Pertama:  bahwa tidak semua orang yang menjumpai kita datang dengan niat yang baik seperti si Farisi yang datang pada Yesus dengan niat mencobai dan menjatuhkan. [

Mungkin saja ada yang datang dengan niat buruk.

Niat untuk mencoba, niat untuk menjatuhkan, niat untuk mencelakakan, niat untuk mencari tahu kekurangan kita.

Tidak apa-apa, karena kita tidak dapat memastikan bahwa semua orang bersikap baik.

Namun kita belajar dari Yesus, yang mampu mengubah prasangka buruk si Ahli Taurat dan membawanya memahami siapa sesamanya dan kehidupan kekal yang ia impikan.

Kita juga dapat mengubah orang-orang yang kita jumpai atau menjumpai kita dengan niat buruk menjadi orang-orang baik.

Kita juga akan berjumpa dengan orang-orang yang salah paham, curiga, berprasangka buruk, menuduh, dan menyakiti orang lain dengan ujaran-ujaran yang menyakitkan.

Kita belajar dari Yesus untuk mengampuni.

Ketika terjadi peledakan bom di Surabaya PGI,GMIT dan gereja-gereja yang terkena bom, memilih sikap yang sangat kristiani, yakni menghimbau agar tidak memposting gambar-gambar korban, ataupun menyebarkan ujaran-ujaran kebencian.

Ini sikap yang mesti menjadi gaya hidup kita orang-orang percaya.

Ketika ada banyak orang menyebarkan ujaran-ujaran kebencian ataupun mengatakan hal-hal yang tidak benar, tugas kita mesti sebaliknya.

Menyatakan yang benar dan menyebarkan tentang cinta kasih. Ketika ada yang salah, tugas kita untuk meluruskan.

Dan kita percaya bahwa kita tidak sendiri, melainkan ada Roh Penolong, ada kuasa yang menggerakkan kita.

Mari kita menggunakan Bahasa yang membangun, yang meneguhkan, Bahasa yang memberi penguatan dan semangat.

Termasuk Bahasa tubuh kita.

Kadang Bahasa tubuh kita memperlihatkan penolakan dan pelecehan terhadap orang lain.

Kedua, pertanyaan Siapakah sesamaku, menjadi tema penting dalam tahun politik ini.

Bisa saja orang yang kita anggap sebagai sesama sebagai biang kerok segala macam kegaduhan ini, dan orang yang kita annggap bukan sesama kita bisa saja hendak dipakai Tuhan untuk memberi harapan baru bagi bangsa Indonesia ke depan.

Kisah orang Samaria yang murah hati mau mengajarkan kepada kita bahwa sesama adalah orang yang telah mampu mengatasi kebencian yang telah diwariskan dari generasi ke generasi dengan menunjukan relasi baru dengan menunjukkan belas kasihan dan menjadi sesama yang sejati bagi orang lain yang berbeda dengan kita.

Yesus mau kita belajar bahwa kebaikan dan belas kasihan lebih kuat dari prasangka buruk.

Bisa saja suasana menjelang pemilu serentak pada tanggal 17 April 2019 nantiakan  mempersempit pemahaman kita tentang siapakah sesama kita karena pilihan politik kita yang berbeda-beda.

Yesus mengajarkan kepada kita bahwa perbedaan itu adalah pemberian Allah dan karena pemberian Allah, maka kita mesti menghargainya.

Namun perbedaan itu tidak menjadi alasan untuk kita saling menghina, saling menjatuhkan dan sikap-sikap yang tercela lainnya.

Masing-msing orang punya pilihan politik, tetapi prinsip dasar yang mesti kita terima bersama hari ini, yaitu: Kita semua orang-orang bersaudara. Semua orang adalah sesama kita.

Tidak semua orang dapat kita jadikan sahabat, tetapi terhadap semua orang kita dapat bersikap baik.

Saya selalu suka kata-kata ini: pilihan politik kita berbeda tetapi kita berdua adalah saudara sebangsa se tanah air.

Marilah kita tetap bertumbuh bersama dalam pelukan ibu pertiwi. (*)

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved