Renungan Kristen Protestan

Perjuangan Iman Seorang Perempuan untuk Anaknya

Reaksi para murid pada awal cerita jelas menggambarkan itu, dan Yesus mencoba menjembatani dan membangun dialog dari dua bangsa yang berbeda.

Editor: Ferry Jahang
zoom-inlihat foto Perjuangan Iman Seorang Perempuan untuk Anaknya
Dok Pribadi
Pendeta Messakh Dethan

Beberapa penafsir, termasuk para penafsir feminis mengatakan bahwa di sini seorang perempuan berani tampil mengoreksi pola pemikiran Yesus yang sempit, yang menganggap keselamatan hanya bagi bangsa Israel atau partikulirstis.

Mereka yang bertumpu pada penafsiran leterlek dan mengabaikan konteks dan tatabahasa Yunani mengatakan kenapa Tuhan Yesus berpikir sempit dan keliru.

Dalam pasal ini berupaya mencari pembenaran dengan mengangkat isu hakekat Yesus dan isu perempuan yang sebetulnya sudah lari jauh dari maksud asli teks itu.

Anggapan mereka Yesus di sini dianggap keliru, karena Tuhan Yesus menyangdang dua hakekat sekaligus yaitu Yesus sebagai Allah sejati dan manusia sejati.

Dan dalam keberadaannya sebagai manusia Ia (Yesus) bisa saja keliru. Ini penafsiran yang konyol alias bodoh.

Penafsiran seperti ini sungguh menyesatkan karena tidak melihat konteks cerita dan tatabahasa dari teks Mat 15:21-28 secara keseluruhan (jika ada pembaca yang mau mendalami pokok ini bisa membaca buku saya yang sudah diterbitan dengan Judul: Apakah Yesus Bisa Keliru, Hermenutika Kontemporer. Bukunya bisa dipinjam atau dibeli di Perpustkaan UKAW).

Penafsiran seperti ini berbahaya karena mengabaikan konteks dan kesatuan Alkitab itu sendiri.

Menurut Luther dan Calvin, Gerd Theissen, Manfred Oeming, dan para penafsir besar lainnya, penafsiran yang mengabaikan kesatuan Alkitab, tatabahasa, konteks sosial budaya yang ada di balik teks-teks Alkitab akan membuat orang jatuh kepada penyalahgunaan teks Alkitab.

Hal itu dilakukan dengan maksud untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dan memuaskan kepentingan kelompok tertentu saja, sambil tega memperkosa Alkitab itu sendiri.

Memang benar bahwa kegigihan perempuan itu sangat menonjol dalam teks ini. Tetapi dengan mengangkat dan menonjolkan derajat perempuan itu tinggi-tinggi dan sangat berlebihan membuat orang dapat jatuh pada sikap yang keliru terhadap Yesus.

Janganlah derajat perempuan kita angkat tetapi derajat Yesus kita rendahkan serendah-rendahnya, sehingga bertentangan dengan pengakuan Iman kita sendiri yang diucapkan tiap minggu itu.

Dalam hal ini sebetulnya bukan Yesus yang keliru, tetapi kitalah yang keliru dalam menafsir, karena kita menafsirkan sebuah teks dengan memakai kacamata kuda.

Seperti kuda yang dipakaikan kacamata oleh pemiliknya akan melihat semua rumput adalah hijau, pada hal faktanya rumput yang dimakannya bukan lagi hijau tetapi kuning atau coklat karena sudah lama kering.

Jadi jikalau kita memperhatikan konteks dan kesatuan Alkitab, Tuhan Yesus tidak sedikit pun berpikir partikularistis atau berpikir sempit bahwa keselamatan hanya bagi Israel.

Dalam kisah-kisah awal Injil Matius penekanan bahwa misi Yesus untuk semua bangsa sudah tergambar mulai dari awal kisah hingga akhir kisah Injil Matius.

Bahkan dalam silsilah keturunan Yesus disebutkan nama-nama orang asing yang masuk dalam daftar silsilah itu.

Puncaknya pada akhir kisah dalam Matius 28:19-20, Tuhan Yesus telah memberi amanat agung kepada pada murid untuk mengabarkan keselamatan bagi segala bangsa.

Artinya pandangan keselamatan dari Yesus bersifat universalistis, keselamatan Allah bagi segala bangsa.

Bahkan dalam Injil Yohanes misi keselamatan yang dibawa Yesus bukan hanya bagi seluruh umat manusia di bumi, tetapi juga bagi segala alam semesta, bagi kosmos seluruhnya (Yoh. 3:16).

Lebih jauh dari kata-kata ini Tuhan Yesus sebetulnya membuka dialog antara para murid yang mewakili bangsa Israel dan perempuan Kanaan yang mewakili orang kafir.

Reaksi para murid pada awal cerita jelas menggambarkan itu, dan Yesus mencoba menjembatani dan membangun dialog dari dua bangsa yang berbeda.

Yang satu mengganggap diri umat pilihan Tuhan dan keselamatan yang Yesus bawa hanya bagi mereka dengan dan yang satunya lagi merasa patut juga merasakan rahmat Allah dalam diri Yesus.

Itu artinya apa? Artinya bahwa kasih Allah dalam Kristus adalah juga bagi bangsa Kafir.

Itulah sebabnya dalam ayat 27 perempuan itu kembali berargumentasi dengan suatu pengandaian yang indah:

"Bahwa anjing makan remah-remah yang jatuh dari meja tuan-tuannya".

Ada kemungkinan bahwa yang dimaksudkan di sini adalah potongan-potongan roti yang pada zaman itu dipakai untuk menyapu tangan supaya bersih sebelum orang makan (lihat J.J. de Herr, Tafsiran Injil Matius, BPK, hal, 307).

Injil Matius kemudian menutup dialog antara para murid dan perempuan yang dikondisikan oleh Yesus itu.

Disimpulkan bahwa perjuangan dan argumentasi perempuan itu dilandasi pada keyakinan iman kuat dan kokoh bahwa bangsa lain juga pantas mendapatkan kasih dan rahmat Tuhan.

Dalam ayat 28 Matius mencatat: Maka Yesus menjawab dan berkata kepadanya: "Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kau kehendaki." Dan seketika itu juga anaknya sembuh.

Kebanyakkan penafsir berpendapat bahwa penulis Injil Matius menggunakan kisah ini sebagai suatu pengajaran iman.

Ia hendak melukiskan bahwa perempuan Kanaan itu sebagai teladan iman.

Kepercayaan perempuan itu tidak menjadi lemah ketika mendapat rintangan dari para murid, yang mencoba mengusirnya dan yang berpikir bahwa Allah hanya berpihak dan memiliki rahmat hanya bagi Israel saja.

Perjuangan dan kegigihan perempuan kafir ini tidak sia-sia, sebab walaupun anaknya tidak hadir pada saat itu secara langsung di hadapan Yesus.

Tetapi proses penyembuhan anaknya telah terjadi, melalui teleheilung (bahasa Jerman artinya penyembuhan jarak jauh).

Tujuan perjuangan perempuan itu ialah untuk kesembuhan dan kebaikkan anaknya. Dengan jalan itu ia juga menjadi teladan bagi kita dalam mengasihi anak-anak kita.

Keluarga kita, entah yang baru terbentuk atau sudah lama, baik yang masih utuh maupun sudah tercerai berai, hendaknya adalah tempat di mana anak-anak didik untuk memiliki iman kepada Kristus dan untuk memiliki budi pekerti yang baik di dalam bersikap dan bertindak dalam masyarakat.

Anak-anak akan memiliki iman dan perilaku yang baik, jika keluarga kita adalah tempat pendidikan iman yang pertama dan terutama.

Karena itu anak anak patut diajak berdoa dan memuliakan Tuhan secara bersama-sama tiap-tiap hari entah sebelum atau sesudah bangun tidur dalam rumah tangga kita sehingga iman mereka dan iman kita dapat tumbuh bersama tiap-tiap hari. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved