Headline News Pos Kupang Hari Ini
Limbah RPH Dibuang ke Pantai, Cemari Sumur dan Sumber Air Oeba
Selain dibuang ke pantai Oeba, limbah mencemari air sumur dan sumber air Oeba hingga masuk ke rumah-rumah warga.
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Alfons Nedabang
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Warga Kota Kupang mengeluhkan limbah Rumah Potong Hewan (RPH) Oeba di Kelurahan Fatubesi, Kecamatan Kota Lama. Selain dibuang ke Pantai Oeba, limbah mencemari air sumur dan sumber air Oeba hingga terkadang masuk ke rumah warga.
Kondisi ini akibat dari buruknya sistem pengelolaan limbah RPH Oeba. Yang terjadi, limbah dialirkan lewat got kemudian kemudian masuk ke saluran air dan mengalir sampai ke pantai.
Warga Kelurahan Fatubesi, Sao Jefeny mengatakan, limbah RPH langsung dibuang ke laut, dialirkan melalui got. Seringkali limbah meluap sampai menggenangi badan jalan. "Bahkan sampai ada ulat-ulat, yah jelas sangat menggangu," ujarnya.

Jefeny mengeritik Pemerintah Kota Kupang yang lemah dalam mengawasi operasinal RPH Oeba. Selain itu tidak memikirkan secara baik pengelolaan limbah RPH. Padahal, RPH dekat dengan sekolah dasar sehingga sangat menggangu aktivitas belajar mengajar.
Hal senada dikeluhkan Yeni Yolanda, warga lainnya. Yeni resah karena sudah bertahun-tahun persolan limbah RPH tidak pernah ditanggapi serius. Menurutnya, aliran air yang dipakai pihak RPH Oeba untuk membuang limbah hewan, biasa dipakai warga untuk mencuci dan mandi.
• Bupati Sikka Tak Gentar Sedikitpun Hadapi Interpelasi DPRD
"Terus terang saya kesal sekali. Bagaimana sampai hari ini tidak jelas pengelolaannya, yang rugi kita masyarakat," keluhnya.
Sejumlah warga RT 1 RW 1 Kelurahan Fatubesi mengatakan, limbah RPH dibuang ke laut melalui saluran air.

"Baunya seperti bau bangkai. Karena segala kotoran, isi-isi perut, darah dan lain-lain mengalir ke kali kecil lalu ke laut," ujar seorang warga yang enggan menyebutkan namanya, saat ditemui Senin (11/2/2019).
Pengakuan mengejutkan datang dari Ketua RT 1 Kelurahan Fatubesi, Rany Muskanan. Rany mengungkapkan, limbah RPH merembes hingga mencemari air sumur. Limbah juga mengalir masuk ke rumah warga.
• Pelamar PPPK Sudah Bisa Login di ssp3k.bkn.go.id, Lihat Lagi Formasi dan Syarat-syaratnya
Rany mengatakan, limbah RPH dialirkan melalui saluran langsung menuju aliran air yang biasa di manfaatkan warga RT 01 RW 01 Kelurahan Fatubesi untuk berbagai keperluan, di antaranya mencuci dan mandi.
"Aliran air tersebut menuju ke laut, sehingga kondisi di pantai pun memerihatinkan. Banyak sampah, tulang-belulang berserakan. Ketika terjadi hujan lebat maka air di saluran meluap bersama limbah RPH bahkan sampai masuk ke dalam sumur dan rumah warga. Ada ulat-ulat sebesar telunjuk orang dewasa," terang Rany saat ditemui di kediamannya, Selasa (12/2/2019).

Menurut Rany, warganya sempat mendatangi pengelola RPH namun mereka tak digubris. "Kami capek, urus limbah ini. Kalau meluap kami warga yang turun dan angkut semua kotoran," keluhnya.
Kepala SDN Oeba 3 Kupang, Yohana Nepa Bureni meminta pemerintah segera memindahkan RPH Oeba. Menurutnya, limbah RPH Oeba sangat mengganggu proses belajar mengajar di sekolah.
Menurutnya, saat musim kemarau tiba dan debit air mulai berkurang, bau limbah RPH menyengat. "Anak-anak kan bisa sakit," ujarnya saat ditemui Selasa (12/2/2019).
• KABAR GEMBIRA! Pendaftaran PPPK Dibuka, Ini Syarat dan Mekanismenya
Dia mengungkapkan, limbah RPH Oeba di antaranya berupa darah, isi perut dan kotoran hewan pernah meluap dan menggenangi halaman sekolah. Selain itu, mencemari sumber air Oeba.
Yohana sudah beberapa kali mendatangi RPH Oeba dan menegur langsung para pengelola. "Baunya sangat mengganggu aktivitas belajar mengajar. Banyak lalat juga," tandasnya.
Sudah Tidak Layak
Lurah Fatubesi, I Wayan Gede Astawa mengatakan, RPH Oeba sudah tidak layak lagi karena tidak memiliki saluran Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang baik. Limbah dari RPH Oeba sudah sangat mengganggu warga dan anak sekolah di SDN Oeba 3 Kupang.
Astawa membenarkan bahwa limbah RPH Oeba semuanya dibuang ke laut.
"Dan itu sudah disaksikan Bapak Walikota (Jefri Riwu Kore) sendiri," tandas Astawa saat ditemui Selasa (12/2/2019).

Keteledoran dari pegawai di RPHOeba, kata Astawa, karena tidak menyaring lagi air limbah hewan yang dibuang. Akibatnya, usai sapi disembelih, kotoran sapi, isi perut sapi dan anak sapi juga terbawa air sampai ke laut.
"Kami ini sistem drainasenya terpadu, jadi ketika airnya di tempat yang lebih tinggi meningkat maka air itu akan masuk ke selokan ke pemukiman yang lebih rendah. Sehingga masuk sampai ke rumah warga dan sekolah," paparnya.
• Ini Penegasan Pemda Ende terkait Gaji Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
Dulu, lanjutnya, juga ada penumpukan tulang sapi dan menimbulkan bau yang sangat menyengat. Endapan di dalam RPH juga sudah tidak bisa dikerjakan secara manual tetapi harus menggunakan mesin. "Memang mereka bersih tetapi kebersihan itu di atas persoalan warga. Apalagi di RPH itu tidak lagi jadi tempat potong tapi tempat pelihara," kata Astawa.
Sementara itu petugas RPH Oeba, Min Nano membantah limbah RPH dialirkan ke Laut. Dikatakannya, remah-remah daging dan tulang dibawa oleh anjing dari RPH ke Pantai Oeba.
"Itu anjing yang bawa ke pantai makanya di sana bau," katanya. Min enggan berkomentar banyak tentang persoalan limbah RPH.
Dipindahkan ke Bimoku
Wakil Walikota Kupang, dr. Herman Man mengatakan RPH Oeba akan dipindahkan ke Bimoku, Kelurahan Lasiana, Kecamatan Kelapa Lima. Upaya ini untuk mengatasi masalah limbah.

Menurut Herman, RPH Oeba sudah cukup lama. Kondisinya sudah cukup memprihatinkan sehingga Pemerintah Kota Kupang sudah menyiapkan lokasi di Bimoku."Lokasi sudah ada dan semua sudah siap sehingga kita akan pindahkan aktivitas potong hewan di Bimoku. Pasti akan dipindahkan ke sana," kata Herman saat ditemui, Senin (11/2/2019).
DPRD Kota Kupang juga menilai RPH sudah tidak layak. Anggota DPRD Kota Kupang, Drs. Daniel Hurek, M.Si mengakui adanya limbah RPH Oeba, apalagi di musim hujan seperti saat ini. "Kondisi limbah di RPH Oeba cukup mengganggu warga setempat," kata Hurek, Selasa (12/2/2019).
Hurek mendesak Pemkot Kupang segera mengambil langkah konkret dalam rangka pemindahan lokasi RPH Oeba ke Lasiana. "Saya mohon Pemkot segera melengkapi fasilitas RPH di Lasiana agar dapat digunakan sebagai solusi atas masalah yang dihadapi di Oeba," tandasnya.

Anggota DPRD Kota Kupang, Adrianus Talli meminta Pemkot Kupang mengkaji kembali keberadaan RPH Oeba. Pasalnya, RPH Oeba sudah lama dan telah menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat.
"Kalau sudah berdampak tidak baik lagi, maka harus menjadi perhatian Pemkot Kupang guna dikaji kembali keberadaannya pada lokasi yang ada saat ini," kata Adrianus, Selasa (12/2/2019).
Menurut Adrianus, pengkajian diperlukan sehingga bisa diperoleh gambaran yang jelas apakah keberadaan RPH Oeba masih layak atau sudah saatnya direlokasi ke tempat lain .

"Jadi harus dikaji lokasi RPH saat ini. Kajian itu memutuskan apakah RPH itu masih layak atau tidak. Pemkot harus mencari lokasi lain yang jauh permukiman penduduk dan fasilitas umum lainnya," ujarnya.
Apabila direlokasi, Adrianus mengusulkan agar dipersiapkan perencanaan yang komprenhensif. Sarana RPH bukan saja bangunannya namun perlengkapan lainnya seperti mesin pengolahan limbah.
Tulang Menumpuk
Selain limbah cair dari RPH Oeba, aneka tulang termasuk kepala sapi beserta tanduknya, menumpuk di pesisir Pantai Oeba. Darah dan sisa-sisa daging masih melekat sehingga dikerubuti lalat dan berulat. Bau busuk menyeruak dari onggokan dengan tinggi sekitar 1,5 meter. Kondisi ini menggangu kenyamanan warga Kelurahan Fatubesi.

Tulang-belulang yang menggunung itu terletak di antara pagar tembok pembatas tanah milik Toko Nam dan tembok penahan gelombang. Berjarak sekitar 50 meter dari Rumah Potong Hewan (RPH) Oeba.
Warga RT 17 RW 04 Kelurahan Fatubesi, Luisa Malelak menuturkan, tulang kepala sapi dibawa dari RPH Oeba setiap hari sekitar pukul 07.30 Wita. Saking banyak, tulang dimasukkan dalam karung. "Dong (mereka) bawa pakai kereta dorong," ujarnya dengan dialek Kupang, saat ditemui Senin (11/2/2019).
• BTS Kendarai Hyundai Palisade ke Grammy Awards 2019, Ini Penampakannya
Luisa pernah menegur si pembuang tulang sapi. Hal itu dilakukan karena mencemari mata air Oeba. Padahal air tersebut dimanfaatkan warga sekitar untuk mencuci dan mandi serta membersihkan kandang ternak babi. Meski ditegur berulang kali namun si pembuang tetap melakukannya.
Belakangan dia sudah tidak mempermasalahkannya lagi. Apalagi, lokasi itu jauh dari permukiman warga. "Malu juga karena kami masih keluarga. Jadi kita juga perasaan untuk tegur. Biar sudah," ucapnya.
Warga lainnya, Tobias Ojan Liwu mengaku tulang-tulang sapi sudah ada sejak lama. "Sudah lama sekali," katanya. Menurut Tobias, warga merasa terganggu ketika musim hujan tiba. Bau tulang belulang sangat menyengat, tercium sampai ke permukiman warga.

Ketua RT 17 Kelurahan Fatubesi, Timotius Jan mengatakan, tulang kepala sapi memang sengaja ditumpuk di sana dengan maksud hendak dikeringkan. Setelah kering, tulang ditimbang kemudian dijual. Warganya yang bertugas menumpuk kepala sapi mendapat penghasilan tetap.
Jan mengaku tidak memiliki kewenangan lebih untuk melarang penumpukan kepala sapi di wilayahnya. Hal itu bisa dilakukan bila ada surat teguran atau larangan dari pemerintah kelurahan atau kecamatan.
• PT GIN Diminta Hadirkan Mantan Kepala Perijinan Kabupaten Kupang
Menurutnya, pemerintah kelurahan hingga kini belum mengeluarkan surat larangan. Selain itu, selama ini tidak ada komplain dari warga. "Penumpukan kepala sapi itu bukan tanggungjawab RPH Oeba. Bapak itu yang ambil tulang di dalam RPH lalu kumpul di situ," tambahnya.
Kumpul Setiap Hari
Pengumpul tulang kepala sapi, Harum Yesua mengaku mengambil kepala sapi di RPH Oeba. Setiap hari dia kumpul kemudian membawanya ke lokasi penjemuran di pesisir Pantai Oeba. Hal itu ia lakukan sejak tahun 2011.

Menurut Harum, setelah kering, tulang kepala sapi dijual. Dari hasil sekali timbang tulang kepala sapi yang ia kumpul, Harum memperoleh uang Rp 2 juta lebih. Berat tulang yang ditimbang mencapai 2 ton. "Nanti ada orang yang timbang. Kami sudah kerja sama dan tulang-tulang ini dikirim ke Pulau Jawa," ujar Harum saat ditemui Senin (11/2/2019).
Pria asal Pulau Rote ini menuturkan, mendatangi RPH Oeba setiap hari pukul 06.00 Wita Kepala sapi yang dikumpul bisa mencapai empat karung. Menurutnya, jumlah sapi yang dijagal di RPH Oeba dalam sehari berkisar 60 sampai 70 ekor.
Dia hanya mengumpulkan tulang kepala sapi. Sementara bagian lainnya seperti kulit dan tulang lainnya dikumpulkan rekan-rekannya. Tulang sapi biasanya langsung dibawa ke pasar untuk dijual lagi.
• Dalam Bulan Januari 2019, 169 Warga Ende Digigit Hewan Penular Rabies
"Dong (mereka) kumpul di situ (RPH Oeba) baru beta (saya) pi (pergi) angkat lagi," ucapnya dengan dialek Kupang.
Selanjutnya tulang kepala sapi dibawa ke lokasi penjemuran. Penjemuran hingga tulang kepala sapi benar-benar kering selama sebulan bahkan lebih. Ketika kering, yang tersisa hanya tulang. Sisa daging dan kulit sudah tidak ada.
Dikatakannya, setelah kering, tulang-tulang itu diangkut menggunakan mobil kontainer dan dikirim ke Pulau Jawa.
Harum mengungkapkan alasan menjemur tulang kepala sapi di pesisir pantai. Menurutnya, karena jauh dari pemukiman warga.
Harum yang juga bekerja sebagai penjual sayur ini mengaku tidak ada kendala saat mengambil tulang kepala sapi. "Semua pegawai di situ beta punya teman," ujar mantan pegawai RPH Oeba ini.
Membahayakan Masyarakat
Dosen FKM Undana Kupang, Dr. Intje Picauly, M.Si menjelaskan, kebutuhan akan daging terus meningkat. Di Kota Kupang, daging diperoleh masyarakat dari RPH Oeba Kupang. RPH Oeba menjadi pusat RPH sehingga jumlah limbah yang dihasilkan sudah tentu lebih banyak.

Sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka setiap usaha disamping mendapatkan keuntungan atau profit hendaknya juga menjaga kelestarian lingkungan dengan meminimalisasi limbah bahkan mengolah limbah hingga menjadi produk yang bernilai.
• Stok Vaksin Anti Rabies di Dinkes Ende Masih Tersedia 1000 Ampul, Stok SAR Hanya 20 Ampul
Dengan peraturan ini tidak hanya karkas (badan ternak), tetapi juga komponen-komponen seperti darah, rambut, bulu, kulit, tanduk, kuku, tulang, dan wool harus dibuang ke lembaga khusus penanganan bangkai.
Kenyataan yang dihadapai sampai saat ini, limbah padat dan cair RPH sering menjadi masalah karena menyebabkan pencemaran terhadap area di sekitarnya. Limbah padat RPH yang langsung dibuang ke lingkungan tanpa diolah terlebih dahulu berpotensi mengkontaminasi udara, air dan tanah sehingga menyebabkan polusi.
• Rp 200 Miliar Pembebasan Lahan Napung Gete Ada di Rekening LMAN
Beberapa gas yang dihasilkan dari limbah ternak antara lain amonium, H2S, CO2dan CH4. Gas-gas tersebut selain merupakan gas rumah kaca (Green House Gases) juga menimbulkan bau tak sedap dan mengganggu kesehatan manusia khususnya di lingkungan sekitar RPH.
Gangguan pada saluran pernapasan manusia yang ditandai dengan reaksi fisiologik tubuh berupa rasa mual dan kehilangan selera makan. Selain menimbulkan gas berbau busuk, penggunaan oksigen terlarut yang berlebihan oleh mikroba dapat mengakibatkan kekurangan oksigen bagi biota air.

Di pihak lain, limbah ternak dapat melemahkan daya dukung tanah sekitar sehingga menyebabkan polusi tanah. Sedangkan pada air, mikroorganisme patogenik (penyebab penyakit) yang berasal dari limbah ternak akan mencemari lingkungan perairan dan berpotensi masuk ke saluran air pertanian. Salah satu bakteri pathogen yang sering ditemukan, yaitu bakteri Salmonella sp.
Beberapa akibat buruk yang ditimbulkan pengelolaan air limbah yang buruk, adalah
pertama, akibat terhadap lingkungan air limbah memiliki sifat fisik, kimiawi dan biologi yang menjadi sumber pengotoran, sehingga bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan pencemaran terhadap air permukaan, tanah atau habitat. Disamping itu air limbah sering menimbulkan bau yang tidak enak serta pemandangan yang tidak elok.
• Lewat Video SBY Sampaikan Ibu Ani Yudhoyono Alami Kanker Darah
Kedua, akibat terhadap kesehatan masyarakat lingkungan yang tidak sehat akibat tercemar air limbah dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Air limbah dapat menjadi media tempat berkembang biaknya mikroorganisme patogen, larva nyamuk ataupun serangga lainnya yang dapat menjadi media transmisi penyakit, terutama penyakit-penyakit yang penularannya melalui air yang tercemar seperti kholera, typhus abdominalis, disentri baciler dan sebagainya.

Ketiga, akibat terhadap sosial-ekonomi keadaan lingkungan yang tercemar oleh air limbah menyebabkan perasaan yang tidak aman dan nyaman. Sebagai akibatnya, kesehatan manusia terganggu dan menjadi kurang produktif. Sedangkan perkembangan sosial ekonomi masyarakat tergantung dari tenaga kerja yang sehat dan produktif.
Lebih lanjut diketahui bahwa limbah peternakan jika dimanfaatkan dengan baik, maka dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan, apalagi limbah tersebut dapat diperbaharui (renewable) selama ada ternak.
• Suga BTS Terciduk Lakukan Hal Lucu Ini Saat Audisi Pertama Big Hit, Jadi Bahan Olokan Member BTS
• Pokmas Diperkenalkan Pakan Ternak dan Deteksi Birahi Sapi
• Anak di Roa, Detusoko Digigit Anjing, Warga Bawa Korban ke Dinkes Ende
Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk dimanfaatkan. Limbah ternak kaya akan nutrient (zat makanan) seperti protein, lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral, mikroba atau biota, dan zat-zat yang lain (unidentified subtances).
Limbah ternak dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan ternak, pupuk organik, energi dan media berbagai tujuan tanpa menimbulkan berbagai keluhan dari masyarakat lingkungan sekitar. (ll/kk/yel/mm/ii)