16 Tahun Lahan Tak Disertifikat APR NTT Lapor Ombudsman Provinsi NTT
Aliansi Perjuangan Rakyat (APR) NTT, melaporkan persoalan sertifikasi lahan bagi 52 KK WNI Eks Timor-Timur ke Ombudsman NTT
Penulis: Gecio Viana | Editor: Adiana Ahmad
Dikesempatan yang sama, Koordinator Keluarga Besar Lospalos Lokasi Atas (KBLLA) Oebelo, Antonio Anonio Da Costa mengatakan, masyarakat sudah jenuh dengan janji pemerintah untuk menyertifikasi lahan yang ditempati warga eks Timor-Timur.
Menurutnya, Pemprov NTT telah melanggar janji dan komitmennya untuk menyelesaikan masalah tersebut. Saat aksi masa pada tanggal 4 Juni 2018 lalu, Pemprov NTT berjanji segera menyelesaikan masalah ini dan memenuhi tuntutan masyarakat.
"Upaya yang kami lakukan tidak ditanggapi secara serius oleh pemerintah. Kalau saya pelajari tanggung jawabnya negara dimana membantu masyarakat, tetapi sampai saat ini upaya yang kami lakukan melalui aksi dan audiens serta sudah ada tim kerja dari Bupati sampai Gubernur juga belum ada hasil," paparnya.
Ia mengaku, Ombudsman RI Perwakilan NTT sebagai sebuah lembaga yang independen, profesional dan kredibel diharapkan dapat membantu masyarakat untuk mendapatkan hak atas tanah yang telah dihuni belasan tahun.
"Mau tidak mau kita harus mengadu kemana lagi, ternyata ada lembaga yang independen untuk bisa membantu kami pendekatan sehingga kami secepatnya juga kan bisa mendapat kepastian hukum hak atas tanah (sertifikat), karena 16 tahun bukan waktu yang cepat," ujarnya.
"Harapan kami secepatnya, kalau tidak maka kami yang mau tidak mau harus turun lagi ke jalan (demonstrasi) apapun resikonya turun lagi. Mungkin itu yang perlu dipikirkan birokrasi yang sekarang dan secepatnya selesaikan. Jangan pernah anggap remeh persoalan masyarakat," tambah Antonio.
Secara terpisah, Asisten Ombudsman RI Perwakilan NTT, Ola Mangu K. Kanisius, SH., MH mengatakan, laporan masyarakat sudah diterima Keasistenan Penerimaan dan Verifikasi Laporan (PVL). Kelompok asisten ini akan melakukan verifikasi formil dan materil laporan.
Apabila verifikasi formil dan materil laporan lolos, kata Ola Mangu Mengatakan, laporan tersebut selanjutnya akan masuk ke Keasistenan Pemeriksaan untuk dilakukan tindak lanjut pemeriksaan.
"Tindakan pertama adalah pemeriksaan dokumen. Setelah itu hasil atau produknya adalah Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan Dokumen (LAHPD) yang akan memberikan gambaran tindakan selanjutnya. Setelah itu kita minta penjelasan dari terlapor bisa dilakukan tertulis atau langsung," kata Ola Mangu.
Dari proses yang ada, jelas Ola Mangu, pihaknya akan melakukan pemeriksaan objek yang dilaporkan. Akan tetapi hal ini tidak wajib atau optional saja.
Dia menjelaskan, dalam rangkaian pemeriksaan bisa ditemukan tiga hal yakni adanya maladministrasi, tidak ditemukan maladministrasi dan laporan selesai.
"Bagi laporan yang ditemukan maladministrasi kita akan menyampaikan ke terlapor untuk menindaklanjuti tindakan korektif yang kami sarankan," katanya.
Apabila terlapor tidak menindaklanjuti tindakan korektif dari Ombudsman selama 30 hari, lanjut Ola, maka laporan masyarakat tersebut akan dilimpahkan ke Ombudsman pusat yaitu di Tim Resolusi dan Monitoring
"Nantinya akan diproses untuk diterbitkan resolusi dan rekomendasi, karena kewenangannya hanya di pusat," ucapnya.
Untuk batas waktu penyelesaian laporan masyarakat, terang Ola, sangat dinamis karena tergantung dari kecepatan instansi terlapor merespon.
"Kalau di PVL tergantung dari kelengkapan dokumen yang diberikan karena mungkin saja ada data-data atau hal lain yang diperlukan pelapor. Tapi ada informasi yang kami laporkan ke pelapor terkait status atau persoalan yang kami tangani," demikian Ola. (*)