Berita Kabupaten Ngada
Umat Lintas Agama di Kurubhoko Seminar dan Dialog tentang Lingkungan Hidup! Ini Solusinya
Umat lintas Agama di Kurubhoko Kabupaten Ngada menggelar seminar dan dialog membahas tentang lingkungan hidup.
Penulis: Gordi Donofan | Editor: Ferry Ndoen
Di Bagian lain, ketua MUI Kecamatan Wolomeze, Ahmad Damu mengatakan, Islam adalah Rahmatan Ill alamin, yang mana syariatnya tidak hanya untuk umat saja, tetapi bagi semesta sebagai rahmat dari Allah. Rahmat ini meliputi seluruhnya, termasuk alam ini. Maka Islam mengajarkan untuk mencintai alam dan menjaganya serta melarang berbuat berbagai kerusakan di muka bumi dan itu semua adalah bentuk dalam rangka beribadah kepada Allah SWT.
Agama Islam, kata Ahmad, mengajarkan dua macam hubungan, yaitu: hubungan vertikal manusia dengan Allah SWT, dan hubungan horisontal manusia dengan manusia termasuk dengan alam semesta. Kerusakan alam di dunia ini tidak ubahnya adalah bumerang bagi manusia kitalah yang membuat alam ini rusak, maka dari itu kita harus menjaga dan melestarikan lingkungan dengan baik.
Perilaku menjaga dan melestarikan alam sesuai dengan Firman Allah SWT dan Hadits Rosulullah adalah: tidak merusak alam semesta di lingkungan sekitar kita; mengurus tanah agar menjadi subur; tidak membunuh hewan sembarangan; memelihara dan menjaga fasilitas umum; melakukan penghijauan atau penanaman ulang.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Emanuel Kora memberi apresiasi atas digelarnya seminar lintas agama terkait dengan lingkungan hidup. Seminar seperti ini, kata Eman Kora, belum pernah terjadi. Ini menunjukkan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan – melihat seminar ini melibatkan banyak masyarakat di desa.
Dikatakan tugas melestarikan lingkungan adalah tugas semua elemen, baik pemerintah maupun masyarakat melibatkan berbagai stakeholder seperti dunia usaha.
Dibagian lain, Eman menghimbau agar bahu-membahu menjaga kelestarian lingkungan. Menurutnya, bumi sebenarnya tidak membutuhkan manusia, tetapi manusia yang membutuhkan lingkungan. “Lalu kenapa kita rusak kalau kita butuh,” kata Eman.
Sementara Volunteer Yayasan Puge Figo, Nao Remon menyoroti masalah kebakaran hutan di Wolomeze lebih karena adanya fragmatisme untuk tujuan sesaat, sehingga manusia cenderung mengeksploitasi alam berlebihan. Terkikisnya kehidupan dari kearifan lokal yang dipengaruhi agama leluhur dimana manusia hidup selaras alam.
Nao menangkap fenomena kehidupan orang-orang modereng yang tidak disertai motivasi spiritual – kecuali hanya untuk mengejar hasil semata tanpa pertimbangan kelestarian alam. Nao juga menangkap fenomena kebakaran hutan yang disebabkan banyak alasan, baik perilaku penyimpang yang menyertai aktivitas berburu maupun kepentingan untuk makanan ternak dari rumput muda. (*)