Berita NTT Terkini
Jangan Terlambat Membayar Iuran BPJS Kesehatan! Ini Akibatnya
BPJS Kesehatan Cabang Kupang menggelar Konferensi Pers Serentak Implementasi Peraturan Presiden (PP) Nomor 82 Tahun 2018, di Aula Rapat Lantai II
Penulis: Yeni Rachmawati | Editor: Ferry Ndoen
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Yeni Rachmawati
POS-KUPANG.COM, KUPANG -- BPJS Kesehatan Cabang Kupang menggelar Konferensi Pers Serentak Implementasi Peraturan Presiden (PP) Nomor 82 Tahun 2018, di Aula Rapat Lantai II Kantor BPJS Kesehatan, Rabu (19/12/2018).
Kepala BPJS Cabang Kupang, Fauzi Lukman Nurdiansyah mengatakan yang perlu diketahui masyarakat juga yaitu terkait denda layanan yang diberikan jika peserta terlambat melakukan pembayaran iuran.
Jika peserta tesebut menjalani rawat inap di Fasilitasi Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) dalam waktu sampai dengan 45 hari sejak status kepesertaannya aktif kembali, maka ia akan dikenakan denda layanan sebesae 2,5 persen dari biaya diagnosa awal INA-CBG's. Adapun besaran denda pelayanan paling tinggi adalah Rp 30 juta.
"Ketentuan denda layanan dikecualikan untuk peserfa PBI, peserta yang didaftarkan oleh Pemda dan peserta yang tidak mampu. Ketentuan ini sebenarnya bukan untuk memberatkan peserta, tapi lebih untuk mengedukasi peserta agar lebih disiplin dalam menunaikan kewajibannya membayar iuran bulanan. Jangan lupa, dibalik hak yang kita peroleh berupa manfaat jaminan kesehatan, ada kewaniban yang juga harus dipenuhi," kata Fauzi.
Kemudian, aturan JKN-KIS terkait PHK.
Fauzi menjelaskan sesuai dengan Perpres Nomor 82 tahun 2018, peserta JKN-KIS daei segmen PPU yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), tetap memperoleh hak manfaat jaminan kesehatan paling lama enam bulan, tanpa membayar iuran. Manfaat jaminan kesehatan tersebut diberikan berupa manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III.
Fauzi menjelaskan, PHK tersebut harus memenuhi kriteria yaitu :
Satu, PHK yang sudah ada putusan pengadilan hubungan industrial, dibuktikan dengan putusan/akta pengadilan hubungan industrial.
Kedua, PHK karena penggabungan perusahaan, dibuktikan dengan akta notaris,
Ketiga, PHK karena perusahaan pailit atau mengalami kerugian, dibuktikan dengan putusan kepailitan dari pengadilan atau
Keempat, PHK karena pekerja mengalami sakit yang berkepanjangan dan tidak mampu bekerja, dibuktikan dengan surat dokter.
"Apabila terjadi sengketa atas PHK yang diajukan melalui lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, maka baik pemberi kerja maupun pekerja harus tetap melaksanakan kewaniban membayar iuran sampai dengan adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap," tegas Fauzi.
Jika peserta yang mengalami PHK tersebutr telah bekerja, maka ia wajib kembali memperpanjang status kepesertaannya dengan membayar iuran. Sementara jika ia tidak bekerja lagi dan tidak mampu, maka selanjutnya ia akan didaftarkan menjadi peserta PBI.
• Cerita Kades Raja Selatan tentang Kebakaran Rumah Milik Petrus Rohi
• Tersangka Kasus TPPO dan Pemerkosaan TKW asal Nagekeo ! Diserahkan Polda NTT
Fauzi menyebutkan, program JKN-KIS merupakan amanah negara yang harus dipikul bersama. BPJS Kesehatan tidak tidak dapat berdiri sendiri mengelola program jaminan kesehatan dengan jumlah peserta terbesar di dunia ini. Masing-masing pihak memiliki peran penting untuk memberikan kontribusi sesuai dengan otoritas dan kemampuannya.
"Perpres Nomor 82 tahun 2018 juga mendorong kementerian, lembaga dan para pemangku lainnya untuk melakilan perbaikan di berbagai aspek, mulai dari sisi pelayanan kesehatan, manajemen sistem rujukan, pengawasan terhadap pelayanan kesehatan, koordinasi manfaat, koordinasi penjaminan pelayanan, hingga mengoptimalkan upaya efisiensi dan efektifitas pelaksanaan Program JKN-KIS.
Dengan adanya landasan hukum baru tesebut, semoga peran kementerian/lembaga terkait, Pemda, manajemen fasilitas kesehatan, dna stakeholder lainnya yang terlibat dalam mengelola JKN-KIS bisa kian optimal," harapnnya. (*)