Headline Pos Kupang

Bupati Niga Setuju Culik Pencuri Ternak, Disinyalir Dapat Menekan Kasus Pencurian Hewan di Sumba

Bupati Sumba Barat, Agustinus Niga Dapawole mendukung penculikan terhadap pencuri ternak. Selain itu, orang-orang yang diduga sebagai otak dan penadah

Editor: Bebet I Hidayat
cynthia meok/pos-kupang.com
Grafis culik pencuri hewan ternak di Sumba karena sudah sangat meresahkan warga. 

Korban lainnya, Umbu Ranja Lakigela mengaku kehilangan empat ekor kerbau pada Agustus 2018 lalu. Dua kerbau yang dicuri miliknya, dua lainnya milik anggoa keluarganya.

Warga Kampung Paterulima, Desa Anakalang ini mengaku kerbau yang diikat di padang Waihawawang, Desa Dewa Jara, Kecamatan Katikutana, dicuri siang hari oleh kawanan pencuri.

Umbu Ranja kemudian melapor peristiwa itu ke kantor polisi. Dirinya dan polisi mencari kerbau yang dicuri tapi tidak ditemukan. Dia menduga kerbaunya dibawa ke wilayah Loli atau Wanokaka, Kabupaten Sumba Barat. "Terus terang saja, saya sudah melupakanya. Saya menganggap kejadian itu, sama halnya membuang sial saja," katanya.

Umbu Ranja menyarankan pemerintah memberdayakan kawanan pencuri, di antaranya mengangkat mereka sebagai polisi desa. Tugas utamanya menjaga keamanan dan ketertiban desa.

Menurutnya, berdasarkan cerita sejumlah eks pencuri, mereka terpaksa mencuri karena tidak diperhatikan pemerintah.

"Pemerintah bahkan ikut mencap mereka sebagai orang nakal. Karena itu, mereka memutuskan tetap menjalankan aksinya. Kawanan pencuri mengaku siap menghentikan aksi apabila pemerintah mau memberi perhatian dengan melibatkan mereka dalam membangun Sumba Tengah," demikian Umbu Ranja.

Budaya Pesta Adat yang Boros

Budaya pesta adat yang dilaksanakan masyarakat di semua wilayah Sumba dinilai sebagai ajang pemborosan. Perta perkawinan (pembelisan) dan kematian menghabiskan anggaran ratusan juta rupiah.

Meski ekonomi keluarga pas-pasan, warga pasang badan untuk menggelar pesta adat. Tak tanggung-tanggung, mereka rela menggadaikan harta benda termasuk menjual sawah miliknya.

Warga Desa Anakalang, Kecamatan Katikutana, Kabupaten Sumba Tengah, Umbu Ranja Laigela mengakui, pesta adat yang sudah membudaya bagi orang Sumba pada umumnya, sangat boros.

Untuk pesta adat kematian, Umbu Ranja menyebut rata-rata menyimpan mayat 4-5 malam baru bisa dimakamkan. Setiap hari memotong babi ukuran sedang antara 2-3 ekor bahkan lebih. Harga babi berkisar Rp 5 juta per ekor untuk memberi makan keluarga yang datang melayat. Sedangkan babi ukuran besar harganya mencapai Rp 20 juta per ekor.

Dia lantas membuat hitungan matematis. Misalnya mayat tersimpan 4 malam, sehari memotong 2 ekor berarti menghabiskan Rp 40.000.000 (diperoleh dari 4 malam x 2 ekor babi x Rp 5 juta). Jumlah tersebut belum termasuk pemotongan babi dan kerbau pada hari penguburan.

Menurutnya, pada hari penguburan, biasanya pemotongan babi dan kerbau, masing-masing mencapai belasan ekor. Daging kerbau dan babi dibagikan kepada seluruh warga yang datang melayat tanpa kecuali. Harga kerbau berkisar Rp 20 juta hingga Rp 50 juta per ekor. Penentuan harga berdasarkan ukuran panjang dan pendek tanduk serta usia kerbau.

Umbu Ranja mengatakan, pada tahun 2008 awal kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati Sumba Tengah, Drs.Umbu Sappi Pateduk-Umbu Dondu, BBA , disepakati tiga gerakan moral, yaitu gerakan kembali ke kebun, hidup hemat dan desa aman tentram. Gerakan moral dimaksud merupakan kesepakatan bersama masyarakat Sumba Tengah.

Sejak itu, seluruh rakyat Sumba Tengah bersepakat membatasi pesta adat terutama pesta kematian, yakni menyimpan mayat hanya 3 malam dan hanya tiga ekor hewan yang dipotong baik kerbau ataupun babi. Kondisi itu berlangsung hingga sekarang.

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved