Opini Pos Kupang
Menjadi Perawat Dalam Panggilan Iman Katolik
Menjadi seorang perawat membutuhkan kepekaan dan ketajaman hati dalam memahami sesama kita yang membutuhkan perawatan
Oleh : Albina Jenita, Mahasiswa Fakultas Keperawatan Program Alih Jenis, Universitas Airlangga
POS-KUPANG.COM - Menjadi seorang perawat membutuhkan kepekaan dan ketajaman hati dalam memahami sesama kita yang membutuhkan perawatan maupun yang tidak memerlukan.
Sebagai tenaga profesi yang dibekali ilmu yang tinggi dan profesional, diharapkan perawat mampu mengkaji dan melihat klien tidak hanya sebagai pasien tetapi juga sebagai diri sendiri, keluarga dan masyarakat secara holistik dan komprehensif.
Tentunya bila dilihat profesi ini dalam praktiknya, mempunyai konsep, pola, pemahaman dan pandangan sedikit bahkan jauh berbeda dengan kesehatan lain dalam melihat sebuah konsep sehat sakit. Kemampuan ini merupakan keistimewaan perawat yang sebenarnya.
Baca: Ratusan Pelamar CPNS Antre Berjam-jam di Kantor Pos Aesesa Mbay
Menjadi perawat merupakan panggilan dengan memperhatikan hal-hal di atas dan tidak semua orang mau dan bisa menjadi perawat yang sesungguhnya.
Menjadi seorang perawat yang memang terpanggil jiwanya untuk selalu care dengan orang lain. Perawat memahami kondisi klien yang sesungguhya karena selama 24 jam selalu bersama pasien.
Baca: Soal Tim Gubernur Percepatan Pembangunan, DPRD Dukung Asalkan Tidak Menyalahi Aturan
Mungkin kita pernah merasakan bahwa seolah-olah kita tidak mengetahui kondisi klien kita selama bertugas dan berpikir bahwa dokterlah yang banyak tahu tentang penyakitnya? Tidak!!.
Tetapi perawatlah yang banyak mengetahui keluhan dan kondisi klien selama perawatan dan pengobatan. Maksudnya adalah dalam menjalankan praktek keperawatan yang selalu berlandaskan citra dan peran perawat profesional.
Perawat mendengarkan dan memahami kondisi klien dan mencatatnya serta mencari solusi permasalahannya disamping pemberian obat kepadanya. Solusi dan tindakan dapat dilakukan secara kolaborasi maupun mandiri. Tentunya perawat paham dan mengetahui secara persis klien yang dia rawat selama perawatan di rumah sakit.
Panggilan batin atau dipanggil menjadi seorang perawat adalah sesuatu yang amat mulia dan tidak dimiliki oleh semua orang. Panggilan dan tugas ini tidak lebih rendah dari profesi yang lain dalam hidup dan kehidupan ini.
Dalam terang injil, ternyata citra diri seorang perawat ternyata sangat tinggi, ia sama dengan tenaga medis lainnya, misalnya dokter atau ahli bedah yang ahli sekalipun.
Mereka hanya berbeda dalam keahlian tetapi tidak satupun yang mampu lakukan pengobatan secara sendiri-sendiri, masing-masing mempunyai ikatan dalam tugas bagaikan kesatuan Tubuh Kristus.
Lepas dari gaji yang didapatkan, seorang perawat adalah pribadi mulia yang mengorbankan hidup dan karyanya agar orang lain memperoleh kehidupan juga pemulihan diri dari penderitaan dan sakit penyakit.
Pelayanan seorang perawat bisa dilihat dari cerita orang samaria yang murah hati (Lukas 10:30-37), mengatakan perawatan ideal yang senantiasa menjiwai dan memacu dunia kesehatan serta melukiskan penghambaan diri tanpa pamrih, dan kelanjutannya dari perawatan itu sendiri.
Berdasarkan kisah injil diatas, dapat dibuat kriteria perawat menurut injil kristus antara lain:
1. Perawat harus dewasa. Dalam penampilan sehari-hari, seorang perawat harus menunjukan kedewasaannya, menyangkut semua aspek fisik, moral dan mental, psikologis, rohani serta sosial.
2. Perawat harus mempunyai kehidupan rohani yang baik dan berteladan. Mempunyai hidup ibadah yang baik, beriman, beribadah, takut kepada Tuhan Allah, sehingga berani menolak permintaan yang bertentangan dengan Firman dan kehendak Tuhan Allah (Kel 1:15-20).
Dalam menjalankan tugasnya, ia tetap dalam persekutuan dengan Tuhan sambil menjalankan pekerjaan-Nya, maka jerih payahnya tidak sia-sia(1 Kor 15:58).
3. Cantik, rajin dan mampu menjaga kesehatan diri sendiri. Kecantikan yang datang bukan dari penampilan lahiriah, tetapi manusia batiniah yang tersembunyi, yaitu roh lemah lembut dan membawa damai sejahtera.
Sebab demikianlah caranya perempuan-perempuan kudus berdandan, yaitu perempuan-perempuan yang menaruh pengharapan kepada Tuhan Allah(1 Pet 3:3-5).
Disamping menjaga kebersihan dan kesehatan diri sendiri ia harus mempunyai sikap dan penampilan yang baik teratur serta disiplin. Jadi secara luas yang dimaksud disini adalah kemampuan untuk menjaga seluruh eksistensi hidupnya dengan baik dan sehat, tubuh, jiwa dan rohaninya, energik dan antusias dalam menghadapi serta menjalankan tugasnya.
4. Panggilan. Sikap yang melayani kebutuhan pasien, bukan semata-mata karena tugas atau dibayar, tetapi mempunyai panggilan pelayanan atau untuk melayani.
Memang pelayanan adalah menyembuhkan luka-luka atau derita fisik, namun jika ia mampu memadukan dengan penyembuhan batin, maka akan berdampak lebih besar dan luas dari pengobatan medis.
5. Mampu memberikan kehangatan dan semangat hidup kepada pasien. Pada saat pasien kehilangan pengharapan dan putus asa, hampir tidak mempunyai semangat hidup karena penderitaan yang dialaminya, justru seorang perawat menjadi "juru selamat" baginya.
Ia melayani dengan lemah lembut dan mampu memberikan rasa aman serta damai sejahtera kepada pasien.
6. Setia dan jujur. Mempunyai kesetiaan bersama pasien, akibat kesetiaannya dalam Tuhan Allah. Ia harus menyadari bahwa Tuhan Allah yang memberi kemampuan melalui urapan Roh-Nya sendiri kepada seorang perawat sehingga mampu merawat orang lain atau pasien (Yes 61:1).
Di dalam kenyataan ini seorang perawat telah menyerahkan dirinya ke dalam tangan Tuhan Allah sehingga ia dapat bertugas dan bertanggung jawab pada pelayanannya sampai mati.
Kemampuan dari Tuhan Allah tersebutlah yang menjadikan pasien-perawat sebagai pengasuh setia dan mengikuti tuannya atau yang diasuh itu pergi, jadi ia ikut kemana saja (Kej 24:59).
Ia menjadi sahabat dalam derita dan duka pasien. Mendengar hampir semua keluhan masalah hidup pasien, bahkan dalam keterbatasannya ia berusaha membantu dan memberikan pertolongan.
7. Merawat seperti melakukan terhadap diri sendiri (Ef 5:29). Ia mampu melihat atau mengetahui apa yang orang lain tidak tahu. Kasihnya pada Tuhan Allah menjadikan ia mempunyai perhatian dan kasih sayang seperti seorang ibu terhadap anaknya (1 Tes 2:7).
8. Berani mengambil resiko. Berani mengambil resiko bagi dirinya, guna menolong orang lain, terutama bila wabah merajalela dan penyakit berbahaya mengancam.
Pada keadaan bahaya, kacau. Ia lebih mementingkan pasien dari diri sendiri, berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan nyawa pasien, membela pasien. (*)