Berita Kampung Gurusina
Ritual Adat Se Ze'e Kampung Adat Gurusina Pasca Kebakaran, Simak Yuk!
Pria yang mengenakan baju berwarna coklat memakai Boku (penutup kepala) dan kain adat (siwe) tampak siap diseputar mesbah (Nabe).
Penulis: Gordi Donofan | Editor: Rosalina Woso

Mereka saat itu mengenakan Boku (Penutup kepala laki-laki, Kain Siwe, kalau laki-ada sawe rawe sedangkan perempuan tidak ada.
Sementara Ketua Lembaga Pengelola Kampung Pariwisata Gurusina, Aloysius Dopo (68), mengaku, acara penyampaian permohonan maaf kepada leluhur sudah dilakukan Kamis malam.
"Darah kerbau ini disiram diseluruh kampung ini. Membersihkan. Tadi pagi sudah dibuang sial lewat air, sekarang bersih dengan darah dikampung. Sehingga aman dan sejuk kembali dan tidak ada lagi sial," papar Aloysius.
Ia mengaku ritual Se Ze'e juga harus ada ayam berbulu putih, karena itu melambangkan ketulusan dari dalam hati memberikan persembahan kepada leluhur.
"Kenapa harus ayam putih, itu melambangkan pemberian dengan hati tulus iklhas. Tidak setengah. Artinya kita murni dan tulus menggelar acara ritual adat ini.
Ini juga doa untuk para leluluhur dan ajak mereka kembali ketempat ini menjaga kampung adat Gurusina. Sampai ada api itu kita sudah minta maaf dan kita sampaikan kepada para leluhur. Bahwa kita salah," ujar Aloysius.
Ia juga mengaku peran anak muda sangat penting dalam ritual adat seperti ini. Agar bisa mengenal dan mengetahui tentang budaya istiadat.
"Setiap ada hajatan anak muda dekat dengan orangtua. Agar sisampaikan oleh orangtua, anak anak bisa tahu dan mengenal adat budaya. Ini juga bagian dari warisan para leluhur Gurusina," ujar Aloysius.
Ia mengungkapkan, sebelum acara Se Ze"e sudah dilakukan acara Zose Api (mengetahui sumber pertama api dari mana). Sehingga acara Se Ze'e tidak sulit untuk mengikuti alur adat yang sudah dilakukan.
"Zose Api satu hari hari setelah kebakaran. Untuk mengetahui dari mana sumber api pertama itu berasal. Dan kami sudah tau bahwa api itu awalnya dari rumah (sao) bagian pertama (Tiwu Pau).
Sebelum soze api, warga yg terkena musibah tidak boleh keluar dari kampung Gurusina dan harus menetap disini. Sesudah Soze api boleh. Tapi tidak boleh hura-hura dan dalam keadaan hening. Karena kita lagi sementara duka. Dan setelah acara Se Ze'e itu kita sudah bisa "bebas" keluar dan siapkan bahan untuk bangun kembali rumah. Untuk kembali bangun rumah nanti ditempat yang sama tidak sembarang bangun. Makanya harus ditanya dulu kepada leluhur lewat acara Mau Tua. Itu tidak sekedar tapi harus betul-betul dari hati," ungkap Aloysius.
Tokoh Adat Gurusina, Kletus Wou (76) mengaku, ritual Se Ze'e wajib dilakukan. Sehingga warga sudah bisa menata kembali rumah atau membuat rumah baru. Karena secara adat sudah dibersihkan dari segala musibah. Dan diyakini akan nyaman dan damai seperti sebelum terbakar.
Ia mengaku saat acara Se Ze'e bagi siapa saja yang datang dan masuk ke Kampung Gurusina wajib ikut hingga usai acara. Karena diyakini kalau tidak maka akan berakibat fatal. Bisa saja sial atau mendapat musibah.
"Kalau acara kita harus ikut hingga usai. Kalau sudah masuk kedalam kampung berarti ikut. Kalau tidak nanti ada kena musibah," ujar Kletus.
Ia mengaku musibah kebakaran
baru pertama kali ia saksikan. Ini pengalaman hidup yang memang tidak bisa dilupakan.
Ia mengatakan generasi dari generasi dan kami teruskan kepada anak cucu soal adat dan ritual ini.
"Itu bahaya kalau tidak meneruskan Anak-anak harus diwariskan dan budaya dan paham akan ritual. Ini peninggalan leluhur yang mesti dijaga dan dilestarikan.
Ketika anggap sepele itu dengan adat maka kembali kediri sendiri (Kena Tebo Weki) artinya akibatnya ditanggung sendiri," ujar Kletus.