Opini Pos Kupang
Mengenang 101 Tahun Kritikus Sastra HB Jassin
Sudah 18 tahun HB Jassin yang dikenal sebagai Paus Sastra Indonesia meninggalkan kita semua, meninggalkan
Di samping penerbitan majalah, penerbitan buku-buku sastra pun mendapat campur tangan HB Jassin: Balai Pustaka, Gapura, Gunung Agung, Nusantara, Pembangunan, dan Pustaka Jaya (Puji Santosa, 2017).
Jenis kritik sastra HB Jassin khas, bersifat impresif, bertujuan mendidik, teori kritik sastra digunakan seperlunya saja. Sebagai kritikus sastra, HB Jassin telah menerbitkan minimal 65 judul buku, dengan perincian sebagai berikut.
Pertama, sebagai penulis asli, Jassin telah menerbitkan 14 judul buku, antara lain berjudul Tifa Penyair dan Daerahnya (1952), Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei (4 Jilid, 1954, 1955, 1962, 1967), Heboh Sastra 1968 (1970).
Baca: Mata Tak Bisa Bohong, Apa Arti Dari Tatapan Mata Seseorang Ketika Bicara, Jujur Atau Bohong?
Baca: Waspada, Tantangan Game Momo Challenge di Whatsapp, Sudah Banyak Korban Tewas
Kedua, sebagai editor buku-buku sastra, Jassin telah menerbitkan 26 judul buku, antara lain berjudul Gema Tanah Air: Prosa dan Puisi (1948), Kesusastraan Indonesia di Masa Jepang (1948), Pujangga Baru: Prosa dan Puisi (1963), Angkatan 66: Prosa dan Puisi (1968).
Ketiga, sebagai penerjemah, Jassin telah menerbitkan 25 judul buku, antara lain berjudul Al Quran Bacaan Mulia (1978) terjemahan puitis atas Kita Suci Al Quran dan novel Max Havelaar (1972) karya Multatuli seorang novelis kelahiran Belanda.
Pada tahun 1968 HB Jassin terlibat kasus pidana penodaan agama karena memuat cerpen berjudul "Langit Makin Mendung" karya Kipanjikusmin dalam majalah Sastra Nomor 8, Agustus 1968. Pemuatan cerpen ini menyulut peristiwa yang dikenal dengan nama Heboh Sastra 1968.
Terjadi perdebatan panas di kalangan sastrawan, pengamat dan kritikus sastra, serta alim ulama, karena cerpen itu dianggap menistakan agama Islam.
Karena banyak kalangan yang menentang isi cerpen itu, maka pada 22 Oktober 1968 Kipanjikusmin (nama samaran yang sampai kini tidak diketahui siapa nama aslinya) meminta maaf kepada publik dan menyatakan mencabut cerpen tersebut dari majalah Sastra dan menganggap cerpen itu tidak pernah ada.
Namun demikian, HB Jassin sebagai redaktur majalah Sastra yang bertanggung jawab atas pemuatan cepen tersebut tetap berurusan dengan pengadilan karena HB Jassin tidak mau membuka identitas asli penulis Kipanjikusmin. Jassin bersikukuh mempertahankan pendapatnya bahwa karya sastra adalah urusan imajinasi, bersifat fiktif.
Baca: Kenal Lebih Dekat 7 Member Exo, KPop Korea Yang Tak Kalah Ganteng Plus Suara Merdunya
Baca: Kurang Tidur, Bosan Dan 8 Kebiasaan Ini Bikin Badanmu Gemuk, Bagaimana Bisa?
Kebenaran karya sastra adalah kebenaran keyakinan, bukan kebenaran faktual yang bersifat objektif. Jassin pun menjalani masa-masa persidangan lebih dari satu tahun, sejak 30 April 1969 sampai 28 Oktober 1970. Pada 28 Oktober 1970 HB Jassin divonis satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun.
Mengapa HB Jasin bersikukuh membela cerpen "Langit Makin Mendung" dan penulisnya Kipanjikusmin?
Menurut Bagus Takwin dalam tulisan "Hasrat dan Semesta Sastra HB Jassin" (2011), ada empat dimensi dalam hasrat sastrawi HB Jassin yang membuatnya teguh membela karya sastra dan sastrawan, yakni untuk kemajuan/kebaruan sastra, sastra mempunyai daya pikat luar biasa, sastra bersifat universal, dan perjuangan di bidang sastra penuh risiko. *