Berita Nagekeo
Tinju Adat Etu di Nagekeo harus Menjadi Daya Dorong dan Daya Jual
tinju adat harus dilestarikan, dikembangkan, dikelolah dibudayakan dan dipromosikan yang potensial berdampak multi diantaranya ekonomi dan usaha kecil
Penulis: Ferry Ndoen | Editor: Ferry Ndoen
Laporan Wartawan Pos Kupang.Com, Ferry Ndoen
POS KUPANG.COM- Dinas Kebudayaan Provinsi NTT berkolaborasi dengan TVRI Kupang serta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Nagekeo , sukses melakukan visualisasi tinju tradisional /tinju adat (Etu sebutan masyarakat Nagekeo).
Pertandingan tinju adat atau Etu sebutan masyarakat Nagekeo, berlangsung dari tanggal 9 - 13 Juli 2018, di Ketua Suku Nataia, Kampung Boanio, Desa Olaia, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, Flores NTT.
Ada rangkaian acara tinju adat/ Etu, diawali dengan ritual adat. Diawali dengan alat-alat musik seperti gong dan gendang dan alat pukul lainnya yang dikelurkan/diturunkan dari rumah adat
ALat ini dibersihkan lalu dijemur di matahari. Selanjutnya pada malam harinya dilakukan ritual adat " TEKA" yakni ritual adat di" PEU" pohon besar di tengah Kampung Boanio Suku Nataia.
Kegiatan ini dimaknai sebagai wujud Permohonan kepada Tuhan dan Leluhur yang sudah meninggal agar tinju adat Etu dapat berjalan tertib, aman , lancar dan medapatkan hasil data Visualisasi yang baik.
Selanjutnya dilanjutkan dengan tarian gawi dan pantun syair - syair lagu berbalasan diantara dua kelompok dalam bentuk lingkaran. Dilajutkan dengan pembakaran api unggun di tengah-tengah lingkaran tarian gawi, dan dilanjutkan serimonial tinju anak satu pasang sebagai acara pembukaan tinju adat / Etu.
Hari kedua , pagi jam 09.00 wita dilakukan ritual proses pembuatan sarung tinju adat/etu, terbuat dari sabuk kelapa dibalut dengan ijuk, sore harinya jam 17.00 wita digelar tinju adat/etu kategori anak-anak plus 5 partai/ pasang.
Tinju adat hanya berlaku bagi laki-laki , perempuan tidaķ bolehkan/dilarang dan juga tidak boleh berada atau pun masuk di arena pertanding tinju adat/etu.
Hari Ketiga pertandingan tinju adat/etu kelompok remaja dan dewasa di mulai dari pukul 15.00 - 18.00 wita , mempertandingkan plus 48 partai/pasang .
Hari keempat di lanjutkan tinju/etu dewasa dimulai dari jam 08.00 - 15.00 wita. Pertadingan ini menampilkan petinju- petinju kelas berat, menurunkan -+ 55 partai/ pasang petinju etu.
Pertandingan tinju adat/etu di pimpin oleh empat orang wasit yang di sebut sike dan seka.
Sike adalah orang yang tugasnya mengontrol petinju dengan cara memegang pada kain adat yang dibalut/diikatkan pada pinggang. Sedangkan seka adalah orang yang tugasnya melerai/ memisahkan petinju jika petinju berpelukan atau merangkul.
Rawe adalah orang yang tugasnya mencari lawan tinju. pertanding tinju berlangsung 3 ronde, tapi dalam pengamatan pertandingan tinju berlangsung ada yang tidak mampu atau tidak seimbang, pertanding bisa diberhentikan dengan cara petinju dibawah ketengah lapangan/arena , lalu diarahkan untuk berpelukan menandai pertandingan telah selesai dan tidak menaruh dendam.
Jika ada petinju yang luka sobek, berdarah-darah dan memar dibawah ke Ketua Suku Nataia, lalu ketua suku membaca mantra-mantra , lalu menyemburkan air liur ke daerah yang luka sobek, darah-darah dan memar akan kering dan sembuh.
pertanding hari keempat dari terakir menurunkan 55 partai/ pasang petinju lokal. pertandingan sangat meriah diliput TVTI Kupang, dan juga tarian dan bunyi gong serta gendang
Riuh suara yang menjadi lokomotif sebagai pembangkit semangat bagi petinju untuk bertanding. Masyarakat berbondong-bondong datang di Suku Nataia, Kampung Boanio dari berbagai kampung, suku, desa, kecamatan yang ada di Kabupaten Nagekeo
Bahkan ada petinju adat/etu dari Soa, Kabupaten Ngada. Masyarakat karena begitu semangat mampu berdiri tahan di tengah terik dan panasnya matahari dari pagi sampai sore hari disekitar ring tinju adat yang terbuat dari batu-batu ceper yang disusun membentuk empat persegi panjang dipagari dengan bila bantu.
Pertandingan tinju adat tersebut dinyatakan berakir oleh masyarakat jika rawe atau petugas yang mencari lawan-lawan tinju dinyatakan tak ada lagi maka tinju adat langsung di tutup oleh Ketua Suku Nataia dengan sapan adat
Setelah itu dilakukan pelepasan gasing di tengah-tengah arena pertandingan. Total peserta tinju adat kategori anak-anak, remja dan dewasa -+ 108 partai /pasang petinju adat.
Hasil akhir dari kegiatan tinju adat/etu dapat menyimpulkan bahwa tinju adat harus dilestarikan, di kembangkan, dikelolah dibudayakan dan dipromosikan yang potensial berdampak multi diantaranya ekonomi dan usaha kecil masyarakat akan meningkat yang berdampak pada penghasilan asli daerah dari sisi budaya.
Etu harus menjadi daya dorong dan daya jual ke masyarakat dunia . Maka komunikasi dan koordinasi yang sinergisitas dan interkoneksitas harus dikolaborasikan antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha agar Etu di budayakan serta kelak menjadi Ikon wisata budaya unggulan Kabupaten Nagekeo.
Unsur -unsur yang hadir pada kegiatan "Etu, tinju adat diantaranya; Kepala Dinas Kebudayaan NTT di Wakilkan Kabid Kepurbakalaan, staf dan Kru TVRI Kupang, Kadis Pendikan dan Kebudayaan Kabupaten Nagekeo diwakilkan Kabid dan Kasi Kebudayaan, Kadis Pariwisata Nagekeo, Andreas Ndona dan sejumlah staf Ketua HPI Nagekeo Johanes Niku
Sejumlah anggota DPRD Nagekeo; Pak Antonius Moti, Arnoldus Ju Wea, Ketua KPU Nagekeo ; Engelbertus Ceme, Matan Desa Olaia, Jhoni Kama dan sejumlah kepala desa lainya
Ketua Suku Nataia Patris Seo dan masyarakat umum Kampung Boanio, Suku Nataia , fungsionaris suku dan sejumlah suku -suku lain yang ada di sekitar Kabupaten Nagekeo.
"Kami menyampaikan limpah terimakasih atas kerterlibatan semua pihak yang telah mendukung kegiatan visualisasi tinju adat ini dapat berlangsung dengan baik.
"Moto Beta Budaya... "Beta ... NTT. Etu di Hatiku...," kata Kabid Kepurbakalaan, Frans Seles. (*)