Ketika Ada Banyak Sampah di NTT
Demikian juga di pusat perbelanjaan moderen; hotel-hotel mewah. Bersih. Karena itu, pernyataan bahwa ada banyak sampah
Di Kota Kupang, misalnya, ada rumah makan di pusat perbelanjaan yang membuang air limbahnya ke selokan jalan umum yang menimbulkan bau tak sedap. Anehnya tak ada yang protes; pejabat kota diam. Mengapa? Apakah karena Kupang, katanya, kota "kasih?" Atau apakah karena pejabat kota lebih suka berakhir pekan di Jakarta sehingga tidak terlalu peduli dengan keadaan kotanya sendiri? Entahlah.
Kedua, pemerintah perlu menyiapkan tempat sampah portabel secara masif untuk setiap rumah tangga dan sampah yang terkumpul itu perlu pula diangkut secara teratur.
Tempat sampah yang dimaksud tidak harus mahal; cukup terbuat dari kayu atau bambu atau dalam bentuk keranjang sebagai wadah penampung sampah sementara sesuai jenisnya: sampah organik terpisah dari yang non-organik atau sampah yang bisa didaur ulang terpisah dari yang tidak.
Tidak cukup seperti sekarang, pemerintah membangun beberapa TPSS di tempat tertentu dan semua sampah, apapun jenisnya, dicampur aduk di sana.
Pencampuradukan itu diperparah oleh waktu pengangkutan sampah yang tidak selalu teratur sehingga TPPS sering menjadi sumber ketidaknyamanan.
Ketiga, kontrol pejabat perlu dilakukan secara ketat. Tegas. Untuk itu, para pejabat perlu tiru, misalnya, gaya Basuki Tjahaja Purnama, mantan Gubernur Jakarta; dia sering berkunjung ke tempat yang bermasalah, apapun masalahnya, dan dia hanya meninggalkan tempat itu jika masalahnya teratasi.
Persoalannya adalah apakah ada gubernur, bupati atau wali kota atau pejabat apapun seperti itu di NTT: berdiri tegap pada sebuah tempat yang penuh sampah -dalam konteks tulisan ini -menelpon pihak yang terkait untuk segera membereskannya, dan tidak akan pergi sebelum sampah di tempat dia berdiri dibersihkan secara total.
Pilkada tahun ini, kiranya, menghasilkan pemimpin dengan karakter top seperti itu, yaitu pemimpin heroik sejati, pemecah berbagai masalah NTT, termasuk masalah sampah.
Keempat, pemda perlu menjalin kerja sama dengan berbagai lembaga lokal dan nasional seperti perusahaan, lembaga swadaya masyarakat, sekolah, dan perguruan tinggi (PT) untuk mengatasi masalah sampah NTT. Kerja sama itu, misalnya, dalam bentuk pengumpulan dan pengolahan sampah secara profesional di NTT atau di Jawa yang industri pengolahan sampahnya sudah relatif maju.
Selama ini, memang, ada upaya pengumpulan sampah, tetapi pengolahan akhirnya belum dilakukan secara profesional.
Kelima, dalam tautan dengan keempat strategi di atas, perlu ada upaya ekstra dari Pemda Provinsi, Kota dan Kabupaten se-NTT untuk mencegah penumpukan sampah dan atau membersihkan secara terus-menerus sampah yang bermunculan di manapun di NTT.
Upaya itu bisa, misalnya, dalam bentuk penciptaan dinas yang bertugas mencegah orang membuang sampah secara sembarangan dan mengumpulkan sampah secara teratur serta mengolahnya secara profesional secara mandiri atau bekerja sama dengan lembaga lain seperti yang dikemukakan di atas. Dengan upaya ini, saya yakin, sampah tidak akan pernah berserakkan lagi di NTT dan sampah yang terkumpul terolah dengan baik untuk kebaikan bersama.
Selama ini, saya tahu, ada kota/kabupaten tanpa dinas seperti itu. Ada juga yang memilikinya, tetapi yang bekerja di dinas itu belum semuanya all out dalam bertugas. Mereka bekerja secara setengah-tengah. Akibatnya sampah terus saja beserakan dan orang seperti AY pun "sebel".
Jadi, kalau NTT tidak mau lagi diberi cap baru sebagai provinsi dengan sampah banyak atau, dalam nada yang lebih positif, kalau NTT mau dunia pariwisatanya lebih baik, maju, dan bersih, dan, karena itu, pada gilirannya, NTT menjadi lebih makmur, kelima cara itu dan cara lainnya, apapun itu, harus segera diterapkan.
Sekarang momentumnya pas karena, menurut AY, dalam berita HU Kompas di atas, "Presiden Joko Widodo telah memilih Labuan Bajo, sebagai destinasi super-prioritas. `Jika ada sepuluh destinasi prioritas, nah, Labuan Bajo ini super-prioritas, bareng Danau Toba, Borobudur dan Mandalika.'" Tunggu apa lagi?
Segeralah berbenah diri sebelum wisatawan enggan datang karena di NTT, induk daerah wisata kita, sampah berserakan! *